🌿🌿
"Jangan lakukan lagi, Tuan"
Seung Wan membawa pasiennya ke taman rumah sakit dengan kursi roda. Kakinya diperban, begitupula dengan tangan kanan dan kepalanya.
"Jangan panggil aku tuan"
"L-lalu?"
"Jungkook. Cukup kau panggil namaku" jawabnya dengan wajah yang sangat terlihat putus asa.
"B-baiklah"
Pasien 205 atas nama Jeon Jungkook. Seorang fotografer dan penjelajah, seorang pecinta alam. Hampir saja meregang nyawa karena terjatuh saat mendaki gunung untuk mengambil gambar.
Tampak putus asa. Seolah dunianya berakhir karena kecelakaan ini. Ya, Seung Wan sudah sedikit mendengar dari orang tua pasien jika anaknya sangat menyukai fotografi. Itu adalah cita-citanya sedari dulu. Wajar jika pasien itu merasa depresi dan putus asa.
"Aku sudah tidak bisa melakukan apapun"
Tatapannya kosong ke depan. Seolah kejadian yang menimpanya menghancurkan semua.
"Anda masih bisa melakukan sesuatu. Jangan menyerah. Masih banyak harapan. Anda masih bisa sembuh" ujar Seung Wan menyemangati.
"Apa yang bisa ku lakukan dengan kaki yang bisa saja lumpuh?"
"Itu hanya asumsi dokter. Anda masih punya harapan untuk sembuh"
"Siapa namamu?"
"Seung Wan, Son Seung Wan. Mereka biasa memanggilku Perawat Son jika di rumah sakit"
Jungkook tersenyum tipis. Sangat tipis, hampir tak terlihat. Senyuman yang sejak beberapa hari ini tidak muncul.
"Jika aku membawa kameraku. Aku akan mengambil gambarmu"
Abaikan Jungkook yang sakit. Tapi, masih bisa membuat anak orang tersipu.
Lihatlah, bagaimana Perawat Jang menghadapi tuannya.
"Ini hanya goresan kecil, Tuan"
"Tapi, berdarah"
"Berdarah pun tidak akan menyebabkan anda kehilangan nyawa"
"Apa maksudnya? Mati?"
"Tuan, ini hanya cukup diplaster, selesai"
Jadi, Tuan Muda Park ini mendapat luka di punggung tangannya. Luka kecil, sangat kecil. Luka anak-anak kalau Perawat Jang menyebutnya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan hanya karena tergores ujung meja. Kecuali goresan itu tembus ke urat nadi hingga pecah.
Berlebihan sekali Putra Park ini.
"Aku hanya ingin bertemu denganmu, Perawat Jang"
Rae Na terkejut dengan perubahan nada suara pria itu. Terdengar begitu dalam dan tidak main-main.
"Tapi, anda tidak punya alasan menemui saya" Rae Na membalas sama datarnya.
"Ada, tentu saja"
"Apa yang bisa saya bantu, Tuan?"
"Dokter Kim"
Rae Na tampak tidak mengerti. Kenapa membawa nama Dokter Kim?
"Jika kau bisa menerima kehadiran Dokter Kim, tidak bisakah kau juga melakukan itu padaku?"
"Apa maksud anda?"
"Lihat aku. Aku menyukaimu, Perawat Jang. Ku rasa kau tahu itu"
"A-anda" Rae Na mulai gugup. "Seharusnya, anda tidak berbicara seperti itu di sini. Ini masih jam kerja"
"Hanya ada kita berdua di sini"
Benar. Hanya mereka berdua di ruang perawat itu. Salahkan Park Jimin yang menerobos masuk ke ruangan itu. Membuat para perawat lain memilih ke luar. Menyisakan Perawat Jang yang sedang sibuk hingga tidak menyadari kehadiran tuannya.
Jimin mendekatkan wajahnya. Menatap Rae Na begitu dalam. Sementara, Rae Na hanya bisa menahan napas dengan menjauhkan wajahnya dari pria itu. Namun, pria itu terus mendekat. Hingga jarak yang mereka kikis begitu tipis.
Ah, lihatlah! Bahkan, kening mereka hampir bersentuhan. Lalu, hidung. Kemudian mulut. Hampir saja menyatu.
"Perawat Jang!"
Keduanya langsung memperbaiki posisi. Selamat, pikir Rae Na. Meski menimbulkan tanda tanya pada dokter yang memanggilnya.
"D-Dokter Kim? Ya, ada apa?"
"Apa aku mengganggu?"
"Tidak, tentu saja tidak"
"Tolong bawakan analisa pasien 314 ke ruanganku untuk menentukan tindakan selanjutnya"
"Baik, dokter"
"Tuan Park, permisi!" ucapnya datar pada sang atasan. Diikuti Rae Na yang sudah menemukan data analisa pasien.
"Semakin dekat dengan Tuan Park, hmm?"
Seok Jin melirik Rae Na dengan ekor matanya sembari tersenyum. Ya, senyum yang dipaksakan. Mengingat pria itu tidak menyukai sosok bernama Park Jimin. Terlebih jika dekat dengan Rae Na.
"Bu-bukan, bukan begitu. Anda salah paham kalau melihat kami tadi" buru-buru menyangkal. Sungguh, ini bukan seperti yang pria itu pikirkan.
"Aku sebagai Kim Seok Jin sekarang. Bukan Dokter Kim. Jadi, aku akan tanya sesuatu. Jawab sebagai Jang Rae Na" ucapnya sembari tersenyum.
"Em, b-baiklah"
"Pernah menyukai Park Jimin?"
"Apa?" Sedikit terkejut. Kemudian melanjutkan. "Tidak. Tidak pernah sama sekali"
Pria itu tersenyum puas. Rasanya lega. Pikirnya, dia punya harapan.
"Baiklah. Mari, Perawat Jang"
Mempercepat jalan hingga ke ruangan Dokter Kim. Di sana Rae Na segera menyerahkan berkas di tangan.
"Pasien 314 benar-benar harus mendapat penanganan khusus. Nanti aku dan beberapa dokter akan menemui Kepala Dokter untuk membahas tindakan selanjutnya. Komplikasi yang dideritanya harus diatasi dengan tepat"
"Saya mengerti"
Untuk selanjutnya, mereka hanya membicarakan masalah pasien dan tindakan-tindakan selanjutnya yang harus mereka ambil.
Ya, dokter harus bekerja dengan baik, bukan?
Bersambung®®
Draft habis, 😭😭
LavyuRyeozka
KAMU SEDANG MEMBACA
PLEASE, GIVE ME... / END
Random"Tapi, itu dulu. Saat usiaku masih 22tahun dan dia 25tahun" 1st book in this year Sunday, Jan. 26th 2020 - Wednesday, Apr. 08th 2020 Lavyu Ryeozka