Chapter 24

1.4K 114 40
                                    

"Ayah harus ke toilet sebentar"

Pria tua itu langsung saja berjalan pergi ke toilet tanpa menunggu jawaban kedua anaknya. Kedua pria muda itu pun hanya bisa berdiri canggung. Mereka tidak menatap satu sama lain.

"Phi, apa kau mau ku buatkan kopi?"

Forth menawarkan pada kakaknya kopi. Sedari tadi mereka hanya diam dan berjalan memutari kantor tempat Tae bekerja. Kantor yang akan di alihkan kepada Forth karena saat ini, Tae masih memegang beberapa perusahaan ayahnya di sini.

Tae tidak menjawab dan malah duduk di salah satu bangku. Forth pun kembali bingung. Sebenarnya dia sudah berusaha untuk mencoba membangun kembali hubungannya bersama sang kakak, tapi dia belum bisa karena sang kakak sepertinya enggan berbicara dengannya.

"Phi, aku ke sana dulu, aku mau mengambil kopi"

Forth kemudian berjalan ke salah satu mesin pembuat kopi instan. Tae hanya memandangnya dari jauh dan menghembuskan nafasnya lelah. Sampai kapan dia akan seperti ini, batinnya.

Tae menopang wajahnya dengan satu tangan dan menutup matanya. Tanpa dia sadari, Forth telah duduk di sampingnya.

"Phi, kopi untukmu"

Forth menyodorkan sebuah cup kopi padanya. Tae membuka matanya dan menatap kopi yang adiknya itu bawakan padanya. Dia melirik sekilas pada wajah Forth yang tersenyum padanya. Sedikit hatinya merasa luluh sehingga dia mengambil kopi itu.

"Terima kasih"

Ucap Tae pelan namun Forth mendengarnya dengan jelas. Dia tersenyum semakin lebar karena mendengar suara kakaknya.

Ketika ayahnya kembali, mereka melanjutkan perjalanan mereka mengelilingi kantor itu.

Saat makan siang tiba. Ayah mereka mengajak kedua pria muda itu makan bersama. Mereka lebih memilih makan di kantin kantor yang berada di lantai dasar.

Beberapa karyawan disana menatap mereka dengan penuh minat. Mereka tau dengan jelas bahwa disana terdapat tiga pria dewasa pemilik perusahaan ini. Hal yang membuat mereka tertarik ialah raut wajah ketiganya yang sangat mirip. Terutama Forth dan Tae yang begitu mirip. Hanya berbeda aura dari wajah yang mereka keluarkan.

Mereka makan dengan tambahan lelucon garing dari sang ayah. Forth ingin tertawa namun ia menahannya karena pasti akan terasa aneh jika kakaknya mendengar dia tertawa. Tae sendiri sudah kebal dengan lelucon ala orang tua didepannya. Dia sedari dulu memang memiliki hati yang tidak dapat menerima lelucon sembarangan.

Setelah makan siang, ayah mereka berencana mengajak Tae dan Forth rekreasi.

"Aku tidak bisa"

Tae menolak.

"Kenapa?"

Ayahnya bertanya dengan bingung.

"Aku harus menjemput anakku"

Tae menjawab. Tapi itu menjadi bumerang baginya.

"Aku kira mereka liburan?"

Ayah bertanya dengan alis yang terangkat satu. Dan Tae baru menyadarinya. Dia tidak tau kalau dia berniat menghindari ajakan ayahnya dengan alasan ingin menjemput anaknya.

"Ma- Maksud Tae, Tae ingin menjemput mereka di bandara"

"Kalau begitu biarkan kami ikut agar ayah bisa mengenalkan mereka pada Forth"

Tae mulai sedikit gelapan. Otaknya mulai berputar mencari alasan lain agar kedua pria ini tidak ikut dengannya menjemput Bbas di sekolah. Dia sudah terbiasa menjemput Bbas di sekolah jika dia tidak memiliki pekerjaan penting. Biasanya Beam akan menjemput Bbas menggunakan taksi karena Beam belum bisa membawa mobil.

DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang