CHAPTER 11

19 2 0
                                    

Ruangan yang tadinya tenang, tiba-tiba saja menjadi gaduh. Tuan Charles yang masih kesal dengan sikap Felix, terpaksa melampiaskan amarahnya pada barang-barang yang ada di ruang kerjanya.

Karena beliau adalah tangan kanan Yang Mulia Raja, beliau juga adalah seorang Duke, jadi tuan Charles memiliki ruang kerja sendiri di istana. Ruangannya dekat dengan istana kediaman Raja.

"Kau lihat tadi bagaimana dia bersikap?!". Tunjuk tuan Charles kearah luar ruangan, ke tempat ia dan Felix tadi bertemu. "Dasar bocah sombong! Dia pikir gara-gara siapa coba sampai putriku dijadikan bahan gunjingan para penghuni istana?!". Meskipun semua yang terjadi bukan sepenuhnya kesalahan Felix, tapi gosip itu makin menyebar luas karena nama Felix ikut terlibat.

Sudah lewat beberapa hari tapi topik pembicaraan antara Felix dan Valerie masih ramai dibicarakan. Bahkan sudah menyebar luas keluar istana.

Tuan Charles tidak mau jika nyinyiran orang-orang sampai didengar Valerie dan membuatnya sakit hati. Sejak kecil, beliau tahu betul kalau perasaan putrinya sangat rapuh. Bagaikan gelas kaca yang mudah pecah. Ia mudah tersinggung dan terlalu memikirkan perkataan orang lain.

Ia tidak mau melihat putrinya putus asa dan jadi berpikiran pendek hanya karena masalah sepele seperti ini.

Tuan asisten, sir Edward yang sedari tadi mendengar ocehan tuan Charles hanya bisa diam tanpa memberikan komentar apapun. Dia takut kalau nanti salah bicara. Ia cuma ingin melewati hari-harinya dengan tenang, tanpa ada konflik. Ia masih muda, perjaka, dan belum menikah. Ketemu jodoh saja belum. Jadi sir Edward memilih untuk tidak berpihak pada siapapun.

Ia tidak mau membuat kesalahan yang dapat merugikannya. Ia masih ingin merasakan rasanya menikah dan punya keluarga bahagia.

"Aku juga tidak mengerti dengan sikap Valerie akhir-akhir ini. Kenapa dia bisa punya ide gila untuk mengikuti pelatihan calon ratu itu! Padahal sejak dulu aku sudah berusaha keras untuk membuatnya menjauh dari kehidupan istana. Aku bahkan sudah mempersiapkan beberapa calon suami untuk dinikahinya nanti. Dia bahkan belum pernah bertemu pangeran Alex, tapi dia malah bilang suka?! Tidak masuk akal, bukan?!".

Tuan Charles menumpahkan semua kekesalannya. Ia marah-marah tidak jelas sambil terus mondar-mandir di ruang kerjanya, tidak mau diam seperti cacing kepanasan.

Sir Edward lagi-lagi tidak memberikan reaksi apa-apa. Ia terus manggut-manggut mendengar ocehan atasannya, dan tetap memilih untuk diam seribu bahasa. Pokoknya, cari aman.

Tuan Charles yang sadar kalau asistennya sejak tadi tidak memberikan respon apapun, hanya diam mendengarkan keluhannya, akhirnya menghentikan ocehannya dan memilih untuk duduk diam dibelakang meja kerjanya.

Ia sudah lelah marah-marah. Bisa-bisa dia kena penyakit darah tinggi. Lebih baik ia tetap tenang seperti biasanya. Tapi memang sulit untuk mengabaikan masalah ini.

Tuan Charles hanya berharap dan berdoa dalam hati, semoga saja Valerie membatalkan keinginannya itu, sehingga mereka sekeluarga bisa kembali hidup tenang seperti semula.

***

Felix yang terlanjur semakin kesal setelah bertemu ayah Valerie jadi tidak berminat lagi untuk mencari udara segar. Ia memutuskan untuk kembali ke perpustakaan dan ingin mengurung diri.

Saat ini dia sedang tidak ingin lagi bertemu dengan siapapun juga supaya suasana hatinya kembali membaik. Ia butuh istirahat, mungkin sedikit tidur siang agar otaknya berhenti berpikir sejenak. Felix benar-benar malas jika terlalu sering menggunakan otaknya untuk berpikir.

Felix menyeret tubuhnya yang malas, berjalan menuju ke sofa yang berada didekat meja kerjanya. Tapi sebelum membaringkan tubuhnya diatas sofa, Felix lebih dulu berjalan kearah meja kerjanya dan mengambil kembali surat dari Valerie yang ia lemparkan secara seenaknya tadi.

Felix memposisikan dirinya senyaman mungkin diatas sofa hendak beristirahat. Ia mulai menutup matanya namun beberapa detik kemudian dia mulai membuka lagi matanya. Ia tidak bisa tenang. Ia tetap saja berpikir.

Sejak kapan sih, dia jadi orang yang penuh dengan pemikiran seperti ini?! Benar-benar menyebalkan!

Felix berakhir dengan menatap surat itu dan kembali membacanya. Ia menatap intens setiap huruf yang dituliskan oleh Valerie.

Entah kenapa, hatinya terasa kosong ketika ia teringat Valerie.

"Aku kangen...".

°
°
°
°
°

Berasa pendek ya ceritanya? 😁
Kasih vote dlu ya, biar chapter berikutnya adinda bikin panjang kali lebar kali tinggi deh buat kalian..😘

Jgn pelit² kasih vote ya .

Love u all 😍

Let's Play Game: Nikky & The Magic StoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang