Malik, coach tim basket Naunan 2 sedang mempersiapkan pelatihan lebih intens untuk pertandingan nasional pekan depan. Tim basket putera SMAN 2 Naunan akan bertanding dengan tim basket dari SMA Karia untuk jadwal pertama. Event ini adalah penantian SMAN 2 Naunan setelah menjadi juara dua di kejuaraan nasional dua tahun lalu. Apakah mereka akan meraih trofi utama sebagai yang paling unggul?
Tim putera Naunan 2 bersiap melakukan pemanasan untuk latihan H-5 sebelum pertandingan. "Tim inti untuk pertandingan nasional tahun ini adalah Mahes, Wildan, Ganendra, Diga sama Yunaf. Ada keluhan atau pertanyaan?" Malik memperhatikan satu per satu anggota. "Coach, kita harus ganti kapten." Interupsi Ganendra. "Emang kenapa harus ganti?" Malik bertanya. "Kasih peluang untuk yang lain, coach. Di sini banyak yang lebih kompeten selain dia." Protes Ganendra. "Contohnya siapa?" Sepertinya ada masalah internal, pikir Malik. "Wildan." Ucapan Ganendra membuat semua anggota terkejut. "Pertandingan sebentar lagi. Yang utama itu tim. Perkuat rasa tim, perkuat kedekatan kalian. Saling kenal lagi lebih dalam. Kalo ada masalah, selesaikan bersama. Saya ngga mau tim ini hancur berantakan karena masalah yang ngga ada kaitannya sama basket." Malik memperingatkan.
Pukul 05:00 sore, latihan berakhir. Tinggalah Mahes dan Ganendra yang masih berada di lapangan. Situasi tidak seramah tadi. Mereka saling melempar bola ke dalam ring yang terpisah. Keheningan melanda kala mereka sama-sama berhenti memainkan bola. "Lo mau bikin api di tim? Lo kan tau kalo gue berpotensi sebagai kapten." Mahes bersuara. "Gue cuma mau bikin lo kebakar. Lo harus sadar diri kalo lo itu ngga punya kuasa apapun." Ganendra menyeka keringatnya, masih membelakangi Mahes. "Tapi ngga ada gunanya lo jadiin Artha umpan buat bikin gue kebakar. Lagian, coach juga tau siapa yang lebih kompeten jadi kapten dan lo ngga termasuk." Mahes tersenyum miring. "Coming soon, Hes. Lo bakal tau apa yang bakal Artha alamin karena lo." Ganendra melangkah pergi meninggalkan lapangan. Mahes sudah tahu jika Ganendra akan mengancamnya menggunakan Artha. Tapi Mahes sendiri tidak tahu akan sejauh apa Ganendra melangkah melukai Artha. Jika sesuatu terjadi maka Mahes adalah penyebab kehancuran Artha.
Ganendra pergi ke kelab guna menghilangkan penat. Wanita-wanita berdatangan tanpa disuruh berniat merayu Ganendra tapi anehnya mereka semua ditolak mentah-mentah. Ganendra memesan ruang VIP untuk bertemu seseorang. Sejak awal perkenalannya dengan Mahes, Ganendra penasaran dengan latar belakang keluarganya. Mahes terlihat biasa saja, tidak seperti anak orang kaya pada umumnya. Malam ini, semua akan terungkap. Silsilah keluarga Mahes akan segera diketahui Ganendra.
"Maaf tuan saya terlambat." Seorang pria berpakaian safari datang menemui Ganendra di ruang VIP. "Apa yang lo dapet?" Ganendra langsung pada inti. "Maheswara atau lebih tepatnya Maheswara Narendra adalah saudara tiri anda, tuan." Pria tersebut memberikan salinan hasil tes DNA bersama bukti lainnya seperti foto papah Ganendra dengan seorang wanita yang Ganendra kenal menggendong seorang bayi. Wanita itu adalah pengasuh Ganendra sewaktu kecil, ibu Jasmin. "Maksud lo selingkuhan papah itu ibu Jasmin dan anak mereka itu Mahes?" pria tersebut mengangguk membenarkan dugaan tuannya. "Tuan, sepertinya ini bukan perselingkuhan. Mamah anda juga mengetahui hubungan tuan besar Narendra dengan ibu Jasmin. Saya mendapatkan info itu dari tempat berlangsungnya pernikahan siri." Ganendra tidak bisa berkata-kata. Faktanya terlalu sulit untuk dicerna. "Kerjaan lo selesai. Uangnya udah gue transfer. Lo bisa ambil libur sampe gue manggil lo lagi." Setelah suruhannya mengangguk, Ganendra pergi.
Rumah tampak sepi di malam hari. Ganendra melangkah cepat mencari sang mamah. Ganendraa mengetuk pintu kamar dengan tidak sabaran. "Mamah." Givana, sang mamah membuka pintu dengan raut wajah bingung. Mengapa Ganendra bersikap seperti ini. "Kenapa anak mamah? Tumben nyamperin jam segini." Sang mamah duduk di kursi samping pintu kamar diikuti oleh Ganendra. "Apa hubungan ibu Jasmin sama papah?" pertanyaan Ganendra sukses membuat sang mamah bagai disambar petir. "Ma.. maksud kamu apa nak? Mamah ngga ngerti." Givana mencoba berbohong. "Ini buktinya, mah!" Ganendra menaruh berkas di atas meja. "Mamah masih mau bohong sama Endra?" Ganendra merasa terluka. "Maafin mamah, sayang." Sang mamah tertunduk menangis. "Tolong jelasin, mah. Endra bukan anak kecil lagi." Ganendra memohon.
"Papah dan mamah dijodohkan karena bisnis. Sedangkan papah kamu sudah memiliki calon istri pilihannya sendiri. Pernikahan ini tetap terjadi karena mamah harus menyelamatkan perusahaan keluarga. Setelah menikah, kami membuat perjanjian bahwa papahmu akan nikah siri dengan calon istrinya. Papahmu menerima mamah seutuhnya karena Jasmin. Jasmin adalah wanita yang baik, nak. Dia bukan salah satu selingkuhan papahmu. Dia tidak pernah menuntut apapun dan memperlakukan mamah seperti kakaknya sendiri. Pertemuan terakhir kami adalah saat pemakaman papahmu." Sang mamah menggenggam tangan Ganendra menyalurkan rasa tenang. "Kenapa harus Endra mah? Kenapa harus kita yang ngalamin ini?! Musuh Endra selama ini adalah sodara tiri Endra mah! Endra salah apa sama Tuhan?!" Ganendra pergi begitu saja dengan air mata yang tertahan. "Endra dengarkan mamah! Endra!" panggilan sang mamah tidak digubris. Ganendra benar-benar marah.
Motor besar milik Ganendra berkeliaran di jalanan ketika jam sudah menunjukkan pukul 12:00 malam. Tidak ada arah, tidak tahu akan kemana, Ganendra hilang pikiran. Motornya berhenti di jembatan layang tengah kota. Ia berhenti untuk menghirup udara malam. Air matanya meluruh saat mengingat peristiwa hari ini. Dirinya tidak sekuat itu untuk menanggung beban sendirian. Ganendra terduduk di besi jembatan tempat orang berlalu lalang. Tangisnya pecah seketika. Ganendra tetaplah manusia dengan batas sabarnya.
Hujan tidak henti-hentinya mengguyur kota Naunan sejak malam. Artha resah tiada kabar dari Ganendra. Sesuatu mungkin sedang terjadi pada Ganendra. Namun Artha tiba-tiba teringat Mahes. Sedang apa ya Mahes sekarang? Apakah Artha benar-benar sudah melupakan Mahes? Tapi tetap saja Mahes selalu berkeliaran dalam mimpi. Mimpi yang selalu menjadi misteri. Teringat wajah keduanya, Artha hanya berharap yang terbaik bagi dirinya.
Tanpa sepengetahuan Artha, Mahes berada di depan rumahnya. Memperhatikan Artha yang sedang melamun di balkon atas. Mahes akan menyatakan yang sebenarnya setelah pertandingan. Mahes akan mengungkapkan bagaimana perasaan yang sebenarnya. 'Tha, tunggu gue sebentar lagi.' Batin Mahes. Memperhatikan Artha diam-diam adalah hobi Mahes sejak mereka berpacaran. Mahes tidak tahu jika sejak itu, perasaannya pada Artha lebih dari sekedar ilusi belaka.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEBALIK
Teen FictionHidup tidak selalu sejalan. Mencintaimu pun bukanlah sebuah keinginan. Sebab, patah hati menjadi sebuah keharusan yang ku dapatkan. Karena denganmu, tinta beracun yang ku temukan. Namun, seperih apapun tetap saja bahagia harus ku cipta bukan? -Artha...