Budayakan klik BINTANG dulu (VOTE) sebelum membaca
Jangan lupa tinggalkan VOTE dan COMMENT kalian yaaa plus minta tolong rekomendasikan cerita ini 😁😁🤗
Sorry for late update
.
.
.
Happy reading all ^_^
.
.
.
.
MARCELLO terdiam dari tempatnya. Sejak tadi dia tidak melepaskan pelukan itu. Ia takut jika gadis yang ada di dalam dekapannya ini akan kabur darinya lagi.
"Give me a second chance, Lav. I beg you." Ujar Marcello akhirnya.
Caroline menarik napas sedalam – dalamnya. Pikirannya menolak permintaan Marcello tapi kenapa hatinya merasa sakit saat ia membayang untuk menolak Marcello. Fool girl, Lavey.
"Lavey."
Sial. Sial. Sialan banget. Jantung Caroline berdetak semakin cepat saat mendengar Marcello memanggilnya Lavey.
"Jika gue memberi lo kesempatan kedua, lalu apa? Bagaimana sama ibu kandung Allendis? Masa lo harus menyakiti satu perempuan lagi?"
"Dia sudah nggak peduli dengan Allendis dan gue juga nggak peduli sama dia."
"Tapi nggak bisa gitu. Dia perempuan, okay dan gue bisa merasakan bagaimana dia tersakiti hatinya karena dicampakkan laki – laki. Bahkan laki – laki yang merupakan Ayah dari anaknya."
"Bukankah gue sudah menjelaskan semuanya?"
"Tidak semua penjelasan menyelesaikan masalah. Apalagi dengan kenyataan yang seperti ini. Dia juga perempuan dan setidaknya lo menghargai perasaannya."
"Bullshit dengan perasaannya. Gue udah nggak respek dengan dia semenjak dia menjual anaknya sendiri ke gue."
Caroline menganga lebar mendengar fakta itu. Menjual? Anak seimut Allendis dijual ibunya sendiri?
"Seharga 2 miliar."
"What the fu-"
Caroline langsung merapatkan mulutnya agar umpatan itu tidak meluncur dari mulut mungilnya dan terdengar oleh Allendis.
"Ehem. Maksud gue bisa lepaskan dulu pelukannya. Gue nggak nyaman sama sekali dalam posisi kayak gini saat kita bicara." Ujar Caroline.
"Tapi gue nyaman. Jadi gini aja."
"Ta-"
CUP.
Kedua bola mata Caroline membulat saat benda kenyal itu menyentuh kedua bibirnya yang sensitif. Oke. Caroline tidak peduli jika dibilang lebay, tapi keadaannya saat ini benar – benar genting. Bagaimana bisa ciuman pertamanya dicuri oleh orang asing bukan suaminya? Walau hanya kecupan tapi sama aja itu ciuman pertamanya
"Apa yang lo lakukan hah?!" pekik Caroline tertahan karena takut membangunkan Allendis.
"Kenapa? Kamu kan calon istri dan calon ibu dari anak – anakku."
"Apa? Se-"
Ucapan Caroline terhenti saat benda kenyal itu menempel pada bibirnya lagi. Kali ini bukan kecupan, Marcello melumat lembut bibir Caroline yang menurutnya sangat manis itu. Belum cukup kaget dengan kecupan tadi, Caroline hany apasrah saat bibirnya dilumat oleh Marcello saking kagetnya. Kesadaran Caroline lebih waras saat ia merasakan sebuah benda kenyal asing dan lembek sedang bertautan dengan lidahnya. Sekuat tenaga Caroline mendorong tubuh Marcello dan berhasil walau posisi mereka masih berpelukan.
Napas Caroline tersengal – sengal. Wajahnya terasa sangat panas. Tunggu dulu, apa yang barusan terjadi? Tadi itu ciuman jenis apa? Kenapa bisa buat napasku tersengal – sengal, pikir Caroline.
"Kamu tidak membalasku tapi diam saja saat aku melakukan ciuman itu padamu. Aku anggap kamu menerimaku. Jadi hari ini hari pertama kita."
Caroline menatap tajam Marcello. Sedangkan yang ditatap malah tersenyum manis sambil mengecap bibir manis milik Caroline lagi bahkan beberapa kali. Caroline mengepalkan kedua tangannya. Emosinya saat ini sudah tidak bisa dicegah dan akhirnya. BOM ATOM DILUNCURKAN.
"MARCELLO SIALAAAAAN!"
Marcello's POV
Gue terkekeh geli saat gadis yang sudah gue tandai dengan kepemilikan gue itu menatap gue tajam. Well, kalo cara halus tidak bisa, gue bisa pakai cara kasar. Seperti tadi, mencuri ciuman pertamanya.
"Apa? Nggak usah deket – deket. Pergi yang jauh sana lo." Ujar Lavey dengan nada sinisnya saat gue berusaha untuk mendekati Lavey yang sedang menidurkan Allendis lagi.
Yap. Karena teriakan kekesalan Lavey setengah jam yang lalu, Allen terbangun dari tidurnya dengan tangisannya yang kencang sekencang dengan teriakan Lavey tadi.
"Sweety, sama calon suami sendiri jangan pakai lo – gue. Aku – kamu, remember?"
Gue melihat wajah Lavey yang memerah menahan kesal dan sialnya tawa gue pecah juga tanpa bisa gue cegah dan berakhir dengan beberapa bantal sofa yang dilempar ke arah gue karena pecahnya tawa gue.
Saat gue lihat Lavey menaiki lantai dua gue pun mengikutinya dan langsung merebut Allen dalam gendongannya. Tentu saja gue mengambil alih Allen selembut mungkin karena gue juga takut kalo Allen bangun lagi dan waktu berdua gue dengan Lavey terpangkas.
Walau Allen anak gue sendiri tapi gue juga nggak mau rugi dong di saat ada kesempatan seperti emas murni seperti ini. Setelah gue meletakkan Allen yang sudah terlelap lagi di tempat tidurnya gue berbalik. Dan sial, Lavey sudah nggak ada di kamar Allen.
TBC
.
.
.
Allendis : Bye - bye Uncle, Aunty
KAMU SEDANG MEMBACA
MaCarol
ChickLitTHIS IS MY ORIGINAL STORY. DON'T COPY MY STORY IF YOU WANT TO GO TO THE HELL #2nd SERIES OF DUDA'S WORLD This story I make since January 2020 CAROLINE LAVENDER PIOVE Seorang main script writer sekaligus novelist terkenal yang belum diketahui oleh k...