Masa putih kedua tak polos lagi. Putih membiru kala diri menemukan cinta pertama di masa ini. Arthawidya, gadis pecinta basket yang bertemu cinta pertamanya di klub basket Sekolah Menengah Pertamanya. Terlalu cepat? Mungkin iya, bagi kedua orang tua. Padahal sejak SD, Artha selalu mendapat surat cinta setiap tahunnya. Hanya saja, surat itu ia buang seketika agar ayah dan mama tidak melihat. Artha tidak pernah tahu bahwa cinta pertamanya adalah tetangga di komplek rumah. Mereka terpaut jarak tiga puluh rumah. “Dia itu sederhana. Fisiknya biasa dibanding pria lain, tapi aku tau kalo dia bukan cowok yang suka main rasa. Dan ya, dia tinggi. Aku suka cowok yang tinggi.” Jawaban pertama Artha tentang cinta pertamanya. “Kisahnya dimulai pada...”
20 Juni, 2014.
03.00 PM
Matahari sedang bermurah hati. Menyorot seluruh dunia tanpa dibiarkan terkena suhu rendah. Siluet seorang gadis remaja melompat-lompat di kamar lantai dua terlihat dari taman rumah milik keluarga Wijaya. Mang Wajen, tukang kebun yang melihat pun tersenyum mengetahui sang nona bahagia. “Non Artha lagi seneng, pak.” Wijaya menutup koran. Sang tuan baru sadar bahwa puterinya itu terlihat sedang bahagia walau hanya dari siluet saja. “Tabungan sekolah udah cair mungkin mang.” Tawa ringan pak Wijaya bercampur dengan milik mang Wajen.
Arthawidya sedang berbahagia. Hatinya berdebar kemana-mana. Kau tahu sebabnya? Ia menyatakan rasa kepada cinta pertamanya.Hes, aku mau ngasih tau sesuatu.
5:00 PMAda apa?
5:03 PMAku suka sama kamu..
5:04 PMGue udah tau.
5:05 PMDari kapan?
5:06 PMUdah lama.
5:07 PMTerus gimana?
5:08 PMTerserah.
5:09 PMKamu mau jadi pacarku?
5:10 PMIya mau. Tapi jangan bilang siapa-siapa ya.
5:11 PMKenapa?
5:12 PMNanti lo jadi bahan gosip satu sekolah.
5:13 PMIya, oke.
5:15 PMTepat saat itu, dua insan berbeda nyata menjadi sepasang romansa bersiap untuk menabur warna pada setiap kertas putih mereka. Artha akan menjalani hari bersama sang cinta pertama, Maheswara (Mahes).
Mahes adalah salah satu pemain basket terbaik di sekolah. Ia merupakan anggota tim inti klub basket SMAN 2 Naunan. Prestasinya sudah tidak diragukan lagi. Mahes kini bukan lagi siswa SMP. Melainkan sudah duduk di bangku SMA. Sehingga dirinya sudah jarang ke sekolah.
Mahes bukanlah anak orang kaya. Ia juga berpenampilan biasa saja. Kelebihannya adalah selalu berkata jujur jika ditanya. Mahes sangat menghargai teman-temannya. Dia adalah si sederhana yang tidak pernah luntur tampannya menurut Artha. Mahes adalah bahagia untuk Artha.Satu hari sebelum ulang tahun Mahes.
Latihan basket dimulai sedikit lebih lambat karena pelatih baru tiba dari Technical Meeting Younger Cup yang akan datang. Ya, Artha dan timnya akan mengikuti perlombaan bulan depan. “Mahes, kamu datang.” Pelatih tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. “Mampir sebentar pak sebelum berangkat latihan di SMA.” Mahes tersenyum menyalimi pelatih. “Bagus Mahes, lanjutkan.” Pelatih menepuk pundak Mahes.
“Tha, besok ulang tahun Mahes.” Sandra menghampiri Artha. “Tau dari siapa?” Artha mengernyit. “Semua anak basket juga tau, Tha.” Sandra mengambil air mineral botol dari tasnya. “San, temenin aku begadang ya.” Sandra melongo. “Hah? lu mau apa?” Artha mendekat. “Aku mau jadi first people buat Mahes tahun ini.” Sandra mengangguk tanda setuju. “Sms gue aja.” Sandra berlalu. Artha segera menyiapkan kata-kata untuk tengah malam nanti. Kata-kata yang tidak akan Mahes lupa walau semenjak pacaran sikapnya tidak ramah pada Artha.
Karena minggu depan Ujian Nasional, Artha setidaknya harus belajar agar hasilnya tidak mengecewakan. Artha juga ingin membuktikan kepada Mahes bahwa Artha cukup pintar untuk menjadi pacarnya. Senandung tidak berhenti keluar dari mulut Arthawijaya saking senangnya. Saking ingin cepat-cepat mengucapkan selamat kepada Mahes yang akan berulang tahun tengah malam nanti.
