Epilog

875 34 7
                                    

Penulis:
Elfia yulianur fiaaanr
Septiana Fatihatul M septianafm
.
.
.

Baju hitam yang kukenakan benar-benar menggambarkan suasana hatiku saat ini. Hampa, kosong, dan juga berselimut awan gelap. Aku duduk di tempat tidurku dengan kaki yang ditekuk dan tangan yang memeluk kedua lutut.

Mataku tertarik pada dream catcher berwarna ungu yang terpasang di jendela kamar.

"Loh, kok jadi dua dream catcher-nya?"

"Yang satu buat lo."

Alka. Nama itulah yang muncul ketika aku memutar kembali memeori kebersamaanku dengannya. Saat itu, aku membelikan dream catcher untuk Alka selepas pulang dari panti asuhan. Tak terduga, Alka justru membeli satu dream catcher lagi untukku. Ah, Alka benar-benar manis.

Entah untuk yang keberapa kalinya, cairan bening melucur dari pelupuk mataku. Kemudian memoriku kembali berkelana ke peristiwa pertemuan pertamaku dengan Alka.

"Lo ngapain, sih nabrak gue?!"

"Lo yang nabrak gue."

"Lo tuh! Minta maaf sekarang!"

"Gue nggak salah, jadi gue nggak perlu minta maaf."

Aku tersenyum nanar mengingat perdebatan sepele itu. Bahkan, saat itu, aku juga melempar sepatu ke punggung Alka. Satu lemparan yang membuatku terjatuh ke dalam jurang rasa.

Namun, takdir tak mengizinkan kita untuk saling bersama menikmati tawa. Ada benteng dari Sang Kuasa yang tak bisa kami hancurkan. Karena faktanya, sekarang, aku dan Alka berada dalam dimensi yang berbeda. Aku benar-benar kehilangan Alka. Untuk selamanya.

Mungkin, menangis adalah pilihan yang tepat bagiku. Meskipun air mata yang jatuh berulang kali inu tak akan bisa mengembalikan Alka ke dalam pangkuanku.

"Ana... ayo, Nak. Nanti kita ketinggalan pemakaman." Terdengar suara wanita paruh baya dari luar kamarku.

"I-iya." Aku segera menyeka air mata yang masih bertengger di pipiku. Kemudian aku berjalan keluar kamar dengan setengah jiwa yang sudah mati.

***

Aku tergugu menatap batu nisan di depanku yang bertuliskan nama 'Alka Whidarma'

Aku mengusap pelan batu nisan itu, seakan-akan aku mengusap kepala Alka. Proses pemakaman sudah berakhir satu jam yang lalu, namun aku belum mau beranjak dari sini.

Perasaanku berkecamuk, ingin berteriak sekeras-kerasnya untuk menumpahkan segala emosiku.

"Kenapa kamu harus cepat pergi, Al? Bahkan kita baru saja baikan, eh... Ralat! Balikan." Aku terkekeh sendiri.

"Ana, kamu harus sabar ya, Sayang." Mama berjongkok di sampingku, dan mengusap pelan pundakku.

"Alka pergi, Ma," lirihku.

Air mataku jatuh tak terhentikan. Hidupku benar-benar miris.

Satu-persatu orang yang ikut melayat, beranjak pulang. Kini hanya tersisa orang-orang terdekat Alka.

Sedari tadi, Mama dan Papa mengajakku pulang, namun aku tak mau.

"Al, kamu udah pergi, Bara masuk penjara, siapa lagi yang bakalan hibur aku? Bella juga tak lama lagi pasti sibuk dengan kuliahnya, hidupku benar-benar miris 'kan Al? Hahah...." lirihku, lalu terkekeh.

"Na, Lo harus kuat, masih banyak kok orang yang peduli sama Lo," bujuk Bella.

"Bell, gimana gue bisa kuat? Kalo penyemangat gue udah pergi."

"Na, lihat, bukan cuman Lo yang sedih, tapi semua orang, Lo lihat Papa Alka, dia juga terpuruk 'kan? Tapi dia berusaha menerima semuanya," ucap Bella sambil menunjuk seseorang yang duduk tak jauh dariku. Aku menoleh, mengikuti arah tunjuk Bella."

Di pemakaman itu juga hadir Papa Bara, dia tak kalah sedihnya. Mungkin dia tidak pernah menyangka, Bara-anak kesayangannya, berbuat se-keji itu.

"Na, kita pulang ya Nak." Kali ini, gantian Papa yang membujukku.

"Ana mau disini, Pa, Ana mau nemenin Alka."

"Setiap orang pasti mengalami kematian, sayang. Ingat, Nak! Orang yang telah pergi, akan tetap pergi, sekalipun, kamu menentang kematian itu," ucap Papa bijak.

Aku menghapus air mataku lalu bangkit, dibantu oleh Papa.

"Om, asal Om tau, Alka benar-benar sayang sama Om, walaupun Om, tidak pernah menganggapnya ada, setelah kematian istri Om," ucapku pada Papa Alka.

Setelah itu, aku beralih ke Papa Bara. "Dan Om, jujur, aku kecewa sama anak Om-Bara. Aku kira dia bisa menjagaku, namun ternyata dia menorehkan luka kepadaku. Gara-gara anak Om, orang yang aku sayang jadi pergi." Aku kembali menangis. Aku benar-benar belum siap kehilangan Alka.

Mama dan Papa membantuku ke mobil, diikuti oleh Bella.

Sekali lagi, aku menoleh ke belakang seraya berkata, "Selamat tinggal Al, aku akan terus mencintaimu."

Alka telah pergi seumur hidup, namun cintaku akan tetap ada untuknya. Cintaku ini abadi, sekalipun jarak antara hidup-mati telah memisahkan kita. Tak ada yang bisa menggantikan sosoknya. Dia adalah anugerah yang Tuhan ciptakan untuk mengisi hidupku. Meskipun hanya sementara.

"Suatu saat nanti, takdir yang akan memertemukan kita kembali, meskipun dalam kehidupan yang berbeda."

******

Salam,

Author Explorer.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 31, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Alkana || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang