Artha kembali dari dapur membawa soda pesanan Mahes. Dengan senang hati, Mahes menyesap minuman yang enaknya tiada tara. Apalagi yang membuatkannya adalah Artha, pujaan hatinya. "Jadi, syukurannya seru ngga?" Artha sengaja menyinggung hal itu. Ia dengan cermat memperhatikan ekspresi Mahes sedikit ragu. "Seru. Tapi ngga seseru sekarang." Mahes tersenyum dibalik gelas. "Kalo sekarang serunya kenapa?" Artha mengernyit. "Karena ada lo. Karena soda bikinan lo." Artha menutupi wajahnya yang merah padam karena gombalan Mahes. "Gue suka kalo liat lo blushing gitu." Mahes tertawa ringan. Hanya saja, Artha tidak benar-benar menikmati kala kebohongan tercetak jelas di wajah Mahes. secercah ketakutan hinggap pada diri Artha.
"Gue sampe malem di sini." Mahes memberitahu. "Kamu serius?" Artha tidak bisa menyembunyikan rasa senang. "Iya, gue bakal bantuin lo ngerjain tugas sekolah yang kelewat karena perawatan." Mahes mengambil salah satu buku paket Artha, mulai mengerjakan. "Makasih doi. Akhirnya romatis juga." Artha meneguk jus jeruk. "Berarti Niana sama Agi juga sampe malem di sini?" Mahes mengangguk sambil tetap fokus pada soal-soal. Artha sangat bersyukur karena Mahes mau menyempatkan waktunya untuk menemani dan membantu Artha. Ternyata benar, Mahes sudah berubah. Tidak ada lagi seorang Mahes yang cuek. Tidak ada lagi seorang Mahes yang suka mematahkan angan Artha.
Menjelang malam, Artha bersantai bersama Mahes, Agi dan Niana dengan duduk lesehan menghadap kolam ikan serta langit agar leluasa melihat awan hitam walau bintang sedang menggelap. Agi dan Niana sukarela memanggang sosis dan cemilan lainnya karena mereka suka memasak. "Jadi, sejak kapan kamu deket sama Agi?" Artha sudah lama ingin menanyakan hal ini. "Waktu Technical Meeting Kejuaraan Nasional, gue sama Agi ngga sengaja duduk sebelahan terus ngobrol dan tau kalo dia itu pacar Niana." Artha ber-oh ria. "Kamu sama Ganendra akur?" Artha membayangkan kekasihnya dengan mantan kekasihnya serumah dan bersaudara membuatnya bergidik. "Sekarang baru akur. Kita serumah waktu masih kecil. Terus ibu bawa gue pindah rumah, pisah sama mamah Givana dan Ganendra." Mahes tersenyum tipis mengingat masa kecilnya bersama Ganendra.
"Waktu Ganendra tau yang sebenernya, perlakuan dia sama kamu gimana?" Artha mengintrogasi. "Gue belum sempet ketemu. Gue ketemu pas dia siuman dari koma." Mahes menghembuskan napasnya. "Lo tau Tha? Gue ngga mau nyalahin papah atas aib keluarga. Sekarang pun, dalam keadaan terberat sekalipun gue berusaha buat ngga nyalahin papah." Mahes tahu jalan cerita terbentuknya keluarga Narendra. Dia ingin memaafkan tapi tidak mudah. "Papah bakal berterima kasih banget karena anaknya kuat. Papah bakal bahagia di sana karena punya anak sebaik kamu." Artha menatap Mahes mencoba menyemangati. "Ya, ini semua berkat sikap ibu yang nurun ke diri gue. Beruntung banget gue ngga ngewarisin sifat papah." Mahes tersenyum lega. Tanpa Artha sadari, tangan kanan Mahes memegang pinggang belakang bagian kiri, menahan sakit.
"Mateng nih cemilannya. Sosis lo gede Tha. Mantep banget." Niana langsung mencomot hasil panggangannya bersama Agi. "Makasih couple chef." Artha mengambil dua sosis, menghitung Mahes. Agi tertawa keras karena Niana makan tidak rapih. Saus dan bumbu panggang menghiasi sudut bibirnya. "Ni, kamu kapan sih makan ngga celemotan?" Artha terkekeh sembari memberikan tisu. "Emang gue belepotan?" Mahes memberikan ponselnya sebagai cermin agar Niana bisa memandang wajahnya. "Anjir muka gue." Niana mengelap noda dengan kasar. "Ngga jadi gue ngajak lo dinner." Agi mendapat lempara tisu bekas Niana sebagai respon.
Waktu suka sekali berlalu dengan cepat. Tidak bisa dijeda atau dihentikan sebentar saja. Artha tahu masih banyak waktu untuk membuat cerita dengan Mahes. Tapi, perpisahan tidak pernah menyenangkan walau sebentar. Akan selalu ada rindu didalamnya. "Gue pamit ya." Mahes mencubit hidung Artha gemas. "Iya, makasih. Hati-hati ya. Salam buat ibu." Mahes mengangguk menahan ringisan. "Makasih Tha, gue sama Niana juga pamit." Agi merangkul Niana. "Besok gue bawa buku Biologi sama Matematika." Artha mengangguk lesu, menyadari tugasnya masih banyak. "Ngga usah lesu lo. Jelek." Niana terkekeh lalu memasuki mobil Mahes. Artha melambaikan tangan saat mobil Mahes melewatinya menuju gerbang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEBALIK
Teen FictionHidup tidak selalu sejalan. Mencintaimu pun bukanlah sebuah keinginan. Sebab, patah hati menjadi sebuah keharusan yang ku dapatkan. Karena denganmu, tinta beracun yang ku temukan. Namun, seperih apapun tetap saja bahagia harus ku cipta bukan? -Artha...