09

1.4K 174 13
                                    

Tangan berulang kali menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. Beberapa lembar kertas ia tumpuk lalu tak lama kemudian ia berantakan lagi setelah beberapa kali menemukan kesalahan. Benar-benar tidak sama dengan hasil contoh yang dikirimkan Jeongyeon di ponselnya.

"Aish!! Menyebalkan! Mengapa wanita penggoda itu tidak kemari sejak tadi?! Aku kan bos nya, kenapa aku dibiarkan begitu saja oleh bawahanku sendiri?" Kesalnya menggelengkan kepala sembari memijat pelipisnya yang terasa pusing.

"Permisi..." suara decitan pintu terdengar bersamaan dengan seorang gadis yang kini tengah berjalan menghampirinya.

Dahyun seketika menegakkan badannya menghadap kaget gadis yang sudah pernah ia lihat sebelumnya itu.

"Eoh? Apakah kamu sudah menggantikan posisi CEO Yoo?" Tanyanya mengangkat kedua alisnya yang dibalas gelengan oleh Dahyun.

"Hanya untuk sementara. Appa sedang menghabiskan waktu bersama dengan eomma ku. Jadi, mau tidak mau aku menjaga perusahaan ini."

"Itu bagus. Tapi berapa umurmu? Apa kau paham dengan semua beban appamu ini?" Ia berusaha berdiri di samping kursi Dahyun melihat sisi komputer yang terlihat sangat berantakan dengan lembaran kertas di meja itu.

"21 tahun, dan aku hanya bisa mempelajari hal dasar..." Jawab Dahyun menelan salivanya berat saat gadis itu mencoba mengambil alih pekerjaannya.

"Kau benar-benar kacau." Kekehnya menatap layar komputer.

"Kenapa kau tidak bertanya pada Sekretaris Sana? Sebagian besar disini adalah tugasnya. Bukan tugasmu. Lihat, semua data-data keuangan adalah Sana yang mengelola, kau tinggal menunggu hasilnya saja." Jelasnya membuat Dahyun memandang dengan mata berbinar.

"Benarkah? Mengapa ia tidak berniat kemari? Lalu apa yang sedang sekretaris itu kerjakan?"

"Aku tidak tahu, CEO. Sejak tadi dia bermain ponsel di meja kerjanya. Mungkin sekretaris Sana sedang merencanakan jadwal dengan beberapa klien appamu."

Dahyun mengangguk.

"Aku sudah menyalin data tadi ke dalam flashdisk dan akan ku berikan pada sekretaris Sana."

"Terima kasih banyak. Kau benar-benar banyak membantuku, Sunbaenim."

"Jangan memanggilku Sunbaenim. Kau atasanku. Panggil aku Sihyeon saja."

Dahyun tergugup jika terus diberi kata-kata yang membuat derajatnya seakan-akan lebih tinggi dari umurnya. Aku hanya menggantikan appaku. Bahkan pekerjaan seperti ini saja aku tidak mampu mengatasinya. Generasi macam apa aku ini.

"Kalau begitu aku harus kembali ke meja kerjaku, dan tadi aku kemari untuk melaporkan jika barang-barang baru sudah siap untuk dikirim. Sore nanti kemungkinan sudah sampai di tempat tujuan. Klien kita akan memberitahu appamu nanti."

Dahyun menghela napas dengan mulut setengah terbuka. Benar-benar berat. Tapi semuanya langsung terasa ringan karena kehadiran Sihyeon.

Mengapa appa tidak tergoda saja pada Sihyeon, kenapa harus Sana?! Wanita itu bahkan tidak memiliki keistimewaan sama sekali. Ish, apa yang aku pikirkan! Eomma memiliki segalanya. Dia sempurna bagiku, tapi disia-siakan begitu saja oleh appa. Laki-laki memang hanya bisa memandang sebelah mata.

"Bisakah kau panggilkan sekretaris Sana? Aku perlu bicara padanya."

"Tentu saja. Permisi.." Sihyeon menunduk sekilas dan perlahan berjalan keluar menutup pintu itu kembali.

Dahyun menghembuskan nafasnya panjang. Tubuh disandarkan di kursi sementara matanya mulai berat karena rasa penat di kepala yang kian menjadi.

"2 minggu? Oh tidak, belum satu hari penuh disini saja kepalaku terasa ingin terbelah. Belum lagi jika aku ada jadwal di kampus. Bebanku pasti akan bertambah dua kali lipat. Kau benar-benar jahat appa!" Keluhnya menangkup wajahnya sendiri.

Cklek

"Kau memanggilku? Hmm?" Tegur sebuah suara dengan nada dinginnya.

Dahyun menatap sinis manik mata kecoklatan itu, sementara si pemilik melipatkan kedua tangannya tanpa berniat menghampiri Dahyun. Ia bahkan bersandar pada pinggiran pintu dengan wajah yang ditekuk.

"Kau benar-benar menguji kesabaranku. Asal kau tahu, tadi aku sangat kebingungan! Kau sengaja mempermainkanku?" Kesal Dahyun menggerutu.

Sana memutar bola matanya malas. Ia maju dengan tertatih menuju ke arah Dahyun perlahan tanpa melepas tatapannya.

Dahyun membalas terbelalak, wajah kesalnya berubah menjadi takut akibat Sana yang menarik tubuhnya untuk bangkit lalu mendorongnya dengan kasar ke arah dinding.

Nafas Dahyun tercekat. Tubuhnya membatu karena Sana yang menghimpit pergerakannya. Tatapan sinis Dahyun pun benar-benar berubah menjadi sorot mata penuh kegugupan.

"Sejak tadi kau diam saja disini. Mana mungkin aku tahu!" Ucap Sana masih dengan nada dinginnya.

"Jika kau butuh, kau datang padaku karena kau yang perlu. Posisimu ini tidak berpengaruh besar padaku. Kau tidak berhak memarahiku seenaknya apalagi usiamu jauh dibawahku." Tekan Sana mulai geram.

Tangan Dahyun mengepal keras, tenaganya berusaha mendorong tubuh Sana dari hadapannya hingga ia terhuyung sampai membentur meja di belakang.

"Dari awal, aku berusaha bicara baik padamu agar kau juga meresponku dengan baik. Kemampuanku memang tidak sebanding denganmu, maka dari itu aku minta tolong. Apakah tidak cukup? Aku berusaha keras menahan amarahku hanya untuk mendapat respon baikmu itu! Jika aku mau, sekarang juga aku bisa menghabisimu agar keluargaku bisa kembali seperti dulu! Kau hanya parasit! Tidak pantas untuk di puji atau dihormati." Ucap Dahyun yang semakin mengeratkan jemari tangannya.

"Jika kau berniat menghabisiku, aku juga tidak akan segan-segan menghabisi eomma mu agar tidak ada lagi yang bisa menghalangi hubunganku dengan Jeongyeon." Sana tersenyum miring membuat Dahyun tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dadanya sesak, matanya memanas mendengar ucapan Sana.

"Dasar cengeng, mau ku buatkan susu?" Lanjut Sana tertawa mengejek dengan menepuk pipi Dahyun lalu pergi dari hadapan gadis putih itu.

Dahyun terduduk di kursinya menatap kepergian Sana. Tangannya tidak sengaja menyenggol laci meja itu hingga terbuka, memperlihatkan sebuah bingkai lengkap dengan foto keluarga di dalamnya. Jeongyeon menyimpannya.

Terlintas di ingatan Dahyun saat terakhir kali datang kemari dulu foto itu masih berada di atas meja. Menghiasi kekosongan meja itu, hingga kini malah menjadi barang yang mungkin sudah tidak berguna lagi.

Dahyun menghela napas dan bangkit dari duduknya. Berjalan ke arah pintu tanpa meletakkan kembali bingkai foto itu.

Ia menguncinya dari dalam, menghidupkan lampu lalu memeluk foto itu sembari terduduk di lantai.

"Aku tidak ingin muncul di hadapan wanita itu lagi! Dia benar-benar tidak memiliki hati... eomma. Aku tidak bisa menghadapinya. Wanita itu berbisa.."





_________________
Bersambung

_________________Bersambung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ff ini akan berubah rate

Feel Different [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang