23: main-main dengan hati

2.6K 437 84
                                    

"Jadi, kita mau ke mana?"

Di kursi sebelah pengemudi, di mobil Yeosang, aku duduk terdiam dengan pandangan mata menatap lurus ke depan, walaupun pikiranku sebenarnya kosong. Di sebelahku, Yeosang dengan lengan kemejanya yang telah ia gulung sampai ke atas siku itu menatapku dengan badan yang juga ia hadapkan ke araku.

"Edith?"

Ya, aku mendengar jika Yeosang memanggil namaku, tetapi pikiranku seakan enggan untuk bereaksi.

Yeosang menghela napas, "Sebut satu tempat, seengaknya aku tau kita harus ke mana. Atau bilang sesuatu, apa kek."

Aku menutup kedua mataku sejenak, berusaha meredam segala emosi yang menerjangku bagai badai.

"Kamu tau kan, Eunwoo ngepergok kita," ucapku pelan, air mataku jatuh, "Satu-satunya yang aku takutin adalah, kalau suatu saat San ninggalin janjinya yang waktu itu. Aku udah terlalu percaya dan sayang sama San, aku gak mau dia pergi."

"Edith," Yeosang menggapai tangan kananku dan menggenggamnya, membuatku menoleh secara reflek ke arah telapak tanganku, "Cinta itu datang dan pergi, maka dari itu jangan terlalu menggantungkan harapan cuma pada satu orang, apalagi Pak San yang notabenenya udah beristri," Pria itu merentangkan jari-jariku dan membuat jari manisku yang terlingkar cincin dari San terlihat sedikit lebih menonjol, "Seberapa banyak janji yang bisa dipegang, cuma dengan cincin ini? Kamu liat Bu Eunwoo, dia dapet segalanya dari Pak San. Status di mata hukum, publikasi, bahkan anak dari Pak San, tapi semuanya gak cukup karena dia masih aja ditinggalin. Sampai sini kamu paham?"

Aku hanya diam sambil memandangi cincinku. Tidak ada hal lain yang melintasi pikiranku, kecuali malam-malam indah yang pernah kami lewati bersama. Ada terlalu banyak jejak yang enggan dihapus, ataupun digantikan. Mereka mengikat kuat di hati dan pikiranku, enggan untuk berpaling dan berpindah.

"Kamu berhak untuk jatuh cinta, sama Pak San sekalipun, tapi kalau konteksnya dia udah berkeluarga, mundur Edith, mundur. Kamu mungkin boleh ngerasa bangga karena kamu satu langkah di depan Bu Eunwoo, istri sahnya Pak San, tapi apa kamu pernah mikir, sekali seseorang berpaling, maka besar kemungkinannya dia bakal ngelakuin hal yang sama. Gak peduli seberapa banyak kata sayang yang dia keluarin, apa kamu pernah tau kalau semuanya tulus dari hati? Omongan manusia itu gak bisa dipegang, bahkan batas sesakral pernikahan aja masih bisa dilewatin," ucap Yeosang lagi. "Kamu boleh main-main dengan hati, tapi harus tau batas, kapan kamu boleh lanjut, kapan harus berhenti. Dari awal, kamu tau kalau semuanya gak sehat, tapi kamu masih maksa lanjutin. Kamu tau konsekuensi hubungan kamu sama Pak San, tapi kamu gak siap dengan kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi. Kamu tau cepat atau lambat, Bu Eunwoo bakal tau, tapi kamu berlaku seolah-olah hal ini gak akan terjadi. Aku gak nyalahin kamu, tapi tolong, untuk saat ini, ayo gunain rasionalitas kamu."

"Sejak kapan cinta itu rasional?" aku menyunggingkan senyum pahit, "Kamu tau, di dalem sana, San ngebela aku di depan Eunwoo. Dia bahkan terang-terangan ngusir Eunwoo, demi aku."

"Ya, untuk sekarang. Aku kira kamu udah paham, kalau Tuhan itu Maha membolak-balikkan hati?" balas Yeosang. "Pak San bisa pergi kapan aja, sama kayak gimana Pak San bisa berpaling dari Bu Eunwoo. Jangan maksain apa yang gak bisa dipaksain, kamu cuma buang-buang waktu dan tenaga."

"Kenangan manis di hari yang lalu, apakah bisa jadi alasan dia untuk kembali?" aku bermonolog, "Tapi aku belum siap kalau San pergi, walaupun yah, ada bagian kecil dari hatiku yang ragu kalau San akan bertahan."

"Memang ada hati yang patah, kalau kamu memutuskan untuk berhenti. Tapi, kalau kamu tetap bertahan, maka ada lebih banyak hati yang patah. Kamu gak mau dimadu, begitu juga sama Bu Eunwoo. Coba posisiin diri kamu sebagai Bu Eunwoo, mempertahankan hubungan itu susah, juga gak pernah ada membenarkan untuk merusak hubungan orang, gak peduli apapun metaforanya. Berhenti, Edith, sebelum semuanya makin kacau,"

Tubuhku sedikit goyah, aku menggenggam erat tangan Yeosang dan kembali menitikkan air mata.

"Aku selalu dengerin cerita kamu kok, jangan pernah mikir kalau kamu sendirian, karena aku selalu ada di sini. Tenangin diri dulu, ya?" ucap Yeosang.

Yeosang merentangkan tangannya, memelukku dari samping. Peluknya mungkin tidak sehangat dan senyaman pelukan San, tapi aku bersyukur masih ada orang yang mau menerimaku dan bersedia untuk mendengar keluh kesahku.

"Biarkan semesta yang mengakhiri ceritanya, kisah unik dengan ratusan rasa dan makna yang belum sempat terungkap,"

"Biarkan semesta yang mengakhiri ceritanya, kisah unik dengan ratusan rasa dan makna yang belum sempat terungkap,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

note.
yaudah iya karena bentar lagi selesai, aku ngebut selesaiin dulu wes

Sweet Chaos ➖ATEEZ San [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang