Sebelas

457 30 13
                                    

Penulis:
Elfia yulianur fiaaanr
Septiana fatihatul M. septianafm
.
.
Happy reading.🌿
.
.
.

“Bella mana, sih? Lama banget.” Aku bermonolog sendiri seraya berjalan mondar-mandir.

Sudah dua jamkali lamanha aku menunggu Bella di rumah. Sesuai rencana, Bella ingin pergi ke rumahku tepat pukul lima sore. Namun, gadis berpipi chubby itu tak kunjung menampakkan batang hidungnya.

Untuk meminimalisir ke-gabutan-ku, aku pun membuka ponselku. Aku melirik aplikasi Hi Heart!. Masih dengan keadaan yang sama, aplikasi itu tampak sunyi, tak ada lagi yang mengirimku pesan. Perlahan, air mataku luruh ketika mengenang bagaimana dulu aku sering cekikikkan tidak jelas karena pesan-pesan dari My Prince.

Tetapi, sekarang dia sudah pergi. Tidak ada yang bisa aku harapkan lagi.

“Apa gue hapus aja ya aplikasi ini?” Aku bertanya pada diriku sendiri.

Namun, masih ada rasa tak ikhlas dalam benakku untuk meng-uninstal  aplikasi Hi heart!. Entah karena alasan apa.

Beberapa menit kemudian, terdengar suara klaskson mobil di depan rumahku. Itu adalah mobil Bella bersama pemiliknya.

Tak membutuhkan waktu lama, Bella akhirnya sampai di kamarku yang terletak di lantai dua.

“Lama banget lo, sih, Bel!”

“Ya sorry, Na! Tadi gue disuruh nganter nyokap arisan dulu,” jawab Bella seraya meletakkan hermes bag-nya ke sembarang tempat.

“Hmm ... udah lama ya, gue nggak ke rumah lo. Makin empuk aja, nih kasur.” Bella bergulat-gulat layaknya ulat keket di atas kasur minnion-ku.

“Lo sih, kerjaanya pacaran mulu sama si David!” cibirku.

“Woiya jelas, secara gue nggak jomblo.”

“Tapi, Bel ... lo kok mau aja sih, jadian sama David yang jelas-jelas dia tuh buaya darat yang suka main sana-sini?”

“Daripada gue harus nyesek nungguin orang yang nggak pasti, mending gue seneng-seneng aja, ‘kan?”

Aku menduga bahwa arah pembicaraan Bella mengacu pada sahabatku, Bara. Jujur, aku merasa kasihan dengan Bella. Dahulu, sewaktu masih kelas sepuluh, Bella pernah mengejar-ngejar Bara. Tetapi, lelaki itu tidak pernah peka dan tak membalas perasaan Bella. Mungkin dari itu, Bella berpacaran dengan David untuk mencari pelampiasan.

Aku jadi bingung dengan Bara. Bella itu cantik, lumayan pintar, ideal, dan berasal dari keluarga yang mapan. Tetapi, Bara sama sekali tak pernah meliriknya. Apa jangan-jangan Bara itu homo?

“Bara, ya?” tebakku, “gimana kalau lo coba deketin dia lagi, Bel?”

“Udahlah, gue males bahas itu,” jawab Bella dingin. “Eh, lo tadi mau nyeritain apa, Na? Cepetan, gue kepo banget!”

Aku menarik napasku dalam-dalam—berusaha mengambil ancang-ancang untuk menceritakannya pada Bella. “Gini, Bel. Sebenarnya, tadi gue telat dan mata gue sebab itu gara-gara gue habis putus sama cowok gue.”

Alkana || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang