"Dih, emang dia siapa main nyuruh-nyuruh gue?" Gwen bermonolog. Kendati tubuhnya sudah tertutup selimut hingga leher, yang ia lakukan sejak tadi hanya membalik-balikkan badan gelisah. "Jam lima pagi di jogging track? Ck, sana jogging sama kuntilanak! Gue sih milih tidur aja mending."
Kali ini Gwen benar-benar menutup seluruh badannya. Tapi, tak lama berselang ia kembali menyibak selimut merah jambu itu ketika pintu kamarnya diketuk berkali-kali. Belum sempurna kedua kakinya menjejak lantai, si pengetuk yang terdiri dari empat orang itu sudah menyeruduk dan berhimpun di sekeliling Gwen; Siska bersila di ranjang sebelah Gwen yang kosong sambil memeluk Patrick Star kesayangannya, Arini di sampingnya, disusul Callista beserta Vinda masing-masing di sisi kanan dan kiri Gwen.
"Kenapa panggilan di grup lo abaikan?" Nada Arini persis seperti penyidik yang sedang menginterogasi tersangka. "Mau menghindar dari todongan kami ya lo?"
"Menghindar apa sih, Rin?" Gwen mengedarkan pandangan ke teman-temannya. "Lo lihat sendiri, gue udah mau siap-siap tidur."
"No... no... NO!" Siska menggeleng sembari merogoh ponsel di saku piamanya. "Nggak biasanya lo masih jam segini tapi udah mau molor."
Gwen hanya melirik layar ponsel yang disodorkan Siska. Puku tujuh lebih dua belas menit. Memang bukan waktu yang wajar untuk tidur.
"Jadi, Gwen dan Irfan ada hubungan apa?" Callista bertanya. "Jawab, biar ini cepat selesai."
"Ada hubungan gimana? Kenal aja juga baru sekarang," kilah Gwen. Dadanya mulai berdebum kencang.
"Kenal baru sekarang tapi tadi kalian pas latihan udah kayak dekaaaat banget." Arini menyunggingkan senyum culasnya. Siska mengamini dengan mengangguk cepat, rambut keritingnya lucu ketika bergerak-gerak begitu.
"Atau jangan-jangan benar ya dugaan gue kalau lo yang minta ke Coach David buat dipasangin sama Irfan?" Vinda mengguncang lengan Gwen.
"Lo suka sama Irfan?" Giliran Callista yang tersenyum jail. "Nggak apa-apa kok kalau lo suka dia. Eh, Irfan jomlo nggak, sih?"
"Lo kan biasanya update soal beginian." Siska menyenggol lengan Arini. "Dia punya pacar, nggak?"
"Entar gue cari tahu, oke?" Arini mengerling.
"Duh, kalian ini apa-apaan, sih? Siapa yang suka Irfan?"
"Kalau diingat-ingat, reaksi lo tiap kita bahas Irfan selama ini emang agak mencurigakan sih, Gwen." Vinda mengelus-elus dagunya, persis detektif yang baru saja menemukan satu clue baru. "Eh, bentar. Handphone gue bunyi." Ia mengecek ponselnya. "Ojek gue udah di depan. Gue pulang dulu, ya. Pokoknya gue tunggu gibah selanjutnya."
"Gue juga balik ke kamar, deh. Besok pagi ada latihan tambahan. Bye." Callista menyusul Vinda.
"Lo mau tetap di sini?" Arini melirik Siska yang merebahkan diri di bekas ranjang Puput.
Siska mengangguk. "Gue di sini dulu, ya? Entar agak maleman gue balik. Berasa jadi obat nyamuk nemenin lo video call-an sama Ezra."
"Oke." Arini keluar dari kamar Gwen.
"Makanya cari pacar," cibir Gwen. "Sama Nazril kelanjutannya gimana?"
Siska berdecak. Dia menggelung rambut keriwilnya asal-asalan dan bersila lagi sambil menghadap Gwen. "Nggak usah ngeledek kalau lo masih sama-sama jomblo. Lagian, gue sama Nazril nggak ada apa-apa dan selamanya bakalan begitu."

YOU ARE READING
REMATCH
Romancere·match /ˈrēˌmaCH/ [noun] a second match or game between two teams or players. Katanya, keberhasilan adalah kombinasi dari kemampuan dan daya juang. Tapi, kenapa titik 'berhasil' itu tidak kunjung didapat meski sudah punya keduanya? Katanya, ketika...