Desas-desus tentang perpindahan Irfan ke klubnya sudah santer terengar. Arini pun sempat mengirim di grup chat Lambe Ghibah sebuah potret Irfan yang mengenakan jersey lengkap dengan raketnya sedang mengobrol serius dengan Papa. Cewek ceriwis itu juga menambahkan kalimat sembari men-tag nama Gwen. Dan Gwen tentu saja tidak kaget dengan hot news tersebut.
BREAKING! Irfan Akhdan tertangkap hengpong jadul lagi ngobrol sama Coach kesayangan kita semua!!!!
Apakah ini pertanda dia akan balik ke klub beneran? Tapi kenapa gw ga lihat dia boyongan ke asrama putra yaaa?
Btw, nyesel kan lo @gwennyariska pulang sejak Jumat dan gabisa lihat Irfan lagi latihan pakai mata kepala sendiri?!!!!!
Gwen menggeleng-geleng ketika membaca ulang pesan yang langsung direspons ramai-ramai oleh tiga teman lainnya. Seperti yang Arini tulis, sejak Jumat sore dia memang pamit pulang dengan alasan sedang tidak enak badan. Anehnya, Papa percaya tanpa banyak interogasi seperti biasa. Untung juga Irfan mulai berlatih di klub yang membuat Papa jadi semakin sibuk di sana, jadi Gwen bisa leluasa membantu Gatra merenovasi ulang toko pastri Mama—alasan yang membuatnya berbohong sedemikian rupa.
Walau pada kenyatannya Gwen tidak bisa dikatakan seratus persen bebas sebab bakal kafe kakaknya cukup berdekatan dengan lokasi PB Pamungkas. Gwen harus datang setelah Papa berangkat ke klub dan keluar sebelum matahari tenggelam. Di sana pun gadis itu hanya membantu membuka beberapa paket yang datang dan mengatur peletakan benda-benda tersebut sesuai arahan Gatra.
Sejak obrolan di Ollivander seminggu lalu, Gwen memutuskan untuk membantu kakaknya serta melupakan sejenak amarahnya walau diam-diam dia sering menitikkan air mata kala melihat bekas toko Mama yang membawanya pada ingatan demi ingatan masa lalu.
Sesuai janjinya kepada Mama, Gwen tidak akan menunjukkan tangisannya di depan Gatra maupun Papa. Kata Mama, dia harus menjadi penguat bagi keduanya; mereka yang sama-sama sok dewasa tapi sebetulnya memiliki sikap seperti anak kecil.
Gwen mendongak ketika pintu kamarnya terbuka dan Papa muncul dengan setelan kerjanya berupa kaus lengan pendek, celana training selutut dan topi abu-abu. Refleks, ia yang semula duduk di pinggiran ranjang serta-merta berdiri dengan ekspresi kaget. Ucapan Papa yang meluncur bergitu beliau mendekat ke arah Gwen semakin membuat gadis itu gelagapan.
"Sudah baikan? Kalau belum, mending kamu istirahat lebih lama."
"Udah, kok. Ini juga udah siap mau berangkat."
Papa balas mengangguk dan keluar lebih dulu dari kamar Gwen. Sementara itu, Gwen harus mengembuskan napas panjang dan mengatur debar jantungnya sebelum ikut masuk ke sedan tua Papa. Entah kenapa, Gwen merasa Papa sebenarnya sudah tahu kalau dia tengah berbohong perihal absennya dua hari kemarin.
Di dalam mobil, sebagaimana biasanya, tidak ada obrolan di antara mereka. Papa memang tidak seandal Mama dalam mencairkan suasana lewat obrolan hangat. Namun, kalau dirasa-rasa sikap beliau semakin keras dan dingin semenjak Mama pergi. Papa baru akan mengobrol panjang lebar jika hanya menyangkut bulutangkis.
Gwen memutuskan untuk bermain ponsel demi menghalau kantuk. Sekali lagi dia memperhatikan foto Irfan yang Arini sebar di grup. Cowok itu tengah mengenakan kaus biru dengan bawahan kuning cerah. Tangan kirinya menggantung di bibir net, sedangkan sebelahnya lagi memegang raket. Kalau dilihat dari ekspresi mukanya, sepertinya Irfan sedang memikirkan sesuatu. Yang jelas, dia tampak menggemaskan dengan kedua mata menerawang, sepasang alis tebal yang mengerut, dan bibir penuhnya yang terkulum. Jika diperbesar, maka akan tampak kumis tipis, juga potongan rambutnya yang agak panjang di bagian depan dan disisir ke kanan itu cat pirangnya sudah tampak pudar.
YOU ARE READING
REMATCH
Romancere·match /ˈrēˌmaCH/ [noun] a second match or game between two teams or players. Katanya, keberhasilan adalah kombinasi dari kemampuan dan daya juang. Tapi, kenapa titik 'berhasil' itu tidak kunjung didapat meski sudah punya keduanya? Katanya, ketika...