Gwen terlonjak ketika membuka pintu kamarnya dan menemukan Siska sedang tengkurap di bekas ranjang Puput. Sambil tetap mengunyah keripik kentang, Siska tersenyum lebar dan bersila begitu Gwen masuk kamar dengan dada masih naik turun akibat kaget.
"Gue tidur di sini lagi, ya? Arini serem kalau lagi kasmaran, suka ketawa-ketawa nggak jelas."
Gwen mengedikkan bahu, tidak masalah. Dia sebenarnya sudah bisa menebak, kalau Siska menggondol boneka bintangnya, pasti dia akan mengungsi tidur.
"Hujan-hujanan lo, Gwen?" tanya Siska.
Gwen yang tengah mengeringkan rambut dan lengannya menggunakan handuk putih itu menoleh ke belakang. "Kehujanan, lebih tepatnya. Dikit."
"Abis dari mana emang?"
Gerakan Gwen sempat terhenti. Matanya membeliak. Untung saja posisinya membelakangi Siska. Si Kriwil itu biasanya mahir membaca raut wajah orang, dia akan tahu lawan bicaranya sedang jujur atau berbohong.
"Dari roof-top aula," jawab Gwen. Sebelum Siska bertanya lebih lanjut, dia berbalik dan menyela, "Kak Callista juga sendiri kan di kamarnya? Dia mau nggak ya gue suruh pindah ke sini?"
"Dia sendirian karena kamarnya kan emang lebih kecil dari punya kita. Lagian, Kak Callista orangnya introver, ada dia atau nggak pasti sama-sama sepi."
"Ah, iya juga, sih."
"By the way, lo nggak buka grup chat, ya?"
"Ada info apaan?" Gwen duduk di ranjangnya, menghadap Siska.
"Puput ngirim DM ke Arini sebelum lo berangkat ke Malaysia, dia nanya lo beneran main mix double apa nggak."
"Terus?"
"Dia juga main di mix sekarang. Bareng Sabda."
Gwen mendongak ketika Siska mengucapkan dua kata terakhir dengan hati-hati.
"Kalian belum baikan sejak masalah yang dulu?" tanya Siska, masih dengan suara pelan.
Gwen mengedikkan bahu dan menarik napas sangat dalam. "Gue udah berusaha buat baikan, tapi kayaknya Puput semarah itu sama gue. Tapi bagus deh kalau mereka dipasangin, semoga Puput nggak salah paham lagi sama gue."
"Lucu kali ya, kalau nanti kalian bertiga ketemu di satu pertandingan."
"Lucu?"
"Iya, lucu. Kayak... Zhang Nan, Zhao Yunlei sama Tian Qing."
Gwen membatalkan niatnya untuk mandi. Dia bergidik dengan pengandaian Siska. Menggelikan. "Apaan sih lo dari kemarin Zhang Nan-Zhang Nan melulu. Bosen. Yang lain, kek."
"Oh, ya udah, gimana kalau kayak kisahnya Kak Suci Rizki, Kak Hardianto sama—"
Lemparan bantal dari Gwen tepat mengenai perut Siska dan membuat gadis itu berhenti mengoceh. Meski demikian, Siska tetap saja terbahak-bahak, tampak puas karena berhasil membuat pipi Gwen memerah.
"Tapi beneran lo nggak pernah jadian sama Sabda?" tanya Siska di sela tawanya.
"Lo mau gue lempar pakai raket aja nggak, nih?"
Siska buru-buru pindah ke ranjang seberangnya dan memeluk Gwen dari samping, masih sambil tertawa. "Ampun, Gwen, ampun." Rangkulan Siska melonggar. "Tapi... kalau sama Irfan on the way jadian dong ya?"
"Kalau gue bilang nggak, lo percaya?"
Siska menggeleng. "Gue tahu lo suka sama dia. Dan mungkin sebaliknya."
YOU ARE READING
REMATCH
Romancere·match /ˈrēˌmaCH/ [noun] a second match or game between two teams or players. Katanya, keberhasilan adalah kombinasi dari kemampuan dan daya juang. Tapi, kenapa titik 'berhasil' itu tidak kunjung didapat meski sudah punya keduanya? Katanya, ketika...