"Tidak ada orang yang benar-benar berubah. Kecuali Power Rangers."
~~Hasbi~~
Jika di dunia ini benar-benar ada yang namanya rahasia, maka aku lah juaranya menyimpan rahasia. Ada satu rahasia, hanya satu, antara aku dan Ibu. Aku jaga baik-baik seperti janjiku dulu.
Dulu sekali, saat Ibu masih bisa aku rasakan, aku temukan, lalu aku raba dengan sentuhan.
Dulu sekali, saat senyum Ibu masih bisa aku nikmati, saat desing tawa Ibu masih bisa aku tangkap, lalu mengantarku dalam lelap.
Sebuah rahasia yang lahir dari gemerincing gelang pemberian Ibu. Aku ingat betul, saat jemari kurus Ibu susah payah mengaitkan gelang itu di lengan kiriku. Harinya Jumat, sore hampir petang, dengan langit kelabu pekat yang tidak sabar untuk melesak.
Waktu itu Ibu bersandar pada dinding dingin di bawah jendela. Wajah Ibu kuyu, badannya kurus, sesekali terbatuk lalu tersenyum aneh ke arahku. Hatiku sakit sekali melihat senyum Ibu yang seperti itu.
"Air, dengarkan Ibu baik-baik!" pinta Ibu. Aku mengangguk kuat, kemudian beringsut cepat-cepat mendekat.
Lalu Ibu menunjuk pada bola kaca kecil di ujung gelang. Suara napas Ibu berat sekali, tapi dia coba untuk terus bicara padaku.
"Ini adalah air mata Ibu, dan warna-warni cantik itu adalah kelopak Freesia."
Aku kembali mengangguk. Apa pun yang akan dikatakan Ibu, aku akan memberinya anggukan. Aku hanya ingin Ibu senang.
"Ibu bisa mendapatkan apa pun dengan gelang ini, sayang."
Aku mengangguk lagi.
"Tapi Ibu tidak pernah menginginkannya. Karena Ibu sudah memiliki Air."
Kali ini aku tidak mengangguk. Aku menatap mata Ibu yang berair, bertanya-tanya apa aku berarti sebanyak itu untuk Ibu.
"Mulai sekarang, benda ini jadi milikmu. Kamu bisa mendapatkan semua yang kamu inginkan, Air."
Aku menggeleng.
"Air cuma mau Ibu."
Aku mulai menangis tersedu, aku yang berumur lima tahun itu terisak menyakitkan. Sungguh, yang aku inginkan waktu itu hanya Ibu. Cukup Ibu. Bukan dunia seisinya.
Sama seperti Ibu yang hanya menginginkan Aku.
Aku hanya menginginkan Ibu untuk tetap tinggal di sampingku.
Namun, yang aku dapati adalah gelengan lemah Ibu. Wanita yang paling aku cinta itu menangis dalam sunyi. Air mata Ibu yang berwarna biru mengalir lembut ke pipi, jatuh ke daster lusuhnya, lalu menguar, lesap meninggalkan aroma Freesia yang menenangkan.
Sebelum benar-benar terlelap hanyut dalam tenang, masih bisa kulihat telunjuk Ibu terangkat, dia silangkan di depan bibir keringnya yang tertutup rapat.
Ini rahasia.
Ini kenangan.
Satu-satunya yang tersisa dari kami--aku dan Ibu.
Satu-satunya yang pantas aku jaga hingga sekarang. Hingga selamanya.
Karena begitu aku membuka mata keesokan harinya. Ibu tidak lagi nyata. Keberadaanya tidak aku temukan di setiap sudut gubuk kecil kami. Yang aku dapati hanya genangan tempias air hujan di tempat Ibu duduk semalam.
Hujan membawa Ibu pergi.
"Ibu … Ibu …. "
Aku menangis keras. Meraung memanggil Ibu. Berharap Ibu kembali, memelukku erat seperti tempo hari. Berharap Ibu pulang, hingga air mataku tidak harus menggenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Freesia
Teen FictionAir tidak pernah tahu apa itu penolakan. Sejak ibu melingkarkan rantai kecil berliontin biru misterius ke pergelangan tangannya, tidak ada seorang pun yang mampu lepas dari pengaruh Air. Masa-masa remaja Air lewati tanpa secuil kerikil. Semua berj...