Drrtt... drrrtt.. drrrttt...
07.00 PM
Calling Masuk..
Mahes.“Mahes? Ngga biasanya.” Meskipun senang, Artha tidak menjawab telepon dari Mahes. Ada yang tidak beres menurutnya. Ada sesuatu yang terjadi? Mungkin saja. Getaran selanjutnya adalah pesan dari Mahes.
Lagi apa?
7:01 PMLo sibuk?
7:02 PMNgga, ada apa?
Udah makan?
7:03 PMUdah
Ada yang mau gue sampein.
7:05 PMApa?
7:06 PMMaaf Tha, gue mau putus.
7:07 PMKenapa tiba-tiba?
Kamu ngga nyaman sama aku?
7:10 PMIya, maafin gue.
Semoga lo nemuin sosok yang lebih baik dari gue.
7:11 PMAku minta kamu janji satu hal.
7:12 PMApa?
7:12 PMKita ngga boleh putus komunikasi.
7:13 PMYa, gue janji.
7:14 PMMalam itu, panas berubah menjadi dingin terparah. Nyeri teramat mengikat diri dalam tajamnya panah menari. Rencana-rencana Artha telah hilang sejak detik perpisahan. Jerit terdalam adalah ketika diri patah untuk pertama kali karena cinta yang baru dikenali. Sakitnya tidak akan hilang sampai nanti. Mengikhlaskan bukan berarti lupa akan sakitnya mencintai setinggi langit tanpa ditemani.
Artha tidak tahu apa kesalahannya sampai Mahes memutuskan hubungan dengannya. Artha tidak mengerti mengapa ini terjadi terlalu cepat? Ketika angan dan harapan sedang berada di puncak tertinggi dan semudah itu dijatuhkan tanpa persiapan diri.
Artha pamit tidur lebih dulu kepada kedua orang tuanya. Pintu kamar ia kunci cepat. Dan Artha baru menangis setelah susah payah menahan selama tiga puluh menit di ruang keluarga.
Bagaimana bisa ia merasa hancur sekali? Artha tidak mau lemah karena hal ini. Artha semakin tidak berdaya tatkala melihat foto seorang gadis yang lebih dewasa darinya dipajang oleh Mahes di akun sosial medianya. Komentar pun dipenuhi oleh teman-teman Mahes. Mereka menggoda Mahes dan mengatakan bahwa gadis itu sangat cantik.
Kau tahu? Rasanya seperti tertusuk belati berulang kali. Perih ingin diobati tapi tidak bisa kau sentuh dengan jemari. Artha terduduk di lantai memperhatikan perbuatan Mahes di malam menuju ulang tahunnya. Artha tidak tahu, Mahes bisa sekejam itu.
Matahari sedang mencoba menghangatkan hati Artha. Tidak ada senyuman sejak malam menyakitkan. Artha harus menahan diri untuk tidak mencampuri urusan pribadinya dengan klub basket. Ia harus tetap mengikuti latihan meski ingin menolak. Matanya belum siap menerima untuk melihat Mahes lagi.
Cahaya meredup seketika. Angin berhembus lebih kencang seperti akan terjadi badai. Benar memang, Mahes sebagai badai datang untuk ikut berlatih juga. Betapa tidak beruntungnya Artha harus bertemu dengan sosok jahat perusak jiwanya.
“Lo ngga ikut main?” Mahes mencoba berbasa-basi. “Males aja.” Artha menjawab sekenanya sambil tersenyum tipis. “Kenapa lo ngga bales semalem?” Dia mau bikin aku patah lagi, pikir Artha. “Pulsa abis, maaf.” Artha mencoba tenang. “Lo tau? Gue khawatir sama lo.” Mahes mengakhiri pembicaraan, bergabung dengan teman-teman yang lain. Khawatir macam apa? Dia yang bikin aku patah. Terus, dia juga khawatir? Sebenernya serius ngga sih minta putus? batin Artha.
Inilah yang ditakutkan Artha. Mahes memegang janjinya tanpa tahu Artha bisa semakin jatuh karena janji yang ia buat sendiri. Satu-satunya cara yang Artha pikirkan saat ini adalah memblokir akun Mahes. Dan Artha melakukannya. Tapi ia lupa bahwa Mahes tidak akan pernah keluar dari zona nyaman seorang Arthawidya.
Please kasih bintang dan komen ya biar author bisa memperbaiki kesalahan dan semangat nulisnya💓
Thank you my readers!❤
KAMU SEDANG MEMBACA
SEBALIK
Teen FictionHidup tidak selalu sejalan. Mencintaimu pun bukanlah sebuah keinginan. Sebab, patah hati menjadi sebuah keharusan yang ku dapatkan. Karena denganmu, tinta beracun yang ku temukan. Namun, seperih apapun tetap saja bahagia harus ku cipta bukan? -Artha...