Percaya tidak percaya. Seorang Aliza yang selalu mengenakan pakaian mahal setiap harinya mau mengenakan daster rumahan yang di beli di pasar. Daster panjang sampai mata kaki yang ia kenakan terlihat sangat manis di tubuh rampingnya. Lekuk tubuhnya yang aduhai ramping memang tak nampak akan tetapi melihatnya mengenakan daster rumahan membuatnya terlihat semakin dewasa dan manis.
Usia Aliza memang terbilang sudah cukup dewasa baginya untuk memutuskan sebuah pilihan. Wajahnya yang baby face memancarkan rona wajah yang terlihat muda bagaikan anak gadis usia belasan tahun. Wajar saja kalau banyak orang yang tak menyangka usia Aliza membohongi wajahnya yang nampak terlihat masih segar dan mulus bagaikan bayi mungil yang selalu ceria. Apalagi ditambah warna kulit putih susu yang terlihat cocok dengan warna daster yang bermotif batik perpaduan hitam.
Aliza berdiri memandangi pantulan dirinya di cermin. Ia memandangi tubuhnya yang dibalut daster rumahan milik Puput. Eits, itu bukan daster bekas yang sudah digunakan Puput melainkan daster yang sengaja di beli Puput sebelum menikah untuk ia kenakan jika hamil nanti. Persiapan untuk kehamilan yang terhitung masih cukup lama. Senyum tipisnya nampak mengembang ketika merasa geli sendiri melihat dirinya yang seperti sekarang. Mengenakan daster yang pertama kalinya. Ia juga sempat berputar-putar gembira bak putri kerajaan. Hanya karena daster rumahan yang murah membuatnya merasa senang tak terkira.
Aliza tak percaya diri dengan daster yang ia kenakan. Ia berjalan dengan malu. Wajahnya gugup tak seperti biasanya. Kedua tangan ia satukan di depan perut. Ia merasa malu tak percaya diri. Matanya mendapati Mina di dapur sedang masak. Ia ingin bergabung tetapi perasaannya jadi campur aduk. Aliza yang begitu percaya diri dan tegap kini berubah menjadi Aliza yang pemalu karena satu kain yang ia kenakan.
"Kakak?" Ucap Adinda dari belakang dengan membawah kantongan ditangannya.
Aliza sedikit terkejut. Ia tak berani menoleh. Sampai Adinda yang merubah posisinya untuk melihat penampilan Aliza dari depan. Senyum merekah terpasang di wajah mungil Adinda yang menutupi kepalanya dengan jilbab hitam sampai menutupi dada. Ia memperhatikan Aliza dari atas sampai bawah dengan tatapan yang kagum dan memuji.
"Waw," ucap Adinda berdecak kagum. "Kakak sangat cantik." Lanjutnya dengan memuji kecantikan natural Aliza dalam balutan daster rumahan.
Aliza dibuat tersenyum malu atas pujian Adinda. Gadis belasan tahun itu mempu membuat Aliza malu sendiri karena pujiannya yang terdengar tulus.
"Nona, apakah dasternya muat dan nyaman?" Tanya Mina memperhatikan penampilan Aliza dari dapur yang tak jauh darinya berdiri bersama Adinda.
Aliza menoleh ke arah suara tersebut. Ia tersenyum malu mendapati Mina sedang memandanginya dengan rona wajah yang teduh. Aliza menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal karena ia malu dan salah tingkah sendiri. Baru kali ini ia merasa malu karena pujian yang ia dapatkan. Biasanya ia terkesan cuek dan tak merespon akan pujian yang ia dapatkan dari berbagai macam kalangan. Kalangan yang sejajar dengannya. Tidak seperti kalangan keluarga Abdul yang masih sangat jauh di bawahnya. Apa mungkin pujian itu benar-benar sampai ke hati sang nona?
"Ini nyaman untuk saya, bu. Terima kasih mau meminjamkan ini untuk saya. Kalau boleh, saya ingin mengajak Adinda untuk menemani saya membeli pakaian yang saya pakai ini," ujar Aliza dengan nada yang lemah lembut. Memperlakukan orang tua semestinya. "Kamu mau kan?" Tanya Aliza kepada Adinda yang masih berdiri di hadapannya.
Dengan penuh semangat Adinda mengangguk cepat. "Iya, aku mau, kak." Jawab Adinda penuh semangat dan ceria.
"Kakak?" Sebutan ini membuat Mina meragukan pendengarannya. Tapi ia tak mau ambil pusing selama sang nona masih merasa nyaman berda di rumahnya.
Tasbih, suami Puput masih tertidur pulas di ranjang yang tak begitu besar untuk ukuran dua orang. Melihat Tasbih tidur dengan pakaian yang lengkap sepertinya mereka melewatkan malam pertama mereka sebagai pengantin baru. Tidak mungkin pakaian lengkap masih ia kenakan setelah melewati malam pertama sebagai pengantin baru.
Dugaan semakin jelas ketika Puput masuk ke kamar dan mengeluarkan sebuah pembalut yang baru ia beli. Dua bungkus pembalut ia keluarkan dari sana. Lalu masuk ke kamar mandi. Jilbab yang dipakainya diletakkan di atas ranjang. Lalu menutupi kepalanya dengan handuk berwarna biru muda yang cukup besar. Wajahnya sedikit kesal sebelum menutup pintu kamar mandi dalam yang ada di kamarnya. Ia menatap suaminya sejenak sebelum benar-benar menutup pintu. Entah apa yang membuatnya kesal seperti itu. Sebagai pengantin baru ia bisa saja kesal karena kedatangan tamu di awal pernikahannya sebagai pengantin baru.
