19.

956 202 23
                                    

"Bang, udah tidur?" Winwin mengetuk pintu kamar Cio pelan. Berdiri menunggu didepan pintu sampai pemilik kamar merespon. Tapi selang beberapa detik ia menunggu, tetap ngga ada respon.

"Yaudah gue masuk ya, bang?" tambahnya yang akhirnya memutuskan sendiri untuk masuk ke kamar Cio.

"Kan gue ngga jawab anjir kenapa lo masuk sih" omel Cio setelah mendapati Winwin masuk ke kamar tanpa seizinnya.

"Gue tau jam segini lo ngga mungkin udah tidur" jawab Winwin singkat.

"Kalo ternyata gue udah tidur gimana?"

"Nyatanya?" Sela Winwin yang sekarang sudah duduk dikarpet bulu warna hitam milik Cio. "Kopi bang" katanya lagi.

"Yo, thanks—" belum sempat Cio mengambil cangkir dari tangan Winwin, Winwin keburu menariknya, "Gue cuma bilang 'kopi bang', kalo mau ya bikin sendiri di dapur. Tuh kopinya Lio masih ada sebungkus"

"Tai" gerutu Cio. "Lo bisa keluar sekarang ngga?" tambah Cio kesal. Winwin cuma tersenyum tipis sebagai respon. Lagian Winwin cuma basa-basi doang, Cio aja yang geer.

"Lagi ngapain sih bang?"

"Nyiramin tanaman"

"Sensi banget buset!"

"Cari bahan buat penelitian. Kemarin dosbim gue minta minggu depan paling ngga harus udah ada kerangka pertanyaannya biar cepet buat turun lapangan" Winwin mengangguk. Sekarang posisinya ia sudah naik keatas kasur memandang langit-langit kamar Cio. "Kenapa?"

"Hm?"

"Ada apa? Lo kesini mau bantuin gue ngerjain skripsi? Ngga kan?"

Winwin menunjukkan raut wajah datar seperti biasanya. Tapi kali ini, ada rasa ragu yang tersirat. Ia memiringkan posisi badannya menghadap ke Cio, "Weekend ini gue pulang ngga ya, bang?"

"Lah kok nanya gue?"

Winwin membuang nafas panjang, "Weekend ini keluarga gue mau Open House, gue bingung"

"Kenapa?"

"Lo tau sendiri, dikeluarga cuma gue doang yang statusnya bukan penerus jadi dokter, terus bokap gue..." Winwin ngga meneruskan omongannya.

"Tapi status lo masih jadi anak dikeluarga kan? Atau lo beneran udah dicoret dari kartu keluarga?"

"Emang kagak pake saringan lo ya kalo ngomong" Cio ketawa, baru ini ia lihat muka Winwin memerah karena kesal.

"Lo bingung atau sebenernya lo takut?"

"Gue—"

"Kalau alasan lo takut ngga mungkin lo ada disini kan. Durhakanya jangan nanggung-nanggung"

"Brengsek! Jadi gue harus gimana dong bang?"

"Lo emang ngga kangen nyokap?"

Winwin mengangguk, "Doi yang nyuruh gue pulang sih"

"Yaudah pulang. Buat Mama lo"

Mata Cio masih fokus ke layar laptop. Ia masih sibuk mencari bahan untuk menguatkan teori skripsinya. Winwin juga sama, masih terdiam sambil memikirkan apa yang barusan Cio bilang.

"Win, wajar lo mungkin ragu atau takut, tapi dia juga masih bokap lo bukan orang lain" kata Cio menambahkan. "Lagian itu diacara banyak orang kan, ngga mungkin lo tiba-tiba diusir didepan banyak orang. Ya nggak?"

"Ya iya sih" Winwin memutar bola matanya malas. Memang Cio kadang nyebelin tapi omongannya juga selalu benar. Itu yang buat Winwin bisa selalu terbuka sama Cio walaupun ngga jarang jawaban-jawabannya sering bikin naik darah.

QUERENCIA | Pondok WayVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang