Artha berada di kafe milik Ganendra dengan pesanan yang mengingatkannya pada sang pemilik. "Tha, udah makan?" Artha tersenyum, menggeleng pelan. "Oke sekalian kita makan." Ganendra memesan beberapa menu. "Jadi, apa yang mau kamu omongin?" Artha tidak ingin basa-basi. "Mahes bakal operasi. Tapi, keadaannya belum juga stabil, Tha. Dokter khawatir tumornya nyebar." Air mata dengan cepat menggenang di kelopak mata Artha. "Mahes masih depresi?" Artha sudah menduga cepat atau lambat ia akan menemui pacarnya lagi. "Iya, dia lebih depresi setelah lo pergi." Ganendra menatap ke arah pelayan yang membawakan pesanan mereka.
Sesaat, keduanya hening. "Kamu kira, aku bisa bikin Mahes mau hidup?" Artha tersenyum sinis. "Apa aku bisa jadi alesan Mahes tetep mau mempertahankan hidupnya?" Air matanya mengalir begitu saja. "Demi kelancaran operasinya Tha, gue mohon lo yakinin dia lagi." Jelas Ganendra. "Tapi asal lo tau, sebenernya lo udah jadi alesan gue buat hidup lebih baik." Ganendra berkata lirih. Artha tersenyum tipis dalam tangisnya. Untuk Artha, Ganendra bisa menjadi apa saja. Tapi, kehadiran Mahes sanggup menggeser orang-orang baru yang hadir di hidup Artha termasuk Ganendra. Mahes tetaplah penghuni dengan kunci asli di rumah singgah Artha.
Artha pergi ke rumah sakit setelah latihan basket untuk mencoba berdamai dengan Mahes. Pintu dibukakan Ganendra menampilkan Mahes yang terbaring dengan selang yang bertambah. Tatapan mereka langsung bertemu dengan cepat. Ganendra tidak berniat menemani. Givana bertanya 'ada apa, Endra?' melalu tatapan matanya. Ganendra menarik tangan Givana pergi sebagai jawaban untuk memberikan ruang pada Artha dan Mahes. Sementara Jasmin sedang berkonsultasi dengan Dr. Odi untuk cuci darah pertama Mahes.
"Maafin gue, Tha." Mahes merasa tidak enak melihat matam sembab Artha. Terlebih gadisnya menangis lagi saat ini. "Apa aku cukup buat jadi alesan kamu biar tetep mau hidup? Artha mengelap pipinya yang basah. "Apa ibu ngga cukup buat jadi alesan kamu untuk tetep bernafas sampe nanti?" tangis Artha pecah. "Maaf, gue ngga berpikir jernih. Gue depresi karena gue ngga akan bisa jadi Maheswara si kapten basket lagi. Cita-cita gue juga udah punah, Tha." Mahes mengelus pipi Artha.
"Manusia dikasih banyak jalan supaya punya banyak kesempatan. Kamu harus berpikir terbuka, Hes. Apa yang kamu mau belum tentu baik buat kamu." Artha menasehati. "Kamu jangan pernah mikir kalo aku ngga akan nerima kamu dengan kondisi kamu yang sekarang. Dari dulu Hes, aku ngga pernah pergi sejahat apapun perlakuan kamu. Aku ngga pernah pergi dari awal kamu cuma cowo biasa sampe jadi kapten idaman sekarang." Mahes harus tahu seberapa besar perasaan Artha pada Mahes. "Lo ngga harus nanggung beban ini, Tha. Lo bisa pergi kapanpun lo mau." Mahes masih tidak ingin berharap Artha tinggal disisinya. "Kamu tau jawabannya, Mahes. Jangan persulit ini." Artha mengenggam tangan Mahes dengan hati-hati. "Gue harus bersyukur untuk hal ini." Mahes tersenyum segar. "Untuk semuanya." Artha meralat.
Ganendra ikut tersenyum mendengarkan percakapan Artha dan Mahes. betapa beruntungnya si saudara tiri mendapatkan gadis yang tidak pergi sekalipun dalam keadaan sulit. Gadis yang tidak menyerah dalam keadaan susah. Jasmin melihat Ganendra dan Givana di kursi tunggu. "Kok di luar, mba?" tanya Jasmin. "Ada pacarnya Mahes. Ngga mau ganggu yang lagi pacaran." Givana terkekeh. "Ada Artha?" Senyum Jasmin mengembang. "Mereka udah baikan bu." Ganendra tersenyum penuh arti. "Ayo masuk. Sudah cukup memberi mereka waktu berdua." Jasmin tertawa kecil.
Ujian Akhir Semester akan diadakan pekan depan. Karena tugas semakin banyak, Artha tidak bisa sering mengunjungi Mahes. yapi anehnya, Ganendra selalu menjemput Artha tanpa diminta. Walaupun kelas 12 sudah bebas, Ganendra seharusnya bisa menjaga Mahes lebih awal. Hanya saja, Ganendra bersikeras ingin mengantar dan menjemput Artha sebagai pengganti Mahes. Meski terdengar sangat beralasan, Artha tetap menerima dengan senang hati. Motor besar Ganendra berhenti di depan pagar rumah Artha. "Makasih, Ga." Artha turun dari motor.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEBALIK
Teen FictionHidup tidak selalu sejalan. Mencintaimu pun bukanlah sebuah keinginan. Sebab, patah hati menjadi sebuah keharusan yang ku dapatkan. Karena denganmu, tinta beracun yang ku temukan. Namun, seperih apapun tetap saja bahagia harus ku cipta bukan? -Artha...