Penulis :
Elfia yulianur fiaaanr
Septiana fatihatul M. septianafm
.
.
Happy reading.🌿
.
.
.Keningku terasa nyut-nyutan ketika mengerjakan soal kimia di modul. Sebenarnya, tadi siang, teman-teman kelasku tidak ada yang mengerjakan tugas dari Bu Renata. Termasuk dengan sang ketua kelas—Reytno. Alhasil, Reytno memberi saran agar tugas tersebut dikerjakan di rumah dan harus dikumpulkan besok saat pelajaran Bu Renata tiba.
Aku menggigiti ujung penaku ketika rumus-rumus untuk menentukan asam dan basa tidak kutemukan juga. Lagian, apa gunanya sih memakai rumus yang harus menguras otak? Memang nggak bisa, ya, larutannya langsung dicicipin saja?
Kimia itu menyebalkan.
Aku pun menutup modulku, tidak berminat lagi untuk meliriknya. Besok, aku akan menyalin jawaban Tanya—Si kutu buku yang selalu mendapat peringkat paralel, saja.
Aku menatap langit-langit kamar, tiba-tiba perkataan Alka menggentayangiku.
Kita masih bisa berteman, kan?
Selain perkataan Alka, ucapan Bella pun ikut menggentayangiku juga.
Allah aja maha pemaaf, masa lo nggak, sih?
Apakah aku terlalu jahat sehingga tidak mau memaafkan Alka? Aku sadar, ini bukan salah Alka sepenuhnya, karena dia pun tidak mengetahui jika aku My Princess-nya.
Apa aku harus memaafkannya dan menerimanya kembali sebagai seorang teman?
******
Pagi-pagi buta aku sudah sampai di sekolah. Niatnya, aku berangkat lebih awal untuk menyontek tugas kimia-nya Tanya. Namun, rupanya gadis bermata empat itu belum datang.
Mungkin aku harus mengerjakannya sendiri. Aku pun mengeluarkan modul kimia beserta SPU dari tasku. Aku mencoba mengerjakannya dari soal yang paling mudah. Tetapi sama, aku hanya memandanginya saja tanpa bisa menjawab.
“Ish! Gue sumpahin yang bikin nih soal kejebur got!” gerutuku.
“Mau gue bantu?” tawar seseorang di ambang pintu kelas 11 MIPA 3.
Tanpa mendengar jawabanku, cowok ber-hoodie hitam dengan ransel yang senada dengan hoodie-nya itu masuk ke kelas dan menduduki kursi di depanku.
“H2SO4 itu senyawa hasil dari peng-ion-an atom 2H+ dengan SO4¯². Nah, H+ merupakan senyawa yang bersifat asam, jadi jawabannya yang A,” jelas Alka dengan satu kali tarikan napas.
Aku berdecak kagum mendengar penjelasan Alka. Selain tampan, cowok dingin itu juga pintar. Bahkan, Alka sempat menjuarai olimpiade kimia tingkat nasional saat ia kelas sepuluh. Pantas saja,dia mendapat julukan most-wanted dari kaum hawa.
“Makasih.” Aku menyilang huruf A serta menyatat yang dijelaskan Alka tadi.
“Na, lo udah mau maafin gue belum? Kalaupun belum nggak papa, gue bakal berjuang lagi.”
Semenyesal itu, kah, Alka? Sampai-sampai dia masih mencoba untuk meminta maaf bahkan setelah aku menamparnya kemarin di depan umum.
Aku bingung harus menjawabnya apa. Sebenarnya, aku sudah memaafkannya sejak tadi malam—saat aku mencoba merenungkan pokok masalah ini. Namun, rasa gengsi-ku ini membungkam mulutku untuk sekadar berkata, “Iya, gue udah maafin lo.”
“Gu—gue mau ke toilet.” Aku bangkit dari tempat dudukku dan pergi meninggalkan kelas.
Saat dalam perjalanan ke toilet, aku berpapasan dengan Bella di depan kelas 11 MIPA 1.
“Ngapain lo jalannya ngendap-ngendap kaya maling gitu?” Bella memicingkan matanya.
“Ikut gue.”
“Ih, Na lepasin! Lo ngapain bawa gue ke toilet sepagi ini?”
“Ini _urgent,_ Bel!”
“Ada apa emang?”
“Tadi pas gue ngerjain tugas dari bu Rena—“
“Astaga Ana! Lo belum ngerjain tugas dari bu Renata?” sela Bella.
“Ish! Diem dulu, napa Bel! Gue belum selesai ngomongnya!”
“Hehe sorry.” Bella mengangkat kedua jarinya membentuk huruf V. “Terus-terus?”
“Pas gue ngerjain tugas itu, tiba-tiba Alka datang dan bantuin gue ngerjain soal-soal itu.”
“Terus?” Bella tampak tertarik mendengar ceritaku ini.
“Ya terus dia malah jadi bahas apa gue udah maafin dia atau belum.”
“Yaelah! Gue kira Alka tiba-tiba nyium lo kek di drakor-drakor yang pernah gue tonton."
Aku mendelik tajam. “GILA LO!”
Bella cengar-cengir tak berdosa, lalu dia kembali bertanya, “Terus lo maafin Alka?”
“Niatnya sih mau. Tapi ....”
“Tapi apa?”
“Gue gengsi ngomongnya, Bel.”
“Nggak usah pake acara gengsi-gengsian! Ntar lo nyesel nggak mau maafin dia pas dia udah nggak perjuangin lo lagi.”
Aku mencerna perkataan Bella. Benar juga, sih.
“Malah ngalamun ceunah, buruan gih ngomong sama dia.”
“Tapi gue—“
“Nggak usah banyak cing-cong! Ntar gue ajarin ngerangkai katanya.”
Aku mengangguk. Setelah itu, kami berdua bergegas menuju ke kelas untuk menemui Alka. Setibanya di kelas, aku tidak lagi menjumpai Alka di sana.
Aku pun duduk di bangkuku dan disusul oleh Bella.
“Kurang gercep lo, sih, Na!”
Aku menundukkan kepalaku—kecewa.
“Eh anjir! Ini 40 soal udah selesai, Na?” tanya Bella ketika melihat modulku yang tergeletak di meja.
Aku memeriksa modulku. Alka yang ngerjain ini semua? Dalam waktu 10 menit? Kok bisa, sih? batinku.
“Apa ini Alka yang ngerjain semua? Gila, sih! Tapi! Otaknya terbuat dari apa dia? “ kagum Bella.
“Ya mana gue tau,” balasku acuh.
“Parah, Na! Lo mutusin pacar sepinter dan seganteng Alka!”
Aku membelakakkan mataku. “Diem atau gue lempar lo ke laut, hah!”
******
Bel istirahat baru berbunyi sejak dua menit yang lalu. Hendak pergi ke kantin, aku pun membuka tas berwarna peach untuk mengambil uang sakuku di sana.
“AAAA ... BELLA!” Teriakanku menggelegar di ruang kelas.
Bella yang tadinya berada di luar kelas—sedang menunggu pacarnya, David, pun akhirnya berlari ke arahku.
“Lo ngapain teriak-teriak kaya gitu, Nq?”
“Lo liat aja, deh, tas gue!”
Setelah melihat ke dalam tasku, Bella berteriak lebih histeris dariku.
“ANA ... LO NGAPAIN BAWA KODOK MATI KE SEKOLAH, SIH!”
Sepenjuru kelas ikut terkejut karena teriakkan Bella.
“Kodok mati beneran?”
“Ngapain lo bawa kodok itu ke sekolah, Na!”
“Iya! Lagian sekarang, kan nggak ada praktikum biologi!”
“Apa jangan-jangan lo psycho, Na?”
Seribu satu pertanyaan dan tuduhan dari teman-teman sekelasku membuat aku semakin ketakutan.
Tess ....
Satu cairan bening pun menetes dari pelupuk mataku. Aku benar-benar takut.
“Kalian ngapain nuduh Ana sembarangan kaya gitu, sih? Nggak liat, tadi Ana juga kaget? Apa kalian buta, hah!” seru Bella, iq nampak emosi mendengar omong kosong yang ditujukan padaku.
Bella menarik tanganku untuk keluar kelas. Dia membawaku ke ruang staf-staf SMA Bagaskara.
“Mang Ujang ... tolong buangin kodok mati di kelas 11 MIPA 3,” suruh Bella.
“Siap, Neng,” balas Mang Ujang.
Setelah mengatakan itu, Bella kembali menarikku. Entah dia mau membawaku ke mana.
“Nggak usah nangis lagi, Na. Itu udah mau dibuang sama Mang Ujang.”
“Iya, makasih banyak, Bel.”
Aku benar-benar beruntung mendapat sahabat seperti Bella. Meskipun terkadang dia menyebalkan, tetapi sebenarnya dia itu perhatian.
“Udah tanggung jawab gue untuk bantuin lo, Na,” balas Bella bijaksana. “Lagian, siapa sih yang jailin lo sampe naruh kotak yang isinya kodok mati? Lo punya musuh di sini, Na?”
Aku menggeleng cepat. “Enggak.”
“Ini nggak bisa dibiarin, kita harus selidikinnya, Na!”
“Iya, harus!”
“Sip deh,” respons Bella. “Terus sekarang kita mau ke mana?”
“Ke kantin aja, yuk. Gue laper, tadi pagi belum sarapan.”
“Let’s go!”
******
Suasana di kantin masih ramai. Bella membiarkanku duduk terlebih dahulu, sementara ia mengantre untuk memesan siomay.
Saat aku duduk sendiri di kantin, tak sengaja bola mataku menangkap kehadiran cowok yang sedang memakan mie ayam. Alka Whidarma namanya.
Aku jadi teringat kejadian tadi pagi--saat Alka membantuku mengerjakan tugas yang diberikan bu Renata.
“Apa gue harus ngomong sekarang kalau sebenarnya gue udah maafin dia?”
Aku mengumpulkan keberanianku untuk menghampiri meja Alka. Setelah keberanian itu sudah terkumpul, aku pun beranjak dari tempat dudukku untuk menghampiri Alka. Namun, aku mengurungkan niatku ketika melihat noda merah di baju OSIS Alka. Jelas, itu adalah percikan darah.
Otakku memutar ulang rekaman kejadian yang terjadi beberapa saat lalu di kelas.
Nggak mungkin Alka pelakunya! pekikku dalam hati.
Segera, aku menepis pikiran negatif itu******
Kalo suka sama cerita ini, bolehlah yaa, vote+koment.👉👈
See you next part.❤️Salam dari kami,
Author Explorer.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alkana || END
Teen FictionHi heart! Sebuah aplikasi pencarian jodoh mempertemukanku dengannya. Dia yang selama ini membuatku senyum-senyum sendiri, namun tak pernah aku ketahui identitasnya. Sebut saja dia adalah 'My Prince'. Di sisi lain, terdapat seorang pemuda berhati es...