Rabu sore Irfan mengunjungi asrama Pelatnas PBSI untuk mengambil sebagian barangnya yang masih tertinggal di sana. Itu niat awalnya. Tapi, Ragil dengan segenap kemampuan negoisasinya membuat Irfan tertahan dan memutuskan untuk bermalam. Tunggal putra nomor satu itu mengajak Irfan berlatih sebentar di hall.
Sebentar versi Ragil adalah tiga jam yang membuat Irfan benar-benar kelelahan untuk sekadar menyetir ke rumahnya. Dia memutuskan untuk menerima tawaran Ragil menginap. Toh, Sabda yang menjadi room-mate baru Ragil di kamar ini katanya sedang pergi turnamen.
"Nggak mandi lo?" tanya Irfan. Handuk yang tersampir di pundaknya ia lempar ke Ragil yang masih rebahan di ranjangnya.
"Entaran aja," jawab Ragil tanpa melepas pandangannya dari layar ponsel. Dia berganti posisi menjadi duduk, memperlihatkan dada dan perutnya yang rata. "Orang-orang pada ramai nih ngomongin lo."
"Apaan?" Irfan menyambar botol mineral di meja kecil antar-ranjang dan menenggaknya.
"Ya biasa, muji-muji lo pas menang di Osaka kemarin. Dan..." Kedua mata Ragil yang menyipit ke arahnya, juga senyumnya yang mencurigakan, membuat Irfan mulai berpikir ke mana-mana. "...lo pacaran sama partner lo?"
Irfan nyaris menyemburkan air yang ia minum saking kagetnya. Bukan cuma terkejut akan informasi itu, tapi juga pada ekspresi Ragil yang terlihat siap menyayat seluruh kulitnya. Tanpa dijelaskan pun, Irfan tahu maksud tatapan mengerikan tersebut.
"Nggaklah, gue sama Relita baik-baik aja. Di Osaka kemarin kami juga ketemu, dia ngasih gue mantel sama syal segala." Irfan mendengus. "Lagian, lo kayak nggak tahu kebiasaan netizen aja. Mereka kan emang suka sok tahu dan ikut campur sama kehidupan pribadi orang."
"Tapi lo sama partner lo yang mirip... siapa sih tunggal putri Jepang yang—"
"Aya Ohori," sambar Irfan. Ia baru menyadarinya ketika di Osaka kemarin berpapasan dengan nama yang disebutnya. Gwen dan Aya memang memiliki garis-garis wajah yang nyaris kembar, meski dalam pandangannya Gwen lebih manis.
"Relita ngapain ke Osaka? Nyusulin lo?"
"Dia kan emang lagi liburan ke Jepang sama keluarganya. Katanya semester ini bakalan sibuk sama skripsi, jadi kami jarang ketemu untuk sementara waktu ke depan."
"Tapi lo sama kembarannya Aya Ohori emang nggak ada apa-apa, kan? Maksud gue, cara berpelukan kalian sehabis pertandingan—"
"Namanya Gwen. Dan apa salahnya pelukan abis main? Kayak lo nggak pernah lihat pemain mix double lain pelukan aja."
"Ya tapi, Bro..." Ragil beringsut ke ranjang yang diduduki Irfan dan berbaring di sana. Dia mengambil guling milik Sabda dan memeluknya sebelum berkata lagi, "...lo beneran nggak ada niatan mau selingkuhin Relita yang jelas-jelas ngasih support terus ke lo, kan? Jahat kalau sampai lo lakuin itu."
"Gue nggak berminat buat selingkuhin Relita. Dia udah banyak berkorban demi gue selama hampir dua tahun kami pacaran."
Ikut dicaci-maki warganet selama ini adalah salah satu pil pahit yang harus Relita telan karena menjadi pacar Irfan. Mereka menuding Relita sebagai penyebab Irfan selalu mentok di round pertama pada tiap pertandingan yang dia geluti.
Oleh sebab itu keduanya sepakat untuk mengurangi intensitas komunikasi di media sosial, termasuk menghapus foto-foto ketika sedang berduaan di Instagram. Lagi pula, Relita bilang suatu hubungan memang lebih baik diprivasikan, bukan dijadikan konsumsi publik. Relita juga mengerti profesi Irfan sebagai atlet tidak bisa melulu menemaninya, seperti pasangan yang lain. Jadi, tidak ada alasan Irfan mengkhianati sang pacar. Relita terlalu berharga untuk dilepaskan.

YOU ARE READING
REMATCH
Romancere·match /ˈrēˌmaCH/ [noun] a second match or game between two teams or players. Katanya, keberhasilan adalah kombinasi dari kemampuan dan daya juang. Tapi, kenapa titik 'berhasil' itu tidak kunjung didapat meski sudah punya keduanya? Katanya, ketika...