Aliza dan Adinda keluar dari pasar sambil membawah begitu banyak belanjaan. Kedua tangan mereka penuh dengan barang belanjaan. Aliza memimpin untuk sampai ke mobil yang di parkirnya di depan pasar. Sementara gadis berjilbab merah muda ikut mengekor di belakang Aliza. Aliza berjalan dengan langkahnya yang selalu hati-hati. Mengamati dengan jelas jalan yang akan ia lewati. Maklum, ini pasar yang tak semulus Mal. Ia harus bersabar melewati jalanan yang tak mulus tak seperti ketika ia melewati jalanan yang mulus seperti di pusat perbelanjaan yang mewah. Wajahnya berkeringat hebat. Bulir-bulir keringat memenuhi sekitar wajahnya. Dan, juga mengalir turun melewati leher. Itu bukan kali pertama Aliza untuk mengunjungi pasar yang terkenal dengan panas, keramaian, dan aneka banyaknya aroma didalamnya. Namun, pasar tetap pasar. Itulah mengapa Aliza tak ragu mengajak Adinda untuk menemaninya belanja di pasar.
Ingin mengusap keringatnya saja ia kesulitan. Mau bagaimana lagi kedua tangannya penuh dengan barang belanjaan. Ia tetap melangkah membiarkan keringat mengalir membasahi tubuhnya. Hingga akhirnya ia merasa lelah dan kepanasan usai meletakkan barang belanjaannya di bagasi mobil.
Mobil yang di gunakan Aliza kali ini ke desa bukan mobil semewah yang ia punya di kota. Ia sengaja menggunakan mobil yang lainnya karena kondisi jalanan yang tak semulus di kota. Takut mobilnya membuatnya repot sendiri. Entah itu mobilnya terlalu pendek dan bisa menyebabkan kandas di jalanan yang terlalu menanjak.
Walaupun menurut Aliza itu bukan mobil yang terlalu mewah dan mahal untuknya. Lain dengan Adinda. Gadis berjilbab merah muda ini memuji kemewahan mobil Aliza yang besar dan cukup untuk keluarganya. Ia takjub memusatkan perhatiannya ke segala isi mobil Aliza. Sebelum ke pasar tadi ia tak sempat mengamati isi mobil Aliza. Dan, ketika mereka akan pulang dan Aliza masih duduk di belakang kemudi dan belum menyalakan mesin mobil Adinda mengambil kesempatan untuk mengamati isi mobil Aliza yang keseluruhannya bernuansa cream dan emas. Maklum, Adinda hanya gadis desa baru pertama kali naik di mobil mewah dan semahal yang tak di akui kemewahannya oleh pemilik mobil. Padahal dari sudut pandang orang desa mobil seperti ini sudah sangat mewah dan mahal. Sekali lagi Aliza orang kota yang lebih paham mengenai kemewahan yang ia miliki. Maksudnya, ia hanya ingin merendahkan dirinya akan tetapi kerendahannya terkesan sombong di telinga orang desa yang mendengar. Tapi syukurlah Adinda tak memikirkan yang aneh-aneh dengan kerendahan Aliza. Melainkan ia takjub dengan mobil Aliza yang keren dan sangat canggih.
Aliza hanya tersenyum kecil melihat sikap Adinda yang terlalu berlebihan memuji kemewahan mobilnya yang tak seberapa mewahnya dengan yang ia parkir di garasi mobil di kota. "Liat-liatnya udah?" Tegur Aliza dengan nada yang ramah. Ia tak ingin membuat Adinda terkejut karena tegurannya. Lagi pula Aliza sudah lapar.
Sebelum ke pasar tadi Mina sempat berpesan kepada Aliza untuk tidak makan diluar. Mina tak ingin sang nona makan di sembarang tempat. Mina sangat menjaga kualitas masakannya. Meskipun tak seberapa dengan makanan sang nona di kota akan tetapi ia sangat berusaha untuk melayani tamu spesialnya. Ia berharap Aliza bisa menerima masakannya dengan hati yang tulus. Gelar Mina sebagai pemasak yang baik di desa belum tentu mendapatkan pujian dari lidah Aliza yang kebarat-baratan. Maklum, Aliza anak blasteran Rusia dan indonesia.
Adinda sedikit tersentak dari kekagumannnya dengan isi mobil mewah Aliza. Ia menatap Aliza dengan senyuman yang lebar. "Maaf, mobil kakak sangat mewah. Aku takjub melihatnya. Tadi aku tak sempat mengamati isi mobil kakak saat perjalanan kemari. Entah kenapa perasaanku jauh lebih tenang sekarang." Jelas Adinda dengan unek-uneknya.
Aliza tersenyum senang dengan pengakuan Adinda. Ia langsung menyalakan mesin mobil. "Nanti kamu juga bisa kok beli mobil yang lebih mewah dari ini. Yang penting kamu harus rajin belajarnya," ujar Aliza menyemangati Adinda.
Lagi-lagi Aliza membuat hati Adinda tersentuh. Adinda tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia diam dan mematung. Memikirkan perhatian Aliza kepadanya membuatnya terharu. Mana mungkin Aliza yang baru dikenal Adinda mau menyemangatinya dengan tulus sambil merendahkan dirinya di hadapan Adinda?
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIR (KARENA RASA MENGABAIKAN LUKA)
RomanceAliza Bahira, wanita kaya raya dengan segudang prestasi. Akan tetapi, pemikirannya untuk memiliki seorang anak terbilang sangat menggelikan dan sangat aneh. Bagaimana tidak? ia menginginkan seorang anak tanpa mau menikah apalagi memiliki seorang s...