🌿🌿
Berada di unit milik Seung Wan. Rae Na tiduran sembari memeluk boneka milik sang teman yang ada di tempat tidur. Sementara, Seung Wan sendiri duduk di sofa tidak jauh dari tempat tidurnya.
"Kenapa tidak katakan saja siapa dirimu?"
Tadi, Rae Na sempat menceritakan kejadian di taman rumah sakit. Namun, tidak secara utuh. Hanya menyampaikan jika mereka bertemu dan duduk bersama.
"Menurutmu dia akan percaya? Bahkan dia lupa segalanya"
"Justru itu. Mungkin dia akan mengingatmu. Terlebih mengingat segalanya"
"Aku tidak seberani itu" ujar Rae Na dengan lemah.
Seung Wan menghela napas. Pusing sekali merasakan kisah temannya ini. Terlebih mengatasi sifatnya yang keras kepala. Astagaaa! Kenapa orang seperti ini bisa jadi perawat?
"Kau mencintainya. Apa yang salah dengan kau jujur?"
"Justru karena aku mencintainya. Makanya, aku tidak berani" balasnya dengan sedikit memekik. Lalu, melunak pada kalimat berikutnya. "Baginya, aku orang asing sekarang. Begitupun sebaliknya. Aku ingin menghapus rasa itu. Aku tidak ingin berharap lebih. Hatiku akan semakin sakit nanti jika saat ingatannya kembali, dia tetap tidak mengingatku terlebih tidak mencintaiku. Maka, cintaku akan bertepuk sebelah tangan seperti dalam drama. Itu menyakitkan"
Jeda sejenak. Sekedar menghela napas yang terasa sesak di tenggorokan. "Makanya, aku bersikap kami tidak saling mengenal"
"Tapi, dia sudah mengenalmu"
"Sekedar perawat dan pasien di rumah sakit"
Mendengar tutur jawabnya, Seung Wan membenturkan kepala belakangnya pada sandaran sofa. Sekedar perawat dan pasien katanya? Bahkan mereka dipertemukan kembali mungkin karena takdir.
Tapi, Rae Na tentu tidak percaya jika, Seung Wan berkata demikian. Karena gadis itu tidak mempercayai hal semacam itu. Baginya, mungkin itu hanya kebetulan.
"Semoga kau beruntung" ucap Seung Wan sembari beranjak dari duduknya untuk mengambil minum di kulkas.
Rae Na bangkit hingga duduk. Lalu, menanyakan maksud dari ucapan temannya dengan polos. "Beruntung untuk apa?"
"Untuk menjadi istri Dokter Kim" jawab Seung Wan asal.
"Sial!" umpatnya, bersamaan dengan melempar boneka pada sang teman.
~
Yoongi mengobrak-abrik kotak berisi barang lamanya. Juga barang-barang selama di Sydney yang dibawa pulang. Berharap ada benda yang bisa membantu mengembalikan ingatannya.
Hingga menemukan ponsel lama berada di antara barang-barangnya. Dinyalakan ponsel itu. Tidak ada apa-apa di dalamnya. Kecuali satu gambar di galeri fotonya.
Tepat saat Yoongi membuka gambar itu, sang ibu juga membuka pintu kamarnya. Yoongi mendongak, melihat kedatangan sang ibu.
"Yoon, apa yang kau lakukan? Kenapa berantakan?"
"Ibu tahu ini siapa?"
Bukan menjawab, Yoongi justru menyodorkan ponsel di tangannya. Sang ibu mendekat. Mengamati gambar di ponsel. Gadis muda dengan pipi agak tembam yang tersenyum cerah.
"Tidak tahu. Ibu tidak kenal. Mungkin temanmu? Coba tanyakan pada Hoseok"
"Aku merasa kenal. Tapi, tidak tahu"
"Andai dulu, kau mengenalkan siapa saja temanmu pada ibu. Mungkin ibu bisa lebih banyak membantumu"
Yoongi kembali memandang gambar itu. Namun, itu membuat kepalanya pusing.
"Sudah. Jangan terlalu dipikirkan. Jangan sampai kau terlalu banyak mengonsumsi obat penenang"
Ya, beberapa kali Yoongi akan mengonsumsi obat itu. Saat kepanikan, kecemasan, hingga ketakutan mulai datang dan menganggu jiwanya.
"Ibu, aku mau ke rumah sakit" putus Yoongi tiba-tiba.
"Untuk apa?"
~
Benar, siang itu Yoongi bersama sopir pergi ke rumah sakit. Akibat dari kecelakaan itu, Yoongi tidak diizinkan mengendarai mobil sendiri. Orang tuanya terlalu khawatir akan kondisi anaknya.
Sampai di loby, langsung dihadapkan dengan keributan. Sepertinya ada pasien baru. Yoongi berhenti. Matanya fokus pada pemandangan di depannya. Didapati Perawat Jang bersama dua perawat lainnya tergesa-gesa mendorong brangkar melewati koridor.
Sampai Rae Na dipanggil oleh seorang dokter. "Perawat Jang!"
Rae Na berhenti. Lalu, menghampiri dokter itu. Entah apa yang mereka bicarakan. Yoongi hanya melihat dari jarak cukup jauh.
Rasanya senang. Bibirnya seakan ditarik untuk tersenyum melihat wajah perawat itu. Namun, ditahannya. Tidak mungkin dia tiba-tiba tersenyum tanpa sebab.
"Tuan?"
Seorang perawat menghampiri. "Maaf. Tapi, anda berdiri di tengah jalan. Apa ada yang bisa kami bantu?"
"Maaf"
"Tuan Min?"
Keduanya mengarah pada sumber suara. Ada Dokter Lee menghampiri. Lalu, bertanya pada perawat yang masih di sana. "Ada apa?"
"Tidak ada, Dokter. Saya permisi"
Setelah perawat itu pergi. Dokter Lee kembali mengalihkan atensi pada Yoongi. "Apa ada keluhan?"
"Masih sama. Pusing dan mulai mengingat beberapa hal kecil. Walaupun tidak jelas"
"Lalu, apa yang membuatmu datang ke sini?"
"Aku ingin menemui Perawat Jang. Tapi, sepertinya sedang sibuk"
Sang dokter mengernyit. "Kau kenal Perawat Jang?"
Bersambung®®
Jadi gitu, knp raena gak mau cerita. Dia cuma gak mau nyimpen rasa yg mungkin Yoongi sendiri udah lupa. Takut sakit hati. Jd dengan gak ngaku, mungkin itu bisa membuang perasaannya sendiri gitu. Tp, di sisi lain dia juga pengen yoongi ingat dia. Makanya kayak ngasih klu seperti di part sebelumnya.
Emm, gini deh.. Misal nih pengen beli eskrim tp tiap makan biasanya langsung flu. Tp ada juga pikiran kalo sekali kali boleh kan ya... Jd raena itu ada sedikit dilema. Mau lepas tp masih berharap. Makanya malah gitu.
Lavyu
Ryeozka
KAMU SEDANG MEMBACA
PLEASE, GIVE ME... / END
Random"Tapi, itu dulu. Saat usiaku masih 22tahun dan dia 25tahun" 1st book in this year Sunday, Jan. 26th 2020 - Wednesday, Apr. 08th 2020 Lavyu Ryeozka