I don't gotta know if you're taken,
I'll just let ya know bedroom's vacant,
No one's gotta know,
Just us and the moon,
Until the sun starts waking up.
Originally written by Penguanlin, 2020.
Eunwoo menghela napas, "Gak jauh-jauh dari rumah tangga kami sih. Cuma perasaanku aja, tapi aku gak mau San tau."
"Dari sekian banyaknya orang, kenapa kamu milih untuk cerita sama aku?" aku kembali bertanya, "Bukan berarti aku gak suka, yah, aku merasa terhormat banget bisa berbagi sama kamu, bahkan sampe ngomong informal gini, duh."
Yah, selain berbagi cerita, kami juga berbagi pria yang sama. Fakta yang menyakitkan, namun bagai gajah di pelupuk mata yang tak tampak.
Wanita itu mengangkat bahu. "Entahlah, jarang ada orang yang peduli sama aku, bahkan aku mutus komunikasi sama temen-temen lamaku setelah menikah," jawab Eunwoo.
Alisku kembali terangkat, "Oh ya? Kenapa?"
"Karena San ngelarang," Eunwoo mengangkat sudut bibirnya, "Sedikit lucu, karena aku juga milih untuk patuh, padahal aku ngelakuin atau enggak, San juga gak pernah tau."
Aku mengangguk-anggukkan kepalaku. Mendadak ada banyak sekali pertanyaan di benakku, mengenai San dan Eunwoo.
"Kamu mau cerita apa?"
Eunwoo kembali menatap cincin di jari manisnya. "Sebenernya, di dalam hati aku bertanya-tanya, apa ada kemungkinan kalau San bakal cinta aku, sama seperti aku yang mulai membiasakan diri untuk cinta sama San. Atau mungkin sebaliknya," ucap Eunwoo, memulai ceritanya, "Ada banyak banget waktu-waktu yang aku lewati sambil mempertanyakan arti dari cincin ini."
"Maksudnya?"
"Pernikahan itu harusnya menyatukan dua orang yang saling mencintai, tapi aku sama San jauh dari itu," jawab Eunwoo. "Selama ini aku berusaha berpikir positif kalau San butuh waktu sedikit lebih banyak buat nerima semuanya."
"Di beberapa waktu, aku juga mempertanyakan kesetiaan San sama janji ini. Kamu paham kan, apa maksud aku," lanjut Eunwoo.
Jantungku tiba-tiba berpacu. Entah bagaimana, aku merasa jika pembicaraan ini makin mengerucut padaku.
"Aku gak mau mikir aneh-aneh, meskipun gak menutup kemungkinan, dengan pernikahan kami yang gak harmonis ini, ada orang lain yang mengisi hatinya San. Aku tutup mata, tutup telinga aja," ujar Eunwoo. "Ah, udahlah, aku udah janji untuk percaya sama San."
Lagi, Eunwoo menelungkupkan kepalanya di atas meja. Suasana tiba-tiba berubah semakin abu. Di satu sisi, aku ingin mengulik pendapat Eunwoo semakin dalam, tetapi rasanya juga jahat sekali jika aku kerap memancing wanita itu untuk topik yang benar-benar tidak ia sukai.
"Kenapa kamu bisa kepikiran kayak gitu?" tanyaku, sekaligus sebagai 'survei' kalau-kalau ternyata selama ini Eunwoo mencurigai gerak-gerikku.
"Karena aku tau, aku sendiri gak akan pernah cukup buat bikin San bahagia. Aku sadar, aku sendiri masih jauh banget, bahkan untuk nyiptain sepercik rasa bahagia untuk San, atau bahkan gak pernah ada," jawab Eunwoo. "Dan yah, kalaupun emang ada orang lain di belakang aku, mau gak mau aku harus terima."
"Karena?"
Eunwoo tersenyum simpul, "Karena bagaimanapun juga, San tetep suami aku, yang sah secara hukum. Aku yakin, ke manapun San pergi, akan ada waktunya untuk dia kembali."
Penjelasan Eunwoo benar-benar menorehkan sayatan dalam di hatiku. Harga diriku bagai jatuh begitu saja karena penuturan sang ibu direktur yang begitu dewasa dan legowo dalam menerima keadaan, atau mungkin terlalu polos untuk ku bodohi.
Kalimat Eunwoo berkenaan dengan San yang hanya 'bermain-main' dengan orang ketiga bagai menusuk jantungku dari segala sisi. Oke, mungkin Eunwoo hanya berusaha membuat keadaan terasa sedikit lebih mudah dengan berpikir positif, tapi rasanya aku ingin memberontak dan berlari menuju ruangan San, mempertanyakan keseriusannya tentang tempo hari di Maladewa.
Mungkinkah suatu saat aku akan bernasib sama seperti Eunwoo? Bagai hukum karma, apakah suatu hari nanti aku akan duduk di sebelah Eunwoo, lalu kami berdua tanpa sadar duduk berhadapan dan bercerita pada orang yang soon to be istri San yang ketiga?
"Edith?"
Panggilan dari Eunwoo berhasil membuyarkan lamunanku. "Ya?" jawabku cepat.
Eunwoo mengerutkan dahi, "Kamu mikirin apa?"
Aku menggeleng. "Gak apa-apa, aku baru inget kalau aku belom meriksa berkas revisian dari Yeosang," jawabku berbohong, tentu saja. Mana mungkin aku akan bercerita secara gamblang bahwa aku memikirkan San, pada istri pertamanya??
Yah, walaupun statusku baru 'calon', sih. San juga belum menemui orangtuaku.
"Tadi kamu mau ngomong apa?" tanyaku.
Eunwoo kembali mengetuk-ngetuk meja menggunakan kukunya, "Apa pendapat kamu tentang, yah, simpanan? Apa San keliatan punya salah satunya?"
Mataku membulat. Kali ini, jantungku benar-benar berdetak kencang. Rasanya seperti aku ditelanjangi di depan semua orang.
"Errr, sepertinya enggak. Pak San selalu sibuk, kan?" jawabku hati-hati.
Eunwoo menghela napas, ia kembali menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi. "Yah, kamu bener, emang mungkin gak seharusnya aku mikir yang enggak-enggak tentang San. Aku harus percaya sama suamiku, kan?" ucap Eunwoo, senyumnya terangkat.
Aku membalas Eunwoo dengan senyum canggung yang ku paksakan. Huft, tarik napas, Eunwoo tidak mengetahui tentangku dan San, ia hanya curiga tentang... San dengan orang lain, yang mungkin entah siapa yang ia curigai.
"I wish that I was good enough," Eunwoo bermonolog, kemudian menatap ke arah jalanan dengan sendu, "At least good enough to make him stay."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
note. any thought so far?
yaallah kenapasi ini belom selesai, tapi aku udah kepikiran sequel /ENGGAAAAA
anw apakah kalian sadar kalo dokter seonghwa aku unpub :((