07

1.5K 178 32
                                    

Dahyun termenung di dalam kelasnya dan tidak fokus dengan apa yang dijelaskan oleh dosen di hadapannya. Tatapan kosongnya pun juga masih bertahan sekalipun kini ia sudah duduk manis di sebuah kantin bersama dengan Eunha karena paksaan gadis itu.

"Dahyun?" Tegur Eunha yang masih bingung karena sikap aneh Dahyun akhir-akhir ini.

"Hmm? Waeyo?" Dahyun bergumam pelan. Wajahnya tetap menunduk sembari meminum sebuah jus jeruk yang ia pesan tadi tanpa mau menatap Eunha sama sekali.

"Aku ini sahabatmu... Aku bisa menjadi tempat dimana kau menumpahkan segala masalah yang kau hadapi sekarang. Aku akan mendengarkannya dengan senang hati. Dahyun." Tawar Eunha mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Dahyun lembut.

Dahyun mendongak, mencoba membalas tatapan Eunha yang benar-benar mencemaskannya.

"Hei, kau ini kenapa? Aku tidak apa-apa, Eunha. Lihatlah! Kau pesan ramen tapi belum kau makan sama sekali. Jika dingin rasanya akan sedikit kurang nikmat nanti. Makanlah..." Suruh Dahyun mengalihkan topik pembicaraan.

"Ku harap dia tidak menyadari sesuatu di wajahku." Batin Dahyun kembali menunduk.

"Aku bukan anak kecil, Dahyun! Entah kenapa hatiku benar-benar sakit melihat luka itu di sudut bibirmu. Apa yang terjadi padamu? Aku tidak bisa menanyakan itu ketika kau sudah berusaha tegar seperti ini. Mungkin kau juga menginginkanku untuk tidak membahasnya. Baiklah, aku memilih untuk diam. Tapi mataku tetap tidak bisa berpaling darimu." Batin Eunha mulai menyentuh makanannya.

.
.
.

Sana mendengus kesal ketika tidak mendapati Jeongyeon di ruangannya. Ingin rasanya ia melampiaskan kekesalannya itu pada seseorang tapi tidak mungkin jika ia lakukan di kantor seperti ini. Ia berjalan keluar menuju ke arah parkiran untuk sekedar menghubungi Jeongyeon yang sejak tadi tidak pernah mengangkat telfon darinya.

"Jika kau mengabaikanku lagi jangan salahkan aku jika kau akan ku putuskan, Yoo Jeongyeon!" Ujarnya dengan penuh amarah pada ponsel yang sudah menempel di telinganya.

"Halo Sana? Maaf-"

"Cepat ke kantor sekarang!"

"Maaf... aku tidak bisa. Sungguh aku benar-benar ada urusan penting sekarang."

"Kau juga memiliki janji denganku hari ini, bukan? Apa kau jauh lebih mementingkan urusanmu itu dibanding menepati janjimu padaku?!"

"Tolong mengertilah, Sana... ini tentang Mina. Aku tidak bisa ke kantor karena Mina sedang tidak enak badan. Aku pun sekarang  juga berada di rumah sakit."

Sana menghela napas kasar lalu mematikan panggilannya sepihak. Tidak peduli jika sekarang Jeongyeon mungkin kebingungan dengan kemarahannya. Sudah cukup! Semakin lama Jeongyeon semakin tidak memiliki waktu untuknya. Meskipun Sana tidak mencintainya tapi jujur Jeongyeon adalah tempat yang paling nyaman baginya sekarang.

Dia dewasa, sabar dan sangat perhatian pada Sana walau terkadang sikap Sana masih terlalu kekanakan.

"Aku yakin Sana sangat marah padaku sekarang." Gumam Jeongyeon menggeleng pelan dan kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya.

"Tuan Yoo," Panggil seorang suster pada Jeongyeon.

"Ne?"

"Dokter Mark sudah datang, silahkan masuk."

Jeongyeon yang sedari tadi menunggu akhirnya bangkit dan dengan cepat masuk dengan suster di belakangnya yang secara otomatis menutup pintu itu.

"Ada apa Jeong? Apa kau sakit?" Tanya Dokter tadi yang juga merupakan teman Jeongyeon sewaktu mereka berada di High School dulu hingga sekarang.

Feel Different [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang