Dua Puluh

425 22 3
                                    

Penulis:
Elfia yulianur fiaaanr
Septiana fatihatul M septianafm
.
.
Happy reading🌿
.
.
.

Aku menggigit ujung jemariku cemas. Jam sudah menunjukkan pukul 16.45 WIB. 15 menit lagi aku harus sampai di gedung tua. Sedari tadi aku menoleh ke kiri ataupun ke kanan. Menanti kedatangan ojek yang ku pesan tadi.

Nah itu dia! Dengan buru-buru langsung bangkit dan menuju ke arahnya.

"Neng Ana, yaa?" tanyanya.

"Iya Pak, tolong antarkan saya ke alamat ini ya Pak." Aku menyodorkan secarik kertas berisikan alamat gedung tua, yang langsung diterima dengan baik oleh sang ojek.

"Buruan Pak, aku nggak punya banyak waktu nih."

"Baik Neng," jawabnya.

Jarak sekolah dengan gedung tua, tidaklah terlalu jauh. Jika tidak macet, kami bisa sampai di sana dalam waktu kurang lebih 10 menit.

"Neng yakin, mau ke alamat itu?" teriak sang Ojek—untuk melebihi suara bising di jalanan.

"Yakin kok Pak," jawabku—sambil berteriak pula.

Setelah itu hening, kulihat Pak ojek itu menganggukkan kepalanya sambil merinding takut.

Tak lama kemudian kami masuk lorong—yang mengantarkan ke gedung tua itu.

"Sampai sini aja ya Neng," ucap Pak ojek itu sambil menepikan motornya.

"Emangnya kenapa Pak? Kok nggak sampai di depan?" tanyaku.

"Di sini berbahaya Neng, kalo Neng gak jadi ke sana, mari saya antar pulang atuh Neng."

"Eh... Nggak usah Pak, saya yakin mau ke sana kok Pak."

"Yaudah kalo gitu, Neng hati-hati ya."

"Iya Pak, makasih," ucapku sambil menyodorkan uang pas.

"Sama-sama Neng."

Aku membalikkan badan dan berjalan menuju gedung tua.

Drrtt....

Siapa lagi sih yang menelpon?!

"Hallo, Na." Suara dari seberang itu langsung ku kenali.

"Ada apa Bell?" Tanyaku to the point.

"Lo dimana sekarang?"

"Gue lagi jalan di lorong menuju gedung tua."

"Seriusan Lo?"

"Kalo nggak mau percaya, nggak usah," ketusku.

"Ketus amat Neng, yaudah Lo hati-hati di sana. Gue lagi otw ke sana, gue juga udah beritahu polisi."

"Orang tua gue nggak tau kan?" tanyaku cemas. Bisa gawat kalo mereka tahu.

"Nggak kok, tapi Mama sama Papa gue tau," jawab Bella.

Aku mendesah lega.

"Yaudah gue tutup yaa telponnya."

"Oke."

Aku segera mematikan sambungan telepon dan melanjutkan perjalanan ku ke gedung tua yang sempat tertunda tadi.

Aku menoleh ke samping, apa yang dikatakan Pak ojek benar, suasana di sini sangat seram.

Kaki–ku gemetar ketika hendak menaiki anak tangga di gedung tua itu. Aku ragu, masuk atau pulang?

Ahh... Aku tidak boleh mundur!

Dengan langkah takut-takut, aku kembali menaiki anak tangga itu.

Alkana || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang