Empat Belas

474 25 6
                                    

Penulis:
Elfia yulianur fiaaanr
Septiana fatihatul M. septianafm
.
.
Happy reading.🌿
.
.
.

“Assalamualaikum ... Ana pulang.”

“Waalaikumsalam,” jawab Mama yang sedang menonton televisi.

Aku menaruh tasku ke sofa. “Mama nggak ke butik? Tumben .... “

“Udah mau ngomong, nih?”

“Hah? Maksudnya?”

“Ya dari kemarin, ‘kan, kamu nggak mau bicara, ngunci diri kamu terus di kamar. Tadi pagi aja, Mama harus paksa kamu buat sekolah. “

Memang benar yang dikatakan Mama. Sekarang, aku tidak seterpuruk kemarin. Setelah berbicara dengan Alka sewaktu di taman, mood-ku sedikit membaik, meskipun belum sepenuhnya. Walau demikian, bukan berarti aku sudah memaafkan Alka. Masih ada rasa kecewa di dalam benakku.

“Hehe ... maafin aku ya, Ma. Kemarin aku nggak sopan sama Mama, mana sampai ngebanting pintu di depan Mama.”

Mama membawaku ke dalam pelukan hangatnya. “Mama ngerti kok, pasti kamu sedang ada masalah.”

“Iya makasih, Ma. Mama memang mama yang paling sabar di dunia.” Aku mengecup punggung tangan Mama.

Btw, kamu pulangnya nggak bareng Bara?”

Aku terlalu hanyut dalam kesedihanku, sampai aku melupakan sahabat baikku sejak kecil, Bara Zabirue. Tadi, di sekolah saja aku tidak menjumpai cowok itu. Dia ke mana?

“Enggak, Ana naik ojol tadi,” jawabku seadanya.

“Kamu lagi marahan, ya, sama Bara?”

“Emm ... ya gitu deh, Ma.”

“Jangan terlalu lama ngambek sama Bara. Bara itu orang yang baik, dia selalu ada buat kamu, Na. Ntar semisal Bara tiba-tiba ninggalin kamu gara-gara kamu marah sama dia gimana? Kamu mau emang?”

Aku menggeleng cepat, aku tidak siap kehilangan sosok yang berarti dalam hidupku itu.

“Makanya ... kalau Bara punya salah, kamu maafin dia, gih. Lagian memberi maaf nggak ada ruginya, kan?”

“Tapi, Bara itu ngeselin, Ma. Dia berantem lagi di sekolah. Padahal dulu aku udah pernah ingetin dia, tapi dia tetep nggak mau dengerin aku. Wajar kalau aku marah, ‘kan?”

Mama mengelus lembut puncak kepalaku. “Dari dulu, cowok itu kerjaannya berantem, Ana. Tetapi perlu kamu ketahui, cowok itu akan berantem saat dia ingin melindungi seseorang yang dia sayang. Kaya papa kamu dulu, dia sering berantem sama orang yang selalu ngehina Mama.”

Aku mencerna perkataan Mama. Benar, Bara berkelahi dengan Alka karena Alka telah membuatku menangis.

Gue nggak boleh childish gini, gue harus maafin Bara. Aku membatin.

Aku membuka aplikasi line-ku di ponsel. Banyak pesan-pesan dari Bara yang belum kubaca. Bibirku tertarik ke atas ketika membaca pesan terakhir yang dikirim Bara.

From : Bara_zabirue
Oh tuan putri Ana, hatinya dikutuk mbak Elsa, ya, makanya jadi beku gitu?

Lo emang sahabat gue yang paling gila! pekikku dalam hati.



******



Jam menunjukkan pukul 06.35. Aku sudah siap untuk pergi ke sekolah. Kini, aku duduk di ruang tamu untuk menunggu ojekku itu—Bara. Beberapa menit kemudian, Bara datang dengan _ninja_ hitamnya. Kulihat dari jendela ruang tamu, lelaki itu tampak ragu-ragu. Cowok berpostur tubuh tinggi itu melepas helm-nya lalu menatap ke atas rumahku—lebih tepatnya ke kamarku. Lantas, dia kembali mengenakan helm full face-nya dan berniat menancap gas motornya.

“BARA TUNGGUIN GUE!” Aku berlari ke luar rumah.

Bara menghentikan motornya. “Lo udah nggak marah lagi sama gue, Na?”

Aku berdehem ria untuk menutupi rasa gengsi-ku. Kemudian berkata, “Kasian kalau gue marah terus, lo nggak ada temennya.”

“Akhirnya!” Bara berteriak kegirangan, “jurusnya mbak elsa manjur juga, ya!” serunya melantur.

“Nggak usah mulai! Yuk ah, jalan, ntar telat lagi.” Aku duduk di kursi penumpang motor Bara.

Dalam perjalanan, Bara mencoba mengajakku mengobrol.

“Na ... emang kemarin lusa, lo nangis kenapa, sih?”

“Nggak usah bahas itu boleh?” Aku memang tidak ingin mengingat luka itu kembali.

“Ya udah, deh, kalau nggak mau cerita. Tapi pasti ada kaitannya sama Alka, ‘kan? Biar gue kasih pelajaran lagi ke cowok songong itu!”

Ck! Lo nggak inget lo tadi minta maaf karena kesalahan apa, Bar?” sindirku seraya menatap tajam ke arah Bara. “Gue nggak suka liat lo berantem.”

“Cowok kalau nggak berantem, tuh nggak mainly, Ana.”

Please, Bar! Demi gue jangan berantem lagi.”

“Gu—gue usahain,” balas Bara terbata-bata.

“Nah, good!”

****

“OH ANASTASYA FRANINDA! PRINCESS DATANG!”

Suara cempreng Bella menggelegar di kelas 11 MIPA 3. Aku yang sedang membaca novel pun berdecak kesal karena teriakkan Bella menganggu gendang telingaku.

“Bisa nggak si, suara lo dipelanin dikit Bella Talia!”

“Wah wah wah ... kayaknya Mbak ini udah mengakhiri masa galaunya, nih. Nggak bisu lagi kaya kemarin.”

“Apa sih, nggak jelas lo!”

Bella menoyor pelan kepalaku. “Ceritain dong, Na. Kenapa lo kemarin keliatan galau gitu? Terus pas kemarin lusa, kenapa lo pulang duluan? Terus kenapa lo nggak balas chat gue sama sekali, hah!”

“Lo mau nanya atau intograsi gue, Bel?”

Bella cengar-cengir tak berdosa. “Cepet, Na ceritain! Gue kepo.”

Aku ragu untuk menceritakannya kepada Bella. Tetapi, aku teringat saat Bella marah beberapa waktu yang lalu karena aku terlalu tertutup kepadanya. Aku tak mau lagi berjumpa dengan Bella yang dingin itu.

Aku pun menceritakannya lengkap pada Bella, tanpa ada yang ditambah-tambahi maupun dikurang-kurangi.

“Anjir! Jadi. .. Alka itu ternyata pacar online lo, Na? Parah si, lo mutusin cowok seganteng dia!”

Aku segera membekap mulut mercon Bella. “Pelanin suara lo, Bel! Ntar kalau ada yang denger gimana? Gue bisa di-bully habis-habisan sama Kak Resha,” tukasku.

“Eh iya sorry-sorry, suka kelepasan, nih mulut.” Bella menepuk-nepuk mulutnya. ”By the way, kak Resha itu siapa?”

Aku memang belum sempat menyeritakan kejadian saat aku disiksa kak Resha di toilet beberapa waktu silam. Meskipun kejadian itu sudah lama, tetapi memory itu masih membekas dalam diriku.

“Itu ... kak Resha kelas 12 MIPA 1, dia kayaknya suka sama Alka.”

Bella hanya ber-oh ria. Bersamaan dengan itu, bu Wahyuni datang ke kelas. Aku dan Bella pun mengakhiri sesi cerita kami dan fokus mengikuti pembelajaran.

Saat bel istirahat berbunyi, Bella mengajakku ke kantin. Sebenarnya, aku malas untuk ke kantin, pasti di sana aku akan bertemu Alka. Tetapi, jika aku terus menghindari Alka, itu akan membuatku seperti pecundang. Bukannya aku harus menunjukkan kepadanya bahwa aku bisa move-on darinya?

Aku pun menerima tawaran Bella untuk pergi ke kantin. Sesampainya di kantin, kami memesan dua mangkok bakso dan dua gelas lemon tea.

Tak membutuhkan waktu lama, pesanan itu pun datang. Saat aku dan Bella hendak menyantap bakso itu, tiba-tiba datang seorang cowok bertubuh tinggi yang sangat kukenali.

“Na ... lo udah mau maafin gue belum?”

Aku hanya menganggap pertanyaan itu sebagai angin yang berlalu.

Tiba-tiba, Alka menggebrakan tangannya di salah satu meja yang ada di kantin.

“WOY! BOLEH MINTA WAKTUNYA NGGAK?” tanya Alka pada semua orang yang berada di kantin.

“Kalian pernah nggak, sih, punya salah sama orang lain? Dan kesalahan itu sangat fatal. Apa yang akan kalian lakukan? Gimana cara kalian dapet maaf dari orang tersebut? Apa harus dengan bertekuk lutut di depannya?”

Benar saja, Alka membiarkan lutunya menyentuh lantai. Dia bertekuk lutut di depanku seraya memegangi pergelangan tanganku.

Aku terkejut, begitupan dengan seluruh penguni kantin. Pasalnya, Alka yang terkenal dingin, cuek, dan tidak peduli dengan orang lain, kini bertekuk lutut padaku.

“Itu beneran Alka, ‘kan?”

”Sweet banget, sih, bwang Alka. “

“Eh mereka ada hubungan apa, sih?”

“Beruntung banget Ana diperlakuin gitu sama cowok seganteng Alka.”

“Jadi ngiri, deh.”

“Eh, tapi kok mau-maunya Alka sujud di depan cewek murahan itu, ya?”


Plakk ....

Entah apa yang kupikirkan sampai aku melesatkan sebuah tamparan ke pipi kanan Alka. Aku benar-benar kesal dengan cowok itu. Dia mengumbar privasi kami di depan umum.

“Mau lo sebenarnya apa, sih? Masih belum puas lo nyakitin gue?”

“Gue cuma mau dapet maaf dari lo! Sebenci itu, kah lo sama gue, Na?” Alka memegangi pipi kanannya.

“IYA, LO BENER! GUE BENCI SAMA LO, ALKA.” Aku menarik lengan Bella dan berlari keluar kantin.

Samar-samar aku mendengar Alka berkata, “Hati-hati dengan ucapan lo, Na. Inget, pertemuan pertama kita dimulai dengan kebencian. Lalu kebencian itu berubah jadi rasa suka seiring dengan berjalannya waktu. Jadi ... kebencian lo yang sekarang, memungkinkan kan berubah jadi rasa yang berbeda lagi?”


Aku menyeka air mataku dengan kasar lalu pergi meninggalkan Alka.

“Gue akan berusaha buat dapet maaf dari lo, Na. Gue juga akan ngebuktiin ke lo kalau perasaan gue hanya buat lo. Seutuhnya buat lo. Gue janji, Anastasya Franinda.”


******

Jangan luoa vote+koment, guys.👉👈
See you next part.❤️

Salam dari kami,

Author Explorer.

Alkana || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang