28.

709 152 49
                                    

Pria paruh baya itu duduk di kursi dekat tangga lantai 2 sambil sesekali menggentakkan kakinya gugup. Sudah sekitar 15 menit ia menunggu dan minuman pesanannya juga sudah tinggal setengah.

Ngga lama, matanya langsung tertuju ke seorang laki-laki yang datang menaiki tangga. Bibirnya mengulas senyum yang daritadi tertahan.

Laki-laki yang baru datang itu langsung duduk dihadapannya, "Maaf, di Suci macet banget" katanya.

"Iya ngga apa-apa. Sebentar lagi kayaknya minuman kamu dateng, tadi udah ayah pesenin" jelas pria paruh baya itu menunjukkan senyum tipisnya.

Setelah keheningan yang cukup lama dan cuma ada suara pelayan cafe yang mengantarkan segelas minum ke meja mereka, Zidan membuka obrolan, "Ini" Zidan meletakkan paper bag besar diatas meja. "Titip buat anak tante itu" ucapnya.

"Kamu ngga mau kasih sendiri?"

"Saya titip aja" jawabnya singkat.

Suasana menjadi canggung lagi.

Kalau ngga ada lagu-lagu yang diputar di cafe tersebut, mungkin kecanggungan itu akan terlihat jelas oleh meja-meja yang ada di sebelah mereka.

"Zidan, ayah minta maaf—"

"Iya, saya juga minta maaf dan kita udah berkali-kali ngomongin ini" potong Zidan cepat.

"Iya, tapi ayah tau kamu masih marah"

"Ngga, saya udah capek" Zidan meneguk minumannya. Kepalanya tertunduk. Pikirannya berkecamuk. Dia kangen, kangen banget, tapi rasa sakitnya masih membekas.

"Minggu depan Ayah, Bunda sama Adik kamu mau liburan ke Lombok ngerayain ulang tahunnya. Kamu mau ikut?"

Bunda?

Batin Zidan.

Kepalanya sontak mendongak, menatap sosok ayah yang ada dihadapannya.

Memanggil wanita itu dengan sebutan 'Tante' saja sudah berat banget baginya, apalagi 'Bunda'.

Zidan mengepalkan tangannya erat, berusaha keras mengendalikan emosinya. Air matanya hampir menetes, tapi buru-buru ia alihkan pandangannya.

Tahan, Zidan.

Batinnya dalam hati berusaha menenangkan dirinya sendiri.

Zidan menggeleng, "Ngga bisa, lagi banyak tugas sebentar lagi uas" jawabnya memberi alasan.

"Oh, atau ayah re-schedule aja? Kamu libur kapan? Sekalian jalan-jalan biar ngga penat, ngelakuin kegiatan lain jangan fokus sama kuliah terus"

"Kegiatan lain saya nge-band. Iya, sesuatu yang sangat amat dibenci sama ayah" tukasnya.

Mata ayah Zidan berubah menjadi tatapan yang sendu, "Sekarang ayah izinin kamu main band. Ayah sadar, selama ini peran ayah kurang banget dalam ngebahagiain kamu sampai kamu nemuin kebahagian sendiri. Jadi, selama kegiatan ini bikin kamu bahagia, jalanin. Ayah bakal dukung sepenuhnya mulai sekarang" ucapnya.

"Ayah harus ngapain biar kamu maafin ayah?" pria paruh baya itu mulai melemah hampir menyerah.

Zidan menggeleng.

Sekarang Zidan mulai bisa mengontrol emosinya, "Ngga ada. Cukup. Sekarang kayaknya kita punya kehidupan masing-masing. Saya udah mulai bisa terima ini, tapi bukan untuk pulang. Dan saya juga selalu doain yang terbaik buat keluarga ayah. Ibu juga pasti selalu berharap yang terbaik buat ayah" jelasnya.

"Zidan anak ayah, Zidan juga keluarga ayah sampai kapanpun, nak. Dan lagi, bisa tolong stop pakai 'saya', itu ngebuat ayah ngerasa kamu jauh banget " tegas ayah Zidan.

QUERENCIA | Pondok WayVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang