No edit lagi. Jd maklumkan. Dan maaf kalo ceritanya makin jelek.
🌿🌿
Ada pemandangan menarik di depan sana. Ya, menarik atensi Hoseok untuk penasaran terhadap apa yang dilihatnya.
Min Yoongi, temannya kembali bersama seorang gadis yang tidak asing baginya. Jang Rae Na, perawat yang beberapa kali ditemuinya saat mengantar Yoongi ke rumah sakit.
Mata Hoseok terus berpendar mengikuti langkah Yoongi hingga masuk kembali dan duduk di sampingnya.
"Perawat Jang?" Hoseok langsung menanyakan kebenaran apa yang dilihatnya.
"Ya. Aku mengajaknya pulang bersama. Tapi, dia menolak dan mengatakan akan naik bus"
"Kalian bertemu di mana?"
"Di taman belakang gedung itu"
Menghidupkan mesin mobil. Lalu, melaju pelan sembari terus membuka percakapan dengan orang di sebelahnya. Terdengar seperti menginterogasi sebenarnya.
"Jadi, benar ada taman di sana?"
"Ya. Ku rasa dulu aku sering ke sana. Tempatnya tidak banyak berubah"
Ada yang aneh. Hoseok melihat senyum tipis dari Yoongi saat mengatakannya.
"Lalu, sedang apa Perawat Jang di sana?"
"Dia hanya duduk. Sepertinya baru saja menangis"
"Kau tanya kenapa dia menangis?"
"Dia bilang, dulu dia dan kekasihnya sering datang ke sana. Dia juga bilang sangat merindukannya"
"Memang, kekasihnya kemana?"
"Dia pernah cerita, kekasihnya pergi ke luar negeri dan kembali dengan melupakan segalanya. Dia bilang, mereka terasa begitu jauh, walaupun dekat. Aku tidak mengerti"
"Di mana dia tinggal?"
"Di gedung itu. Lantai 3, kamar nomor 9. Tapi, dulu saat masih mahasiswa"
"Lalu, sekarang?"
"Dia tidak bilang"
Sejenak diam. Hoseok juga bingung untuk bertanya apalagi. Sampai Hoseok memilih menawarkan untuk mampir di sebuah kafe. Namun, ditolaknya.
~
Tiba di rumah, Yoongi langsung melempar tubuhnya di tempat tidur. Memijat pelipisnya dengan pelan. Cukup banyak hal yang dia ingat hari ini. Membuat syaraf-syarafnya terasa lelah.
Meski begitu, dia masih memikirkan pertemuannya dengan Perawat Jang, juga apa yang dikatakannya. Ingin menyimpulkan sesuatu tentang semua kebetulan yang berkaitan dengan perawat itu. Tapi, terlalu takut jika dia hanya mengada-ada. Takut, jika itu hanya sebuah sugesti yang tak berarti.
"Min Yoongi, aku mencintaimu"
"Min Yoongi, aku mencintaimu"
Seketika membelalak, jantungnya berdegup kencang. Suara itu memenuhi pendengarannya. Taman yang tadi dia datangi, disusul sebuah senyum, tawa, tangis dari seorang gadis terlintas sekilas.
"Min Yoongi, lalu bagaimana jika aku merindukanmu?"
Tangis itu sarat akan kesedihan, kekhawatiran, juga keputusasaan.
"Jangan pergi. Setidaknya, jika kau benar-benar harus pergi jangan akhiri hubungan ini"
Gadis itu berjongkok di hadapannya. Menelungkupkan kepalanya di atas lutut dengan tangis yang semakin histeris.
"Aku harus bagaimana? Apa yang harus ku lakukan untukmu?"
Argh!
Memori yang baru saja terlintas sukses menyakiti kepalanya. Yoongi berteriak kesakitan. Tangannya tak henti meremat rambutnya sendiri dengan kuat.
"Yoongi! Apa yang terjadi?!" Panik sang ibu yang langsung membuka pintu kamar anaknya.
Wanita itu mendekat. Duduk di samping sang anak yang terbaring menahan kesakitan di kepalanya. Perlahan melepas tangan itu dari kepalanya.
"Yoon, tarik napas, buang perlahan" ucapnya sembari memijit lembut kepala anaknya. "Tenangkan dirimu"
Butuh waktu kurang lebih dua menit untuk mendapat ketenangan. Lalu, perlahan bangun dan duduk.
"Ibu?"
Sang ibu mengambil obat di laci nakas yang tidak jauh darinya beserta air putih yang selalu disediakannya untuk sang anak. Mengantisipasi jika ada yang mendesak seperti saat ini.
"Minumlah"
Yoongi mengambilnya dari tangan sang ibu. Menenggaknya, dan kembali meletakkannya di meja nakas.
"Apa perlu menemui Dokter Lee?"
"Tidak perlu. Besok saja sekalian pemeriksaan"
"Apa yang terjadi? Apa yang kau ingat? Apa yang kau lakukan hari ini sampai membuatmu kesakitan?"
"Ibu, apa ibu benar-benar tidak tahu gadis terakhir yang dekat denganku sebelum aku ke Sydney?" Menatap sang ibu lekat. Berharap mendapat jawaban yang dia inginkan.
"Seperti yang pernah ibu katakan, kau tidak pernah memberitahukannya pada ayah dan ibu" jeda beberapa detik. "Mungkin gadis yang pernah mengantarmu itu?"
"Bukan, ibu. Aku tidak merasakan apapun padanya. Aku sudah mengingatnya. Dulu aku memang menyukainya. Tapi, sekarang aku tidak merasakan apapun padanya. Kecuali hanya sesama antar teman. Tapi, gadis yang satu ini selalu membuatku pusing jika berusaha mengingatnya"
Entah apa yang terjadi. Tapi, Nyonya Min dapat melihat mata anaknya memerah. Seolah menggambarkan penyesalan.
"Aku merasa telah melukainya. Baru saja, aku merasa telah membuatnya menangis"
"Itu yang membuat kepalamu sakit dan berteriak? Kau berusaha mengingatnya? Jangan dipaksakan, nak"
"Ibu, aku harus mengingatnya. Aku harus tahu siapa dia. Ku rasa itu salah satu cara mengembalikan ingatanku sepenuhnya"
Mungkin, perbedaan yang dapat dilihat dari seorang Min Yoongi sebelum dan sesudah kecelakaan itu adalah dia yang sekarang lebih terbuka. Berani mengutarakan perasaannya. Tidak seperti dulu, hanya mengatakan apa yang bersifat umum. Tidak pernah menunjukkan apapun pada ayah dan ibunya hingga teman-temannya. Bicara pun tidak panjang. Tapi, anak itu kini bisa berbicara panjang lebar.
Nyonya Jang tersenyum lembut. Namun, mengandung penyemangat.
"Kau pasti mengingatnya. Saat itu, minta maaflah padanya. Kau juga harus menceritakan pada ibu dan ayah, kenapa kau bisa kecelakaan. Tidak harus secepatnya. Kapanpun jika semua sudah baik-baik saja"
Bersambung®®
Hee kemarin mau ngetik males sangat. Jadi baru bisa sekarang.
Semoga menghibur ya. Walaupun acakadul begini.
Lavyu
Ryeozka
KAMU SEDANG MEMBACA
PLEASE, GIVE ME... / END
Random"Tapi, itu dulu. Saat usiaku masih 22tahun dan dia 25tahun" 1st book in this year Sunday, Jan. 26th 2020 - Wednesday, Apr. 08th 2020 Lavyu Ryeozka