I don't gotta know if you're taken,
I'll just let ya know bedroom's vacant,
No one's gotta know,
Just us and the moon,
Until the sun starts waking up.
Originally written by Penguanlin, 2020.
Setelah perjalanan panjang yang hampir membuatku merasa seperti kehilangan kemampuan menumpu pada kedua kakiku serta guncangan tiada akhir ketika kami menunggangi speed boat menuju resor, semuanya terbayar dengan pemandangan indah Maladewa di depan mata. Deru ombak serta aroma pantai menyeruak begitu saja, seakan menantangku untuk berenang keliling resor.
Aku merentangkan kedua tanganku dan menjatuhkan diri ke atas kasur. Ah, nikmatnya merasakan kasur. Andai ketenangan surgawi ini bisa ku rasakan setiap hari.
Di depan pintu kamar, San menggelengkan kepalanya sambil menggeret koper kami. Kami hanya membawa satu koper besar yang kami gunakan berdua. Seperti yang San ucapkan tempo hari; tidak perlu membawa terlalu banyak barang.
"Aku yang mau liburan, kenapa jadi kamu yang rebahan?" tanya San.
Aku mengguling-gulingkan tubuhku, "Capek, tau. Aku juga butuh liburan, kamu kan ngerepotin."
San naik ke atas kasur, bergabung denganku, dan memeluk tubuhku dari samping. Aku mendekatkan tubuhku padanya dan bersender di dadanya.
"Aku ngerepotin? Eunwoo kali yang ngerepotin," San terkekeh, "Nikah siri aja yuk, capek aku ngurusin Eunwoo."
Aku mencubit pinggang San, "Enak aja kamu ngomong! Aku gak mau ya sampe istri kamu nangis-nangis di depan rumah, repot."
"Aw, sakit!" rintihnya, "Yaudah, aku jadiin istri kedua aja, gimana? Kan kamu akur sama Eunwoo."
Aku mendorong San menjauh. Aku mengerutkan dahiku, "Kamu berenang aja sana. Kamu kurang piknik, jadi ngaco banget."
"Siniii, aku mau peluuk," San kembali menarik tubuhku mendekat dan memelukku erat, mengunci pergerakanku, "Aku serius, sayang, aku mau nikahin kamu," ia mengecup dahiku dan menatapku tepat di mataku, "Kamu mau kan?"
Aku mengetuk-ngetukkan jari telunjukku di daguku, "Mau gak ya? Gak mau ah, kalau jadi nomor dua."
"Loh, gapapa dong. Nih ya, di mana-mana tuh, istri muda yang paling disayang," ucap San, mudah saja ia berdalih, "Tapi kalau kamu gak mau jadi yang nomor dua, gampang lah, bisa diatur."
Aku membulatkan mataku, kemudian terkekeh. "Apanya yang diatur? Gimana istri kamu?"
"Eunwoo masalah gampang lah, lagipula aku gak pernah cinta sama dia, gampang aja buat pengadilan. Juga, kan aku yang bisa gugat cerai," jawab San. "Abis itu, kita nikah deh."
Aku mencibir San, "Gampang banget ya, kayak lagi mainan monopoli."
"Iya, kamu sih monopoli cintaku," ucap San cringe. Rasanya aku ingin tertawa keras mendengar ucapannya.
"Geli," ucapku singkat.
Tangan San yang tadinya hanya diam memelukku, kini bergerak naik turun, membelai lembut rambutku. Hoam, usapan lembut San membuatku semakin mengantuk.
"Kamu mau dilamar di mana? Paris? Seoul? Vienna? Atau mau di Venice?" tanya San. "Mau cincin yang kayak gimana?"
Aku menutupi wajahku dengan kedua tanganku. Wajahku pasti sudah memerah.
"Ditanyain malah ngumpet, gimana sih? Jawab dong, sayang? Atau mau aku yang pilih biar surprise?" tanya San lagi.
"Sst, udah deh, diem," ucapku pelan.
Astaga, aku bahkan hampir tidak bisa menyembunyikan senyum lebarku dari balik telapak tanganku. Entah pria itu serius atau tidak dengan ucapannya, tetapi hatiku sudah melayang begitu saja.
"Ya udah deh, gak usah dijawab. Aku aja yang ngatur, biar surprise," ucap San. "Inget ya, mau dilamar, jangan aneh-aneh sama Yeosang."
Aku menurunkan telapak tanganku dari depan mukaku. Aku menatapnya datar, mengapa tiba-tiba jadi Yeosang?
"Kok Yeosang? Apa hubungannya?" tanyaku seraya mengerutkan dahi.
"Kamu deket banget gitu sama Yeosang, aku cemburu tau," jawab San, ia mengerucutkan bibirnya.
"Aku sama Yeosang cuma temenan biasa. Masa sama temen satu kantor gak akur sih," balasku, "Lagian, tuh bawahan kamu pada julid semua, cuma Yeosang yang gak julid."
San menyunggingkan alisnya. "Oh ya? Kamu dijulidin sama mereka? Waah, minta dipotong gaji," ucap San, "Bikin daftar siapa aja yang kamu gak suka, abis itu aku oper ke keuangan biar potong gaji."
"Jangan gitu!" seruku panik, bisa panjang masalahnya jika San bertindak seenaknya lagi, "Gak, gak, sejauh ini aku masih baik-baik aja, maka dari itu fungsinya Yeosang biar aku ga kebablasan."
"Atau biar kita ga terlalu jauh," ucapku lirih, selirih-lirihnya.
"Hah?" tanya San.
Aku menggeleng, "Enggak. Ngantuk ah, aku mau tidur."
Aku kembali memutar tubuhku, memosisikan tubuhku senyaman mungkin dalam dekapannya. Aku suka ada di posisi ini, dengan San sebagai malaikat pelindungku.
Aku tidak bisa berbohong jika aku berharap ada sebuah kemajuan dalam hubungan terlarangku dengan San. Kami mencintai satu sama lain, bukanlah hal yang salah 'kan jika kami memutuskan untuk hidup bersama?
"Kamu yakin mau tidur? Nanti ketinggalan sunset loh," ucap San. "Masa mau ngelewatin sunset pertama?"
"Nonton sunset-nya di mimpi aja," jawabku asal. "Istirahat dulu aja lah, kamu juga hectic banget kan kemaren."
"Iya deh iya, tuan puteri," balas San.
drrrt drrrt!
Sebelum aku jatuh ke alam mimpiku, dering ponsel San langsung menginterupsi kami. Aku melirik pada San, pria itu terlihat kesal sekali.
Dan ketika ia melihat layar ponselnya, wajahnya langsung berubah masam.
"Siapa?" tanyaku.
"Eunwoo," jawabnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
note. ateez pake pelet apa sih, susah bener lepasnya
ah ya, alurnya ngegas aja lah ya biar cepet selesai:(