I don't gotta know if you're taken,
I'll just let ya know bedroom's vacant,
No one's gotta know,
Just us and the moon,
Until the sun starts waking up.
Originally written by Penguanlin, 2020.
Aku hanya berdiri dan menatap kosong pintu rumahku yang tak henti-hentinya diketuk oleh sang pemilik hati. Aku belum siap jika hatiku hancur berkeping-keping, meskipun Yeosang telah berulang kali memberiku dukungan moral untuk menyelesaikan semuanya.
"Edith, please, kita omongin baik-baik, ya?"
Aku menghela napas. Aku mengalah, memilih untuk membukakan pintu untuknya. Terakhir kalinya, aku berjanji, meskipun aku tidak tahu apakah nantinya aku bisa berdamai lagi.
"Edith..."
"Ki–kita sampai sini aja. Aku relain kamu kembali ke istri kamu, eventhought I never felt okay," ucapku lirih.
"Kamu ngomong apa sih? Eunwoo mungkin tau tentang kita, tapi bukan berarti kita tiba-tiba berhenti," ucap San.
Aku menggeleng dan berusaha berucap sehalus dan setenang mungkin, meskipun semakin aku berpura-pura tegar, hatiku semakin diremas-remas, "Kamu tau gak, jadi bayi yang ada di perut ibunya itu gak cuma punya hubungan kuat sama ibunya, tapi juga sama ayahnya."
"Stop, Edith--"
"Dan hubungan kuat itu akan semakin mendekatkan ibu sama ayah, secara gak langsung,"
San menyandarkan tubuhnya pada tembok. Ia menutup matanya dan memijat dahinya. Pria itu menghela napas berat, lebih berat dari yang pernah ia tunjukkan di depanku.
"Gak bisakah kita perbaiki semuanya? Demi Tuhan, Edith, aku cinta kamu, aku gak rela kamu pergi begitu aja," ucap San frustasi.
"Cukup, San, mau gimanapun juga, kamu pasti kembali ke istri kamu, apalagi dengan keadaan istri kamu lagi hamil anak kamu. Ini cuma perkara waktu,"
Aku berjalan ke arahnya. Dengan hati selapang-lapangnya, aku melepaskan cincin yang San berikan dari jari manisku, mengembalikannya pada San.
Rasanya berat sekali, aku bersumpah.
"No, no, Edith, simpen aja, ya? Gapapa kalau kamu gak mau make lagi, aku bisa ngerti, tapi please, save it by yours," ucap San.
"Semakin aku dekat sama cincin ini, maka aku gak akan pernah bangkit," aku membuka telapak tangan San dan menyimpan cincin itu pada genggamannya, "Terima kasih, untuk semuanya."
San kembali menghela napasnya. Sejenak, ia terdiam.
"Kamu bener-bener gak mau ngasih kita kesempatan untuk perbaiki semuanya?" tanya San.
Aku menggelengkan kepala. "Gak ada yang perlu diperbaiki, cuma ada yang perlu dihentikan," jawabku.
Aku tidak mampu berpindah cinta, meski statusku hanya 'cintanya yang lain'. Aku tidak mampu berpindah cinta, karena akar yang telah tertanam di hatiku telah mengikat kokoh, menutup semua pintu yang ada.
Hatiku tidak pernah sekuat itu. Di balik penampilan tebalku, aku hanyalah sosok lemah yang berharap akan perlindungan dan kasih sayang yang San berikan padaku.
Aku hanya pelariannya di kala ia bosan, ya, aku tahu itu. Aku hanya kisah pelengkap yang tidak ada artinya, hanya ada untuk meninggalkan noda, ya, aku paham dengan itu.
Cepat atau lambat, semesta akan menarik kami, membuat kami berjalan ke arah berbeda, bagai dua magnet yang memiliki kutub yang sama. Tidak ada yang bisa mengubah takdir yang telah digariskan oleh semesta, sebesar apapun mereka berusaha.
"Sini, peluk aku sampai kamu puas, sebelum kita ulang semuanya dari awal," ucapku, merentangkan tanganku selebar-lebarnya, membiarkan detak jantung yang selalu mengiringi detak jantungku itu kembali bertemu dan bersua untuk terakhir kalinya.
Tanpa ragu, San melangkah mendekat, menyambut pelukku. Perasaanku semakin sesak ketika peluk hangat itu kembali. Sejenak, pikiran egois itu hampir merasukiku.
Akankah aku menemukan pelukan sehangat ini? Jika aku membiarkannya pergi, akankan aku menemukan rumah lain untuk bersarang?
"Baik-baik, ya? Jaga istri kamu, jangan bikin dia nangis lagi, Eunwoo orangnya baik," ucapku, dengan air mata yang mengalir deras di pelupuk mataku, membuat pandanganku kian memburam, "Cukup sampai aku aja, jangan cari orang lain," aku lantas berpura-pura tertawa, "Diduain itu sakit."
"Jaga diri kamu juga, ya? Makasih udah pernah hadir di hidupku, ada banyak pengalaman baru yang aku lalui bareng kamu. Semoga kamu nemuin orang lain yang jauh lebih baik dari aku, aku selalu doain kamu," balas San. "Aku sayang kamu, sayang banget."
Ku akui, hatiku semakin patah rasanya karena San seakan rela untuk melepasku pergi. Sepercik hatiku ingin San tetap bertahan di sisiku, sebagaimana hatiku semakin enggan untuk berpaling semakin aku memeluknya kian erat.
"Edith, before I go, is there some things should I say to make your heart feels better? To make it stop hurting?"
Aku tersenyum, "Sadly, none."
When it starts to replay, my heart starts to break even harder. Eventhought it would take much time to build up another faith for another heart, to open up the door that I've been locked since the past time.
I hope that time can heal, eventhought it would be not.
It's not the end of us, we're just back to start.
As close as the veins, as comfort as the sunlight, but as beautiful as the dear rainbow that exist just for a moment, it would disappear as the time flies. We are the vintage, being a lovely tale in our book.
But as the tale, it ain't exist for real.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.