Rapor evaluasi Irfan dan Gwen selama enam bulan dipasangkan bisa dibilang sangat memuaskan. Mengingat bagaimana perjalanan mereka dimulai, rasanya Gwen ingin tertawa keras saking tak percayanya. Siapa sangka, dua orang yang sama-sama 'gagal' bisa saling membantu menapaki impian; Irfan yang merasa demotivasi sehabis hengkang dari Pelatnas, dan Gwen yang sudah mati rasa dengan badminton.
Memulai dari turnamen-turnamen skala kecil, pelan-pelan poin mereka terkumpul untuk mengikuti turnamen BWF yang lebih tinggi meski harus memulainya dari babak kualifikasi. Ketekunan mereka dengan mengikuti tiga turnamen setiap bulannya juga alasan lain yang membuat Gwen dan Irfan kini merangkak ke top 20 peringkat dunia. Jika pada turnamen Indonesia Open Super 1000 yang akan digelar pekan depan mereka bisa melaju sampai babak semifinal, Irfan dan Gwen berhak berada di posisi 19.
Seiring dengan prestasi keduanya yang moncer, kedekatan Gwen dan Irfan pun turut mengental. Gwen memang bukan tipikal 'gampangan' yang mudah menyerahkan hatinya bahkan kepada cowok yang sudah jelas-jelas ia suka; cowok yang, katakanlah, merupakan cinta pertamanya. Kebiasaan overthinking-nya berpengaruh ke sagala hal, termasuk perasaannya. Belum apa-apa, Gwen sudah berpikir bagaimana kalau Irfan tidak benar-benar tulus? Bagaimana kalau cowok itu cuma baik sebagai teman? Juga 'bagaimana-bagaimana' lain yang merepotkan pikirannya sendiri.
Tapi... siapa yang tidak luluh jika setiap hari disuguhi perhatian-perhatian manis? Setinggi-tingginya dinding yang Gwen susun, pada akhirnya runtuh ketika kedekatan mereka semakin intens. Gwen melupakan beragam 'bagaimana' itu. Dia menikmati keintimannya dengan Irfan, termasuk kebiasaannya pulang bareng tiap weekend tiba.
Gwen menyukai momen-momen di atas motor berdua dengan Irfan meski sesekali harus berteriak ketika mengobrol. Irfan memang tidak mahir membuat kata-kata manis, dia juga payah dalam urusan menggombal. Tapi, tindakan kecilnya sudah cukup membuat hati Gwen melambung. Seperti barusan, dengan sigap cowok itu membantu Gwen yang kesusahan membuka tali helm.
Jemari Irfan yang kini berada di sekitar leher Gwen mau tidak mau membuat jarak wajah mereka sangat dekat. Gwen bisa menghidu aroma mint yang menguar dari napas Irfan. Ia memberanikan diri untuk sedikit mendongak demi menyaksikan wajah Irfan yang serius kala mencoba melepas helm dari kepala Gwen. Cowok ketika dalam mode serius gantengnya bisa bertambah seratus kali lipat!
"Kenapa?"
Gwen membelalak. Saking kagetnya, dia mundur dua langkah sampai punggungnya menyentuh pagar rumah. "Hah? Ke-kenapa... kenapa apanya?"
"Kenapa wajah lo kayak abis lihat hantu?" Tanpa tahu kalau kedekatan tubuh merekalah yang membuat Gwen menjadi aneh, Irfan malah mendekat dan menyentuh dagu cewek itu.
Gwen menepis tangan Irfan pelan. Dia tersenyum salah tingkah. "Nggak, kok. Udah gih, lo pulang sana."
"Eh, Gwen, tunggu!"
Gwen batal membuka pagar setinggi dadanya karena pergelangan tangannya ditahan Irfan. "Ke-kenapa?"
"Itu... helm gue masih lo bawa."
"Oh iya." Gwen meringis sembari menyodorkan helm yang ia dekap dengan sebelah tangan. Konyol sekali ketika ia menganggap Irfan akan mengatakan sesuatu yang penting dan menyebabkan ia gagap seperti tadi.
"Tapi nggak apa-apa deh, mending lo bawa aja. Besok gue mau ngajak lo pergi."
"Ke mana?"
Satu hal yang Gwen tidak sukai dari Irfan, alih-alih meminta pendapat Gwen, cowok itu terkesan memaksakan segala keputusannnya agar Gwen setujui. Irfan menganggap segala tindakannya bernilai benar. Tapi, lagi-lagi Gwen tetap memakluminya, sebagaimana ia mulai terbiasa mengalah tiap mendebatkan sesuatu dengannya.

YOU ARE READING
REMATCH
Romancere·match /ˈrēˌmaCH/ [noun] a second match or game between two teams or players. Katanya, keberhasilan adalah kombinasi dari kemampuan dan daya juang. Tapi, kenapa titik 'berhasil' itu tidak kunjung didapat meski sudah punya keduanya? Katanya, ketika...