5-TAKDIR

499 42 0
                                    

Alasan Abdul untuk mengundurkan diri secara tiba-tiba masih membelenggu hebat di pikiran Aliza yang sedari tadi duduk untuk menunggu Abdul pulang. Ia sengaja duduk manis di ruang pribadinya yang terkesan tenang dan tak begitu luas. Penataan barang yang ada di dalamnya di tata rapi pada tempat semestinya. Seperti sofa yang ia duduki. Di tata dekat jendela berangka kayu di cat berwarna hitam. Sudah berapa lama ia duduk disana hanya untuk menunggu Abdul pulang. Menunggu apa alasan Abdul mengundurkan diri secara tiba-tiba.

Tak lupa, secangkir kopi susu tanpa gula menemani paginya yang keburu menjelang siang. Secangkir kopi yang belum ia sentuh sedikit pun. Dan, aroma kopi yang membumbung tinggi di hadapannya tak ia hiraukan.

Tatapannya terpaku tajam ke luar kaca jendela yang bening tak terhinggap sedikitpun debu. Mata seorang Aliza yang keabu-abuan nampak tersorot tajam dari balik kaca. Tak ada lagi tatapan yang membuat hati nyaman menatapnya.

Tanaman tak bersalah tumbuh di pekarangan rumah ditatapnya dengan tajam. Andai saja tanaman ini dapat memiliki mata, entah apa yang akan tanaman ini lakukan. Akankah membalas tatapan tajam Aliza atau tertunduk takut kepada sang nona? Tanaman ini Bagaikan terintimidasi oleh sang nona.

Dentuman jarum jam menambah suasana menjadi lebih tegang. Suasana yang tegang di tambah dengan sikap Aliza yang kembali kambuh. Dingin tak tersentuh lagi. Sampai-sampai para pelayan yang sedari tadi berdiri di depan pintu ruangan Aliza tak berani untuk mengetuk bahkan juga tak berani mengajak sang nona bicara.

Maksud mereka berdiri di sana ingin menyampaikan tentang kondisi Julia. Karena tak ada keberanian yang besar mereka lebih memilih untuk pergi dari sana.

Julia, kepala pelayan sedang sakit perut. Ia terus-terusan bolak balik kamar mandi untuk ke sekian kalinya. Ia ingin melapor tentang kondisinya akan tetapi melihat sikap sang nona yang tak begitu ramah sejak pagi membuatnya mengurungkan niatnya kembali.

Tugas Julia yang seharusnya membuatkan puding kesukaan sang nona menjadi sedikit terganggu karena kondisinya. Sialnya tak satu pun pelayan disana yang mengetahui cara membuat puding kesukaan sang nona. Julia tak sanggup lagi untuk membuat puding mangga kesukaan nona Aliza. Pudding mangga yang ia ingin buat sejak subuh tapi gagal karena lagi-lagi kondisinya memang tak memungkinkan.

Merasa menunggu sangat lama Aliza menyusul ke dapur tempat Julia seharusnya bekerja di pagi ini. Ia melangkah tegap tak terhentikan setelah bangun dari duduknya yang manis. Sorot matanya masih tajam dan raut wajahnya semakin kesal karena ia harus menunggu lama untuk sebuah pudding yang harusnya sudah ia nikmati di pagi ini menjelang siang.

Bona dan Tika terkejut melihat sang nona menghampiri ke dapur. Mereka bingung dan hanya tertunduk menyambut sikap dingin sang nona. Mereka tak mampu untuk menatap mata tajam nona Aliza.

Aliza berhenti tepat di hadapan dua wanita berpakaian selutut berwarna biru tua gradasi putih bersih. Mereka sedang berdiri dan tertunduk takut. Mata Aliza menyurpei isi dapurnya yang luas. Namun, satu orang yang ia cari tak ada disana.

"Dimana, Julia?" Tanya Aliza tak seramah biasanya. Nada suaranya lebih bervolume menandakan sikap dinginnya kembali kambuh.

Bona dan Tika hanya saling menatap bingung dan takut sama lain. Mereka takut menjawab apa yang seharusnya dikatakan. Takut membuat sang nona tambah marah. Sebab, Julia sedang terbaring lemah di kamarnya tanpa izin dari sang nona.

"Tika, dimana, Julia?" Tanya Aliza lagi dengan nada suara yang lebih tinggi.

"Di-di kamar, nona." Jawab Tika gugup sembari tertunduk takut.

"Di kamar?" Bentak Aliza meyakinkan apa yang dikatakan Tika.

Tika mengangguk lemah. Hatinya juga sudah sangat lemah dan tak berdaya berada di posisi saat ini. "Iya, nona. Mbak Julia sedang sakit," sahut Tika ketakutan.

TAKDIR (KARENA RASA MENGABAIKAN LUKA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang