0:8

382 61 11
                                    

Kwon Jiyong, pria berumur baru menginjak 17 tahun itu harus merasakan lelahnya seperti yang orang tua dimana lelahnya bekerja dan mendidik anak-anaknya. Terlebih lagi anak-anaknya nakal bukan main. Itulah ibarat yang cocok untuknya. Seorang siswa yang harusnya  bersenang-senang tanpa memikirkan sebuah tanggung jawab, tapi tidak untuk dirinya yang memilih membentuk karakternya semuda mungkin untuk kelak di masa depan.

Tapi lagi-lagi, siswi bernama Jieun dan Jean itu membuat ia pening bukan main. Dia sampai tak habis pikir kenapa mereka bisa senakal itu, apa isi otak mereka yang menurut Jiyong mereka pasti tidak memikirkan masa depan mereka.

"Jean? Besok kau ingin menjadi apa?" tanya Jieun menatap Jean serius.

"Jadi tuan tanah. Ah millyader juga boleh. Jika bisa aku ingin menjadi ratu. Kalau kau?"

"Hmm.. Apa ya? Entahlah."

Sekiranya itu cuplikan yang Jiyong bayangkan. Kembali lagi ke Jiyong yang kini menghela nafas kasar ketika didepan pintu rumahnya sendiri. Jujur, Jiyong bosan melihat wanita rambut ungu itu terus-terusan, tidak di sekolah tidak dirumah sama saja. Sedikit terlintas dipikirannya dia ingin menyewa semacam kos-kosan saja dibanding di rumah harus kembali menghadapi Jieun.

Tapi ia masih perlu dan ingin merengek ke ibunya. Masih ingin bermanja-manja dengan ibunya. Demi apapun Jiyong cinta ibunya sangat.

"Aku pulang~" seru Jiyong masuk dengan malas. Sampai di ruang tengah langkahnya terhenti ketika melihat seseorang yang tengah berdiri, tersenyum lebar ke arahnya.

"Hello Jiyong?!" sapa orang tersebut perlahan membuat Jiyong menarik sudut bibirnya. Jiyong tersenyum dengan kedatangan seseorang yang sangat ia rindukan.

"Not hug for me?" tanyanya membuat Jiyong tersenyum lebar dan mendengkus. Berbeda dengan seseorang di depannya itu yang langsung memeluk Jiyong senang.

Sorenya Jieun pulang dengan keadaan lusuh, wajahnya kusut hingga tak mempedulikan kedua orang yang tengah duduk di sofa tengah memperhatikan Jieun sampai masuk kekamarnya. Tak ada sapa, hanya langsung masuk begitu saja.

"Hei Ji?" panggil seseorang disamping Jiyong yang masih mengamati pintu kamar Jieun yang sudah tertutup.

"Hm." Jiyong menyahut dengan deheman.

"Itu si badung yang tinggal di sini sementara ya?" tanyanya lagi.

"Hm."

Tiba-tiba ia menyunggingkan senyumnya, "Bagus jika begitu." ucapnya membuat Jiyong langsung menoleh.

"Kau jangan macam-macam!" peringat Jiyong kepadanya. Jiyong tahu betul tabiat pria di sampingnya ini, apalagi jika sudah tersenyum seperti tadi. Itu menjijikan untuk Jiyong, otaknya tidak pernah sinkron.

"Hei, bukannya lebih bagus jika mengajaknya main keluar? Ayolah Ji, kita harus menyambut kedatanganku malam ini dengan anak-anak."

"Tidak." tolak Jiyong tegas.

Matthew mendengkus,"Ya sudah berarti kau setuju aku mengajak dia."

Jiyong melotot,"Sialan. Jangan coba-coba, kau tahu jika dia kena masalah aku kena imbasnya bodoh."

"Ya makanya kau ikut, jika kau ikut aku tidak akan melibatkan dia. Oke, ya?" bujuk Matthew membuat Jiyong membuang nafasnya kasar.

"Akan kupikirkan. Tapi jangan sekali-kali kau berpikiran mengajak dia."

Matthew tersenyum lebar, "Harus. Pokoknya nanti malam. Ah iya dan aku akan bersekolah di sekolahmu sampai lulus. Lalu pulang lagi ke Jerman."

Jiyong kembali menoleh,"Apa kau bilang? Tidak. Kau lebih baik pulang saja sana. Kau merepotkan."

[ABOUT THE TIME] °FinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang