P-27

2.6K 308 63
                                    




🌿🌿




Suasana malam Keluarga Min. Yoongi duduk termenung di ruang makan dengan secangkir kopi di hadapan.

Nyonya Min tahu jika anaknya tengah melamun. Terlihat dari tatapan matanya yang kosong, hanya lurus ke depan. Jadi, Wanita paruh baya itu mendekat lalu duduk di seberangnya.

"Yoon?"

Yoongi mengedipkan mata. Mengembalikan fokusnya yang sempat melayang. Lalu, menatap sekilas sang ibu sembari menyeruput kopinya.

"Ibu senang ingatanmu kembali. Tapi, kenapa kau terlihat tidak senang?"

"Tidak ada. Aku juga senang"

"Jadi, sudah siap menceritakan alasan kecelakaan itu?"

"Akan ku ceritakan. Tapi, bukan sekarang. Aku masih malas. Mengingatnya, membuatku semakin takut mengemudikan mobil sendiri"

"Baiklah. Lalu, bagaimana dengan gadis itu? Kau sudah menemukannya?"

"Ya, aku sudah bertemu dengannya. Sudah menceritakan semuanya. Tapi, dia sangat kecewa"

"Tidak apa-apa. Kalian sudah dewasa. Ibu pikir, hal seperti ini pasti mudah diatasi"

Nyatanya tidak semudah itu. Gadis itu bahkan menghindarinya. Mungkin pikir Nyonya Min apa yang dilakukan Yoongi hanya kesalahan sederhana.

"Jika kalian sudah berbaikan. Kapan-kapan, bawa dia ke rumah. Kenalkan pada ibu dan ayah. Mungkin dia cocok untukmu. Kalian bisa menikah. Lagipula, usiamu hampir kepala tiga, kan?"

Tidak ada jawaban. Tapi, setidaknya Yoongi mendapat persetujuan. Tinggal meluluhkan kembali hati sang pujaan. Lalu, dibawa ke hadapan. Jika bisa, langsung diresmikan.






~






Di kediaman Keluarga Jang. Mereka berkumpul di ruang keluarga. Menyalakan TV yang menyiarkan berita.

"Yah? Ayah tidak akan memintaku berhenti jadi perawat, kan?"

"Hmm? Tidak. Tapi, sebaiknya kau menjadi perawat di sini. Bukan di kota"

"Yah, Medical Park itu rumah sakit swasta yang cukup berkelas. Aku beruntung bisa bekerja di sana. Mana mungkin aku berhenti dari sana"


Kini Nyonya Jang ikut bersuara. "Tapi, sudah bertahun-tahun kau di kota. Sejak kuliah sampai sekarang. Apa kau tidak bosan?"

"Bosan itu pasti ada. Tapi, tempat keberhasilanku ada di sana"


"Apa jangan-jangan kau sudah punya kekasih di sana?" Sela Tuan Jang. "Kalau begitu, suruh dia melamarmu"

Diam sebentar. Memilih jawaban yang tepat untuk dikatakan. "T-tidak. Belum!"

Setelah perbincangannya dengan kedua orangtua, Rae Na masuk ke kamar. Lalu, segera menghubungi Seung Wan.

"Kau di mana?" Tanya Rae Na dengan lesu. Setelah mendapat jawaban.

"Aku sedang makan di kafe. Ada apa? Kenapa lesu begitu?"

Sementara, dua pria yang duduk di hadapannya hanya memerhatikan. Pria itu adalah Yoongi dan Hoseok. Suatu kebetulan mereka dipertemukan.

Tadi, setelah bercengkerama dengan sang ibu, Yoongi menghubungi Hoseok dan mengajaknya keluar, menghilangkan penat. Hingga keduanya tidak sengaja bertemu dengan Seung Wan di kafe ini.

"Siapa?" Tanya Hoseok, pelan.

Bukan menjawab, Seung Wan justru menghidupkan pengeras suara pada panggilannya agar dapat di dengar oleh dua pria itu. Terlebih didengar oleh Yoongi.


"Aku akan dijodohkan jika tidak segera mendapat pasangan. Lalu, diminta berhenti dari pekerjaan di sana. Katanya aku terlalu lama di kota"

"Lalu, bagaimana keputusanmu?"

"Aku belum mengambil keputusan. Hidupku rasanya berantakan"


Terdengar isakan di sana. Yoongi rasanya ikut terluka.


"A-aku,,,"


"Kenapa kau menangis? Kau ingat Yoongi?" Seung Wan sengaja menyebut Yoongi dalam pembicaraannya. Jelas, karena yang bersangkutan ada di sana.


"Aku harus bagaimana dengannya? Aku bahkan selalu merindukannya. Tapi,,," terdengar helaan napas berat. "Aku kecewa Seung Wan, kecewa. Bukan hanya padanya. Tapi, pada diriku sendiri. Betapa bodohnya aku selama itu. Aku takut menjadi bodoh lagi"

"Maafkan aku"







"Maafkan aku"

Rae Na terkejut. Dia mengenali suara itu. Jantungnya berdebar kalut. Jadi, dia langsung mengakhiri panggilannya. Menangis, memeluk kakinya sendiri.



~



Saat itu, Yoongi segera menanyakan di mana Rae Na tinggal. Sayang, Seung Wan hanya tahu kotanya. Tidak dengan alamat lengkapnya.

Jadi, hari ini dia ingin mencari informasinya di rumah sakit. Namun, keinginan itu ditolak oleh Hoseok.

"Kau pikir orang tuamu akan mengizinkan? Oh, ayolah! Tunggu beberapa hari lagi, dia akan kembali"

"Bagaimana kalau dia dijodohkan dan memilih mengundurkan diri?"

Hoseok bedecak kesal. "Kalau kau memang mau pergi, pergi sendiri. Aku tidak akan mengantarmu. Kalau kau berani, ku pinjami mobilku"

Mendengar tutur temannya, Yoongi langsung membanting tubuhnya di kursi. Menghela napas kesal bercampur putus asa. Sambil mendongak menatap atap ruang kerjanya.

"Tenanglah. Kau bukan lagi anak remaja. Yoongi yang dulu bahkan lebih dewasa dibandingkan yang sekarang. Benar-benar tragis" lanjut Hoseok dengan nada lebih santai. Walaupun diikuti gerutuan kemudian.

"Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya" gumam Yoongi.

"Ya. Semua orang yang mengenalmu pasti berpikir seperti itu"

"Tapi, dia lebih suka aku yang dulu"

"Aku pun sama. Terkecuali dengan mempermainkan perasaan itu" sindir Hoseok dengan sinis.



"Aku merindukannya"






Bersambung®®

Maaf, kalo terlalu banyak basa basi. Cuma mau menonjolkan persahabatan juga. Bukan cuma kisah cintanya. Kan book ini ku buat genrenya random. Bukan romance, walaupun biasanya fanfiction.

Semoga menghibur yg sederhana ini.


Lavyu

Ryeozka

PLEASE, GIVE ME... / ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang