Dua Belas

476 24 15
                                    

Penulis:
Elfia yulianur fiaaanr
Septiana fatihatul M. septianafm
.
.
Happy reading.🌿
.
.
.

"Gue masuk duluan, Bar," ucapku ketika turun dari motor ninja Bara.

"Lah jahat amat lo! Gue nggak disuruh masuk, nih?"

"Terserah lo."

Ketika aku membalikkan badan, langkahku terhenti karena cekalan tangan Bara.

"Na, lo kenapa?"

Aku berusaha melepaskan cekalan tangan Bara, namun nihil. Bara malah makin mengeratkan cekalan tangannya. "Lepasin, Bar," lirihku.

Perlahan cengkaraman tangan Bara mengendur, namun bukan berarti dia melepasnya. Bahkan, Bara mengubah cengkraman tangannya menjadi genggaman lembut.

"Na, coba ceritain apa yang membuat lo kek gini. Kita sahabat, 'kan?"

Aku menganggukkan kepala.

"Oke, jadi kenapa lo kayak gini, hari ini lo murung terus. Terus, kenapa lo bisa marahan sama Bella?"

Mendengar nama Bella disebut, perlahan cairan bening dari kelopak mataku luruh.

"Loh, kok nangis, Na?"

Bara membawaku ke pelukan dadanya yang membidang. Aku selalu merasa nyaman ketika bersama Bara. Namun, hanya sekadar sahabat. Setelah aku merasa lebih baik, aku pun melepaskan pelukan Bara.

"Udah baikan?"

"Udah Bar. Makasih ya, lo selalu ada setiap gue sedih maupun senang."

"Iya sama-sama Na. Tapi perlu lo tahu, suatu hari nanti, lo akan membenci gue. Lebih dari apapun. Bahkan, kata bajingan pun nggak cukup buat gue."

"Lo ngomong apaan sih, Bar? Benci? Hello! Mana bisa gue benci sama lo?"

"Kita liat aja nanti, Na."

"Lah kok lo aneh sih, Bar? Tadi perasaan gue yang sedih, sekarang kok lo malah aneh gini, sih?"

"Akhirnyaaa ... lo banyak bicara juga. Tadi itu gue cuman akting, biar lo nggak diam terus," ucap Bara sambil tertawa kecil. Namun, aku tahu, bahwa itu tawa yang dipaksakan.

"Beneran?"

"Iya Ana-ku sayang," ucap Bara sambil mengacak-acak rambutku.

Aku terpaku pada kata terakhir Bara. "Sayang?" beoku.

"Udah ngak usah dipikirin. Sekarang lo cerita, lo ada masalah?"

"Cerita di dalem aja yuk," ajakku pada Bara.

"Duduk dulu Bar," ucapku ketika sampai di dalam rumah.

"Bi Lila?" Aku memanggil asisten rumah tanggaku.

Tanpa menunggu lama, Bi Lila datang sambil Tergopoh-gopoh. "Iya, Non?"

"Tolong ambilkan minum ya, Bi."

"Baik, Non."

Setelah bi Lila pergi, aku menghela napas pelan. Ada sedikit rasa ragu untuk menceritakan semua masalahku kepada Bara.

"Loh kok diam, Na? Katanya lo mau cerita?" ucapan Bara membuyarkan lamunanku.

"Eh iya, bentar ya. Jadi gini ... " ucapanku terhenti karena kedatangan bi Lila. "Non, silakan diminum."

Alkana || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang