17

1.4K 182 55
                                    

Sana duduk disamping ibunya berada. Memegang semangkuk bubur untuk ia suapi dengan perlahan. Meskipun beberapa kali ditolak tetapi setelah mendapat tatapan tajam dari Sana akhirnya sang ibu menurut juga. Bukan berniat memarahi, tapi ini semua juga untuk kesehatannya. Ibunya memang tidak terlalu suka dengan makanan rumah sakit yang menurutnya sangat hambar.

"Sana... Ibu sudah kenyang. Bisakah kita menyudahi ini?" keluhnya memohon.

Sana menatap ibunya dalam. Sedetik kemudian ia menghela napas dan mengangguk. Meletakkan mangkuk ke nakas samping ranjang.

"Ibu benar-benar mirip seperti anak kecil." gumam Sana menggelengkan kepalanya.

Ny. Minatozaki hanya terkekeh melihat Sana yang kewalahan mengurusinya. Disisi lain ia sangat beruntung memiliki anak yang patuh padanya meskipun usianya sudah pantas untuk hidup mandiri.

Kedua bola matanya kini sedikit melirik ke arah pintu di belakang Sana.

"Ibu butuh sesuatu lagi?" tanya Sana yang justru mendapat gelengan dari si lawan bicara.

"Ibu merindukan Dahyun. Bisakah kamu menyuruhnya kemari lagi? Ibu masih ingin mengenalnya lebih jauh." ungkap Ny. Minatozaki membuat Sana membatu.

"Ani... Dia sibuk. Dia harus mengurus pekerjaan appanya di kantor, jadi tidak akan ada waktu untuk kemari." balas Sana memberi pengertian.

"Tetapi kenapa kemarin bisa? Ayolah, ibu tau kamu sedang berbohong."

"Ani... Aku tidak berbohong. Kenapa ibu jadi tidak percaya padaku seperti ini?" Ujar Sana sedikit kesal dan kecewa.

"Bukannya tidak percaya, sayang. Hanya saja itu kenyataannya."

"Ishh!" Sana berdecak kesal.

"Aku yakin Dahyun pasti punya pelet! Dia bahkan sudah memelet ibuku. Awas aja kau kulit pucat!" Batin Sana dengan bibir mengerucut.

"Sana..." Teguran sang ibu membuyarkan lamunannya.

"Marah?"

Sana menggeleng.
"Tidak, Sana tidak marah-"

"Permisi..." Pintu terbuka dengan sendirinya. Sesosok gadis putih terlihat canggung untuk masuk. Ia sedikit menggaruk tengkuknya sebelum Ny. Minatozaki menyambunya dengan antusias.

"Aigoo... Calon menantuku datang.." ujarnya membuat dada Sana tiba-tiba sesak.

"Eoh? Mmm... Aku hanya membawakan bibi buah karena aku bingung ingin membawa tadi. Jadi ku rasa hanya ini yang cocok untuk kesehatan bibi." jelas Dahyun sedikit gugup.

Sana meraih buah ditangan Dahyun lalu meletakkannya di atas nakas. Sedetik kemudian ia menarik tangan Dahyun untuk mendekatkan wajahnya.

"Seharusnya kau ke kantor. Siapa yang akan mengurusinya? Kau mau appa mu curiga?" Bisik Sana tepat di telinga Dahyun.

Dahyun tersenyum simpul.
"Bagaimana kondisi bibi? Sudah lebih baik?" tanya Dahyun kepada Ny. Minatozaki tanpa berniat membalas ucapan Sana.

"Jauh lebih baik setelah kamu datang. Terima kasih telah menyempatkan menjenguk bibi lagi."

"Tentu bibi. Itu karena aku merindukan bibi."

Ekspresi Sana berubah datar. Jangan lupakan dadanya yang masih sesak akibat oksigen di ruangan ini seakan kian menipis.

"Mau kemana Sana?" tanya Ny. Minatozaki yang melihat Sana tiba-tiba melangkahkan kakinya menuju pintu yang masih sedikit terbuka.

"Mencari udara segar. Udara disini sudah tercemar hanya karena satu orang." balas Sana santai lalu keluar tanpa berbalik.

Feel Different [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang