GAGAL

0 0 0
                                    

Semenjak pagi, Mahes betah berlama-lama di perpustakaan sekolah. Tidak ada yang lebih baik dari menyendiri ketika pikiran sedang kalut. Wildan tak sengaja melihat sang kapten. Sebagai anggota tim dan teman, sudah seharusnya ia berada di samping Mahes. “Lo ada masalah, Hes? Kusut banget kayaknya pikiran lo.” Wildan memang  terkenal pengertian. “Lo tau kan gue putusin Artha karena apa? Tapi, gue ngerasa cara gue salah.” Ya, Wildan tahu maksud Mahes. Serba salah memang keadaanya. “Prinsip hidup lo itu jujur, Hes. Kenapa ngga coba jujur aja?” Mahes menggeleng pelan. Mengakui rahasianya kepada Artha dirasa terlalu sulit. “Gue selalu ngecewain dia, Wil.” Mahes menunduk.

“Lo rela Artha dimainin Ganendra? Kita semua tau Hes sebangsat apa Ganendra memperlakukan cewek. Bisa aja kan? Artha korban selanjutnya dan bakal bernasib kayak Hanna.” Wildan benar. Jika Mahes tidak menghentikan Artha sekarang, ia malah akan membiarkan Ganendra mencelakai Artha seperti Hanna yang dinodai Ganendra karena nafsunya. Tapi, bagaimana caranya? Mahes tidak bisa jujur saat ini. Belum saatnya Artha mengetahui yang disembunyikan selama ini. “Gue bisa pantau Artha dari jauh.” Mahes mencoba sebisanya. “Oke. Tapi kalo lo kehilangan jejak Artha, abis lo Hes.” Wildan  pergi meninggalkan Mahes. Wildan kira usaha meyakinkan Mahes sudah cukup. Mereka hanya bisa berdoa setelahnya.

Artha pergi ke kantin bersama Niana saat bel istirahat berbunyi. Tiba-tiba, pikirannya melayang pada pin BBM yang Ganendra berikan kemarin. Artha mencoba untuk menambahkan. Dugaan Artha benar, ada nama seorang perempuan di status Ganendra. Nama yang asing, sudah pasti Artha tidak mengenalinya. “Lo kenapa Tha? Bengong gitu.” Artha segera off dari BBMnya. “Gapapa kok.” Niana tahu apa yang dilakukan Artha sebenarnya. Tidak ada ide ataupun cara untuk membuat Artha berhenti.

Drrrtttt.

Pulang jam berapa?

Siangan, jam 2.

Gue jemput.

Mau apa?

Kita jalan.

Bel masuk terdengar di seluruh penjuru sekolah. Pelajaran segera dimulai kembali. Artha bergegas menuju kelas bersama Niana. Pikirannya kembali pada Ganendra. Artha harus bisa menjaga diri jika dekat dengan teman sang mantannya itu.

Ganendra menunggu Artha warung mak Na. Hujan mulai turun ketika bubaran sekolah. Artha berlari menuju warung mak Na. Sesampainya di warung, tampaknya Ganendra sedang asyik bertelepon dengan selingkuhan lainnya. “Iya sayang, nanti malem gue jemput.” Mak Na yang mengetahui situasi tiba-tiba menjatuhkan ulegan agar Ganendra sadar. “Gue tutup telponnya.” Lantas, Ganendra tidak sengaja menatap netra cokelat milik Artha. Tidak ada ekspresi.

Artha langsung beralih ke mak Na. “Mak gapapa?” Mak Na hanya tersenyum sambil menggeleng pelan. “Jadi mau kemana kita hari ini?” Ganendra merangkul Artha. “Mau pulang.” Artha mencomot gorengan satu. “Mak, duitnya Artha taro di bawah nampan.” Mak Na mengangkat jempol dengan maksud mengiyakan. “Lo ngga bisa pulang gitu aja. Pergi ke tongkrongan gue dulu.” Sudah jengah, Artha hanya diam tidak mengatakan apa-apa.

SXCLUB

Apa-apaan ini? Ganendra mengajak Artha ke sebuah kelab di siang hari. Tempat terjadinya berbagai dosa sekaligus kenikmatan sesaat. Tidak lupa Artha mengaktifkan GPS ponsel agar terlacak oleh siapapun yang sedang menunggunya. ‘Tuhan, selamatkan aku dari laki-laki jahannam ini.’ Batin Artha. Ganendra dengan santainya menuntun Artha memasuki kelab. Tangan Ganendra mengerat kala mereka melewati sekumpulan cowok berseragam SMA juga. Artha hanya berdoa agar dijauhkan dari tangan-tangan terkutuk. “Kita duduk di sini.” Ganendra dan Artha berada di meja bartender. Dilihat lebih seksama, ternyata kelab ini berisi murid SMA. Semuanya berseragam dan bersenang-senang tanpa beban. Seperti di kelab pada umumnya. “Ngapain ngajak aku kesini?” Artha merasa risih dipandangi siswa lain. “Gue mau ngajarin hal baru ke lo.” Ganendra tersenyum padda bartender ketika minuman mereka disajikan. “Ngajarin aku maksiat? Parah ya kamu.” Ganendra terkekeh. “Pelan-pelan sayang. Ngga secepat itu. Mending minum dulu.” Artha menggeleng tidak mau. “Btw, itu lemon tea, bukan bir. Kalo punya gue, bir. Mau nyoba?” Tawaran Ganendra langsung mendapatkan pukulan di lengan.

“Gue punya coklat buat lo sama paket skincare yang menurut karyawannya bagus banget buat kulit lo.” Ganendra memberikan bingkisan besar kepada Artha. “Kamu tau apa tentang kulit aku?” Artha meremehkan. “Gue ngasih foto lo ke si mbaknya. Jadi, gue yakin sih ngga bakal salah pilih skincare. Kalo salah, tinggal bilang. Gue bakal beliin yang lain.” Ganendra meminum birnya. Artha tidak tahu harus merasakan apa. Ada kesenangan dalam dirinya namun tetap ditahan agar tidak keluar batas. Pikirannya kembali pada tepat dimana mereka sekarang. Tempat rawan dosa, Artha tidak ingin jadi remaja bermotif.

“Aku mau pulang.” Artha gelisah. Artha takut Ganendra macam-macam. “Mau pulang? Ikut gue dulu.” Ganendra membawa Artha ke lantai tengah tempat menari. “Kita seneng-seneng dulu. Ini cara yang gue tau buat nyenengin lo.” Artha marah. Namun salahnya, Artha malah pergi ke lantai dua. Lantai dua merupakan kamar-kamar yang disediakan untuk disewa para murid VIP. Artha harus bersembunyi dari Ganendra. “Mbak, ini kamarnya disewain?” Wanita seksi yang berjaga tertawa kecil melihat kepolosan siswi yang satu ini. “Iya, gratis dek. Mau sewa?” GRATIS? Artha sumringah. “Iya mbak, aku mau sewa sebentar aja sampe orang yang nyari aku pergi.” Si wanita seksi memberikan kunci kamar nomor 1 kepada Artha. “Selamat menikmati, dek.” Artha sedikit tidak mengerti maksud wanita seksi tadi. Tanpa pikir panjang, Artha memasuki kamar nomor 1.

Artha duduk di kursi depan kasur. Ponselnya ia nyalakan guna menghubungi Niana. Tapi sinyal tidak mendukung. Tempat ini sengaja menyita sinyal agar para pelanggan tidak menghubungi siapapun ketika berada di dalam kelab. Pintu terbuka. Artha sangat terkejut. Bagaimana Ganendra mengetahui keberadaannya? Jari Artha tidak sengaja menekan tombol calling pada nomor Mahes. Tubuh Artha kaku, hanya bisa mundur perlahan. “Ganendra.” Ganendra menampakkan senyum kemenangan sembari memojokkan Artha ke sudut tembok. “Gue mau cium lo.” Jarak mereka sudah sangat dekat. Dahi mereka saling menempel. Dagu Artha ditangkup oleh satu tangan Ganendra berniat melancarkan aksinya. Hanya saja, Artha langsung memalingkan wajah. Doanya hampir saja kalah oleh setan.

“Aku mau pulang, Ganendra.” Artha masih memalingkan wajahnya. Tubuhnya bergetar ketakutan. Atmosfer berubah menjadi panas kala jarak mereka terlalu dekat. “Oke” hanya itu jawaban Ganendra. Tidak tahu sebabnya, ia menuruti Artha dengan kesal tertahan. Ganendra langsung membawa Artha pergi dari kelab. Artha tidak tahu bahwa ada yang bernapas lega di sana. Di tempat yang berbeda, Mahes mendengarkan semua yang ingin dilakukan Ganendra pada Artha. Mahes bersyukur tentang kegagalan Ganendra hari ini. Sadar atau tidak, ponsel Artha mati begitu saja karena baterai habis. Sambungan dengan Mahes terputus. Khawatir sesuatu terjadi, Mahes bertekad akan melakukan yang seharusnya sudah ia lakukan sejak dulu.

SEBALIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang