11.

1.1K 240 17
                                    

"Lo ngapain cari buku filsafat komunikasi?"

"Ya?"

"Lo maba kan? Mata kuliah filkom baru ada di semester depan"

"Oh itu saya tertarik aja"

"Aduh kan udah gue bilang santai aja ngomongnya, gue bukan dosen"

"Oh iya hehe maaf kak"

Keduanya berjalan menelusuri lorong perpustakaan, mengecek ke beberapa deretan buku mencari apa yang dimaksud. Mereka sepakat membagi tugas, Selena mencari di bagian rak pertama dan Alden di bagian rak kedua.

"Lo suka filsafat?" tanya Alden dari belakang rak buku.

Selena membalikan badannya, melihat Alden dari sela-sela lubang buku yang berjejer di rak. "Hmm suka tapi ngga yang mendalami kok, makannya gue cari buku filsafat komunikasi kan bisa sekalian buat belajar itung-itung latian dapet nilai A buat semester depan hehe" jawabnya.

"Kenapa? Pusing tau"

"Hahaha ngga tau. Karena penasaran aja dan say- ah gue rasa itu menarik. Kaya sebuah pertanyaan kenapa aku adalah aku? Kenapa perpustakaan namanya perpustakaan?"

Alden terdiam cukup lama berusaha untuk mencerna omongan Selena barusan. "Terus lo mau cari tau? Bukannya emang itu udah dari sananya? Semacam....takdir?"

"Kak Alden pernah ngga mikir, lo itu siapa?"

Mata Alden seketika membesar. "Gue? Gue Alden? Emang gue siapa?"

"Hahaha kok tanya balik?"

Teka-teki itu masih belum terjawab seiringan dengan Alden yang sepanjang jalan sampai ke depan gerbang kosannya kini memikirkan semua pertanyaan-pertanyaan yang Selena ajukan. 'Kok kayanya gue pernah ditanya gitu juga ya tapi sama siapa' batinnya.

Jelas aja Alden ngga inget. Gimana mau inget, setiap di kelas ia lebih sering duduk di barisan belakang. Kalau ngga buat tidur, ya buat ngelamun atau ngobrol sama teman sebelahnya.

"Lah iya gue siapa dong? Ya gue Alden lah bukan Cio. Cio siapa? Cio sepupu gue. Iya betul, masa gitu aja ngga tau" ia bergumam sendiri sambil berjalan masuk ke kamarnya.

Sementara itu, suara gaduh terdengar dari arah dapur.

"Cari apa?" tanya Ken yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Mie gue mana bang?"

"Hah?"

"INDOMIE GUE ILANG BANG PLEASE HELP INI DARURAT NANTI GUE NGGA BISA BERTAHAN HIDUP SAMPE AKHIR BULAN GIMANA"

Ken menggeleng-gelengkan kepalanya ngga ngerti. Masalah mie instan kenapa harus seheboh itu, pikirnya.

"Terakhir lo simpen dimana?"

"Biasa di dalem lemari sini nih" jawab Lio menunjuk-nunjuk lemari gantung tempat mereka biasa nyimpan berbagai makanan dan minuman instan sachet di dalamnya. "Woy lo ngambil indomie gue ya ngaku lo!" tuduh Lio tiba-tiba yang melihat Alden datang ke arah dapur.

"Naon sih anjir ribut. Minggir lah gue mau ritual sekalian cari ilham" jawab Alden acuh memasuki kamar mandi.

"Lo lupa naruh kali? Atau udah lo makan tapi kelupaan?" tanya Ken lagi.

"Ngga bang, gue yakin itu harta benda terakhir gue di bulan ini makannya gue sayang-sayang. Sayang banget melebihi gue sayang sama cewek gue" jawab Lio dengan muka memelas yang dibuat-buat.

"Lo punya cewek?"

"Kagak"

"Yanu lo abis makan di rooftop?" tanya Ken tiba-tiba beralih perhatian melihat Yanu yang menuruni tangga sambil membawa piring kosong dan gelas di tangannya.

Yanu mengangguk. "Lagi pada ngapain?"

"Lagi stress" jawab Lio.

"Kenapa? Lo ditagih uang kos lagi sama Neni? Atau lo ditolak cewek lagi?"

"Lebih sedih dari itu njir"

"Lo liat indomienya Lio?"

"Indomie?" tanya Yanu.

"Iya harta benda terakhir gue, lo liat? Terakhir seinget gue, gue taruh di lemari biasa"

Jeder!

Saat itu Yanu baru sadar. Yanu sudah ngelakuin hal yang fatal, mencuri harta benda yang sangat sakral bagi Perserikatan Anak Kosan di Indonesia apalagi di akhir bulan kaya gini.

Mampus.

Mati gue.

"Lo liat ngga, Yan?" tanya Lio lagi.

"Hah apa? Rokok lo? Ngga, gue ngga liat"

"Indomie, bangsat"

"Oh ha ha" tawa Yanu canggung, "Ngga liat"

"Lo abis makan apa? Di rooftop bareng Zidan?"

"Engga itu...anu..."

"Udah ketemu?" muncul Alden lagi dari kamar mandi. Ia baru selesai melakukan ritualnya.

"Belum Dan, gila nih ribet banget perkara indomie doang pusing gue" jawab Ken. He is so freaking done with his friends right now.

"Sama. Gue juga"

"Apanya?"

"Belum nemu jawabannya" jawab Alden datar kemudian berlalu masuk ke kamarnya meninggalkan ketiga temannya dengan keadaan yang masih kacau itu di dapur.

Ken makin heran. Ada apa sih sebenarnya yang terjadi dengan teman-temannya hari ini. Kenapa semuanya bikin pusing? Kenapa semuanya bikin bingung? Kenapa Lio ngga beli lagi aja indomie padahal harganya cuma 3000 perak???

"Udah deh beli lagi aja ngga usah dipermasalahin, ribet" usul Ken akhirnya menyerah.

"Nah iya bener tuh!" jawab Yanu cepat menyetujui perkataan Ken.

Lio juga baru saja akan mengikhlaskan harta benda terakhirnya itu sebelum menyadari sesuatu yang ada di piring bekas Yanu makan tadi. "LO YANG MAKAN INDOMIE GUE YA ANJIR!"

"Hah? Bukaaaan" Yanu menggeleng cepat.

"Hhhh minggir gue mau ke kamar aja" Ken menyerah akhirnya meninggalkan Lio dan Yanu yang sepertinya akan berkelahi dengan alasan yang sangat ngga penting itu.

"ITU ADA SISA BAWANG GORENG DI PIRING LO"

"I-itu gue habis makan nasi sama bawang goreng. Makannya ada sisa bawang goreng " jawab Yanu gugup menggaruk kepalanya yang ngga gatal.

"Tekstur bawang goreng indomie sama bawang goreng biasa tuh beda, gue tau" jelas Lio yakin. Kini matanya seolah sudah siap untuk menerkam Yanu yang ada didepannya.

"Anjir mampus ngomongin tekstur bawang goreng. Jurusan lo ada praktek penelitian tentang tekstur bawang goreng apa gimana deh"

"Bener kan lo yang makan indomie gue!"

"Kagak bang suer" jawab Yanu kemudian berlari kabur. "TAPI BOONG HEHEHE ABIS GUE LAPER BANGET PLIS KIRAIN UDAH EXPIRED"

"Brengsek lo Yan sini ngga. LAGIAN KALO EXPIRED JUGA NGAPAIN LO MAKAN WOY YANUAR! MUNTAHIN!"

"Maaf bang gue khilaf. Nanti gue beliin lagi se-kerdus! ADUH BANG KEN TOLONG!"

QUERENCIA | Pondok WayVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang