Sembilan Belas

413 22 4
                                        

Penulis:
Elfia yulianur fiaaanr
Septiana fatihatul M. septianafm
.
.
Happy reading.🌿
.
.
.

“Na, kenapa lo bisa seyakin itu, kalo orang yang me-neror lo adalah Alka?”

“Itu hanya feeling gue aja, Bell.”

“Gak mungkin, pasti ada yang lo sembunyiin.”

Aku menghela napas dengan pelan. Bella benar-benar membuatku tak bisa berkutik.

“Jadi gini, bertepatan dengan hari gue nerima kodok mati itu, gue liat baju Alka ada percikan darahnya.”

“Beneran?” Bella kelihatan gak percaya.

“Itu hanya menurut gue Bell.”

Drrtt ....

Tanda pesan masuk dari ponselku, menghentikan percakapan kami. Aku lantas membuka aplkasi line-ku untuk melihat pesan yang masuk.

From : Uknown

Apa yang lo kira buruk, bisa jadi yang lebih terbaik, begitupun sebaliknya, apa yang lo kira terbaik, bisa jadi lebih terburuk.


To : uknown
Lo siapa sih?


From : uknown
Hahah ... lo beneran mau tau sama gue?

Aku merinding membaca pesannya.
“Siapa, Na?” tanya Bella.

Aku menyodorkan ponselku pada Bella. Seketika Bella terbelalak tak percaya.

“Jadi lo juga di teror pake pesan?”

“Iya, Bell,” jawabku lesu.

“Nih ponsel lo, kita ikuti dulu alurnya, coba lo balas pesannya.” Bella mengembalikan ponselku, yang kuterima dengan malas.

To : uknown

Gue serius! Lo siapa?


From : uknown

Datang ke gedung tua besok, pukul 16.00 WIB. Di sana semua rasa penasaran lo akan terbongkar.

Oh iya, babe, gimana kejutannya tadi? Menarik bukan?


To : uknown

Sebenarnya Lo siapa? Kenapa Lo neror gue kek gini?


From : uknown

Datang aja besok di gedung tua. Ingat, datang sendiri! jangan libatkan siapa pun atau kau akan tahu akibatnya.


To : uknown

Oke! Gue dateng besok!


From : uknown
Gue tunggu, babe.

Aku merinding takut, dan lebih memilih untuk tidak membalas pesannya.

“Bell, lihat deh, kayaknya ni orang phsycopat.”

“Jangan-jangan besok dia mau bunuh lo lagi, Na,” ucap Bella sambil merinding.

“Ngaco lo! Gue harus gimana nih?” tanyaku sambil menggigit ujung jemariku, “Terus yang ini, apa maksudnya? Apa yang lo kira buruk, bisa jadi terbaik begitupun sebaliknya.”

“Kayaknya kita salah orang deh, Na.”

“Salah orang? Apanya yang salah orang?”

“Maksud gue, Alka. Lo ngira Alka kan yang neror lo?”

Aku mengangguk meng-iyakan.

“Nah itu dia! Lo ngira Alka yang buruk, tapi bisa jadi yang terbaik, begitupun misalkan gue, lo kira gue baik, padahal gue jahat.”

“Hah?”

“Lo nggak ngerti?”

“Ng ... ngerti Bell, tapi lo bilang apa tadi? Lo yang gue kira baik, bisa jadi jahat?” Aku membelalakkan mata, tak percaya.

“Itu perumpamaan aja kali, Na,” dengus Bella.

“Ah gue kira, lo yang neror gue,” ucapku sambil cengengesan.

“Yang bener aja, Na!”

“Becanda, Bell.”

“Oke, kembali ke topik awal, jadi lo beneran mau datang?”

“Nggak tau, gue juga bingung.”

“Menurut gue, nggak usah deh, Na. Lagian lo kan masih sakit.”

“Udah sembuh kok, kan tadi udah gue bilang, kalo gue hanya kecapean.”

“Oke-oke, jadi sekarang gimana?”

“Gak tau gue Bell, yang pasti besok gue akan datang di gedung tua itu,” ucapku yakin.

“Gue temenin, ya.”

“Nggak usah Bell, lagian dia tadi bilang, kalo gue harus datang sendirian, tanpa ditemani siapa pun, atau gue akan tahu akibatnya.”

“Dan lo mau-mau aja?” tanya Bella tak percaya.

“Gitu deh,” ucapku sambil mengangkat kedua bahuku, acuh.

“Gimana kalo dia nge-jebak lo?”

“Yaaa ... gak gimana-gimana lah.”

“Besok gue bantu deh.”

“Bantu? Lo mau bantu gue apaan?” tanyaku penasaran.

“Besok, lo dateng aja duluan ke sana, ntar gue nyusul sambil bawa polisi.”

“Tapi—”

“Gak ada tapi-tapi–an!”

“Oke deh,” ucapku pasrah. Toh yang dikatakan Bella benar juga, aku harus waspada.

“Yaudah, gue pulang dulu Na.”

“Oke, makasih ya udah jenguk gue.”

“Iya sama-sama,”

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.”

Setelah Bella pulang, aku kembali membaca pesan tadi. Sebenarnya siapa dia? Apa benar Alka? Lalu kenapa Alka bertengkar lagi dengan Bara.

Ah iya, Bara! Kemana dia seharian ini? Padahal kemarin-kemarin, kalo aku lagi sakit, pasti dia akan datang.

Bara sepertinya sedikit berubah akhir-akhir ini. Dia tidak se-humoris dulu.

Jangan-jangan, Bara yang menerorku? Ah tidak mungkin!

Aku menggelengkan kepala untuk mengusir pikiran-pikiran konyol ku tadi.



******



“Pagi Ma, Pa,” sapaku ketika sampai di meja makan.

“Pagi sayang,” balasnya kompak.

“Hari ini kamu udah mau ke sekolah? Memangnya sudah sembuh?” tanya mama.

“Udah kok, Ma, Ana udah sehat.”

“Yaudah kalo gitu, kamu jangan banyak gerak ya.”

“Iya, Pa.”

“Hari ini dijemput Bara kan?”

“Mungkin Ma, soalnya dari kemarin Bara nggak pernah tuh chat aku.”

“Kalo Bara nggak jemput, minta antar sama sopir aja, sayang.”

“Iya, Pa.”

Setelah menikmati sarapan pagi, Aku segera pamit untuk berangkat sekolah. Aku tidak mau membuat Bara menunggu lebih lama.

Namun, ketika sampai di luar pagar, bukan Bara yang aku lihat. Tapi, orang yang paling ingin aku hindari, Alka.

“Ngapain lo ke sini?” tanyaku dingin.

“Na, gue minta maaf buat yang kemarin-kemarin. Untuk itu, gue jemput lo.”

“Gue gak butuh.”

“Na, please maafin gue,” lirih Alka.

“Gue benci sama lo.” Aku mendesis marah.

Ketika aku hendak berbalik untuk meminta sopir mengantarku, Bara datang dengan motor ninjanya.

“Ngapain Lo disini?” tanya Bara pada Alka—dengan tangan terkepal.

“Gue mu jemput Ana,” jawab Alka.

“Masih berani lo bangsat? Atau lo mau gue hajar lagi? Hah?!”

Melihat Bara yang sudah mulai emosi, aku segera melerainya, sebelum adu jotos dimulai.

“Bar, udah.”

“Dia selalu cari masalah, Na,” desis Bara.

“Udah nggak usah diladenin, gue berangkat sama lo, dan lo—Alka, gue gak butuh tumpangannya.”

Setelah mengucapkan kalimat itu, aku segera naik ke motor Bara, meninggalkan Alka yang tafakur di tempatnya.

Aku menoleh ke belakang, dan masih melihat Alka di sana, menatap kami dengan pandangan yang sulit diartikan.

Aku merasa sesak di rongga dada. Nggak! Aku nggak boleh luluh sama dia!


******



Bel pulang sudah berbunyi sedari tadi. Namun Bara masih belum juga datang.

To : Bara_Zabirue

Bar, Lo dimana?

1 menit, 2 menit, hingga 1 jam, tak ada jawaban, dan sekarang sudah pukul 15.40, artinya aku sudah menunggu di sini lebih 1 jam.

Keadaan sekolah sudah sangat sepi. Langit juga mendung, sepertinya akan hujan.

Drrrtt ....

Aku merogoh saku bajuku, untuk mengambil ponselku yang bergetar.


From : Bella_talia13

Na, lo dimana?


Ah ... aku pikir, Bara yang mengirim pesan, namun ternyata bukan.

To : Bella_talia13

Masih di sekolah Bell:(


From : Bella_talia13

Bara gak jemput?


To : Bella_talia13

Gak tau, dia gak ada kabar.


From : Bella_talia13

Yaudah gue jemput!


To : Bella_talia13

Gak usah, ntar lagi Bara datang kok.


From : Bella_talia13

Oke kalo gitu, hati-hati.


Aku menutup aplikasi line-ku, lalu mendongak. Sepertinya, hujan tak lama lagi akan turun.

Kulirik jam tanganku, menunjukkan pukul 16.45 WIB.

Oh shit! Aku kan harus datang di gedung tua, batinku.

Drrtt ....

Aku terlonjak kaget ketika ponselku berbunyi seiring dengan hembusan angin, yang semakin menambah suasana seram di sekitarku.

Dengan takut-takut, aku kembali membuka aplikasi line-ku untuk melihat pesan yang masuk.


From : Uknown

Cepat datang kesini! Atau lo akan menyesal!


Maaf Bar, gue tinggalin lo, batinku sambil beranjak, untuk mencari taksi menuju gedung tua.

******

Jangan lupa vote+koment.👉👈
See you next part.❤️

Salam dari kami,

Author Explorer.

Alkana || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang