Terhitung sudah hari ketiga semenjak aku memilih untuk menjaga jarak dengan Sanㅡmeskipun toh tidak ada bedanya, karena mejaku tetap berada di depan ruangannya dan aku tetap mondar-mandir masuk untuk meminta tanda tangan atau sekadar mengingatkan jadwal meeting. Bolak-balik San mencoba untuk mengajakku mengobrol, tetapi aku terlalu tidak mood untuk membaur dengannya.
Pintu ruangan San tiba-tiba terbuka, membuatku otomatis menoleh ke arahnya. Mata kami bertemu, dalam hati aku sedikit berharap jika San akan memberitahuku ke mana ia akan pergi.
Namun, nihil, ia berlalu begitu saja, tanpa sepatah kata pun ia tinggalkan. Oke, mungkin San boleh balas dendam jika ia marah karena aku terus diam, tetapi sesuai regulasi pekerjaan, seharusnya ia mengatakan sesuatu jika akan pergi!
Ah, persetan dengan rencanaku yang akan mendiamkan San selama berhari-hari, aku berhak untuk ingin tahu. Aku mengeluarkan ponselku secepat kilat dan mengetikkan 'ke mana?' di ruang percakapan kami. Ayo, balas pesanku, San.
Lima menit, sepuluh menit, tak ada tanda-tanda bahwa pria itu online. Ah, berpikir positif lah, Edith, mungkin San masih berjalan ke mobilnya.
Fukk, aku tidak tahan lagi. Aku bangkit dari kursiku, entah ke kantin atau ke pantry, yang jelas aku ingin pergi sebentar.
Aku mampir ke meja Yeosang. "Pantry," ucapku singkat, kemudian berlalu ke lift.
Tidak akan ada karyawan di pantry di jam-jam seperti ini. Kalau ada pun, aku akan mengusir mereka, aku tidak peduli.
Aku mempercepat langkahku setelah lift terbuka di lantai lima. Dengan dorongan yang sedikit keras, aku membuka pintu pantry dan benar saja, tidak ada siapa-siapa di sana. Barangkali mereka menghindari pantry ini karena aku atau Yeosang terlampau sering mampir.
Aku bersandar setengah duduk di tepi meja sambil mataku menatap lekat ruang obrolanku dengan San. Pria itu online, ia bahkan sudah membaca pesanku, tetapi mengapa ia tidak kunjung membalas pesanku??!
Tunggu, status pria itu berubah menjadi 'mengetik'.
'Nemenin Eunwoo periksa ke dokter kandungan. Maaf, sayang, maaf.'
Aku tertawa miris. Pantas saja, ia tidak berani berkata ke mana ia akan pergi, atau bahkan sekadar bertatap mata sedikit lebih lama denganku.
"Iya, gak apa-apa, selingkuhan harus sadar diri, kan?" aku bermonolog.
brakkk!
Dengan emosi yang sudah mencapai puncak kepalaku, aku membanting kasar ponselku ke sudut pantry. Tak peduli jika ponselku berbenturan dengan meja jati yang keras, atau tembok barangkali. Tak peduli jika ponselku hancur berkeping-keping, toh aku masih bisa beli yang baru.
"EDITH!!"
Suara Yeosang. Aku berbalik menatapnya, pria itu menutup pintu pantry rapat-rapat dan berjalan secara tergesa-gesa menghampiriku.
Aku menundukkan kepalaku dan kembali tertawa miris. "Kamu tau, dia pergi ke mana? Ke dokter kandungan, Yeosang. DOKTER KANDUNGAN?!!" seruku, tak peduli jika ada orang di luar yang mendengar teriakanku.
Yeosang meraih ponselku dan meletakkannya di depanku, di atas meja. "Duduk dulu, tenangin diri kamu," ucapnya.
"Tenang, kamu bilang? Gimana aku bisa tenang?! Oke, aku tau kalau posisiku emang gak ada apa-apanya dibandingin Eunwoo, tapi gimana dia pergi tanpa pamit?!" balasku seru.
Aku mencengkram erat dahiku, sedikit menjambak rambutku sendiri. Mana San yang kemarin berkata akan mengugurkan calon anaknya? Calon anak yang selama ini ia tunggu-tunggu untuk mewarisi kekayaannya?
"Edith, udah, tarik napas, oke? Gak enak kalau kedengeran karyawan lain," ucap Yeosang.
Yeosang meraih bahuku dan mengarahkanku untuk duduk di kursi, kemudian ia duduk di sebelahku. Tangan kanannya tetap berada di bahuku, seakan menopangku yang menunduk semakin dalam dan larut dalam air mata.
"Aku gak mau kalau San balik ke Eunwoo lagi, Yeosang. Aku gak mau, sampai kapan pun aku gak mau," ucapku lirih, "Aku tau, aku gak seharusnya berdoa yang aneh-aneh karena gimana pun, Eunwoo tetep istri sahnya. Tapi aku, kita udah pergi sejauh ini, hatiku udah jatuh sedalam ini, aku gak akan rela kalau dia pergi tiba-tiba."
Yeosang diam, tetapi tangan kanannya tak henti-hentinya menepuk bahuku. Ia mungkin sudah kehabisan kata-kata untuk menasihati diriku yang bebal ini, atau barangkali ia terlalu berpihak pada Eunwoo, sampai-sampai tidak bisa berkata apapun untuk menghiburku.
"Tentuin keputusan kamu, Edith. Kamu punya sembilan bulan atau seenggaknya sampai bayinya lahir dan tumbuh agak besar buat mastiin kalau kalian tetap mau bersama. Yah, keputusan ada sama kamu," ucap Yeosang.
Aku menyeka air mataku dan menatap ponselku. Layarnya terlihat bergaris-garis, barangkali hanya anti goresnya yang pecah, aku tidak peduli.
Bersamaan dengan itu, ternyata layar ponselku bisa menyala dan menampilkan panggilan masuk dari San. Aku terkekeh, ternyata ia masih ingat denganku, bagus lah.
Aku menoleh pada Yeosang. Pria itu menyunggingkan alisnya, "Silahkan kalau kamu mau angkat."
Alih-alih mengangkatnya, aku justru me-reject panggilan itu berkali-kali, begitu pula dengan San yang tak henti-hentinya membombardir ponselku, entah dengan pesan atau dengan telepon. Aku mengalah, aku tetap menjawab panggilannya.
"Sayang, maaf, Eunwoo tiba-tiba ada di lobi. Aku minta maaf, abis ini kita pergi, ya?" ucap San dari seberang sana. "Edith? Jawab aku? Aku minta maaf, sayang, Eunwoo maksa aku untuk pergi."
"Take your time," ucapku singkat, kemudian mematikan panggilannya secara sepihak.
Aku mematikan daya ponselku dan menelungkupkan kepalaku ke atas meja. Huft, bertahanlah Edith, ini baru awal, semuanya akan mudah jika kau bisa menyikapinya dengan baik.
"Edith," Yeosang mengerutkan dahinya dan menunjukkan ponselnya yang terlihat ada panggilan masuk dari San, "Aku lagi yang kena."
tuh aku kasih fotonya pak direktur
anw sudahkah kalian cek chapter terbaru di way back home?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Chaos ➖ATEEZ San [✔]
Fiksi PenggemarI don't gotta know if you're taken, I'll just let ya know bedroom's vacant, No one's gotta know, Just us and the moon, Until the sun starts waking up. Originally written by Penguanlin, 2020.