CHAPTER 23

13 1 0
                                    

"Seharusnya tadi kau tidak setuju dengan usul ibu. Kita bisa kesiangan saat tiba di ibukota". Gabby sedikit gelisah menunggu datangnya kereta kuda yang sedang dipersiapkan oleh pak kusir.

Kenapa lama sekali sih?! Gerutu Gabby dalam hati.

"Tenang saja, kita pasti tepat waktu". Jawab Felix tenang. Ia masih sempat-sempatnya menikmati secangkir teh Chamomile kesukaannya yang disiapkan oleh Annie.

"Tidak percaya". Kata Gabby jengkel.

"Dimana kereta kudamu?". Gabby jadi ingat dengan kereta kuda milik Felix. Bukankah lebih baik mereka menggunakan kereta kuda yang sudah tersedia, daripada harus menunggu lebih lama lagi.

"Aku tidak membawanya". Jawab Felix singkat. Ia masih asyik menikmati teh-nya tanpa menoleh sedikitpun pada Valerie.

"Memangnya kau jalan kaki saat datang kemari apa?!". Gabby semakin jengkel melihat sikap Felix yang tenang-tenang saja. Sepertinya cuma ia saja yang sangat menantikan acara besok.

Bahkan seluruh penghuni rumah ini sangat bersemangat mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan untuk acara besok, tapi kenapa teman baiknya ini malah terlihat tidak begitu bersemangat. Ia terlalu santai. Menyebalkan bukan?!

"Eh, tunggu..". Gabby jadi teringat sesuatu.

"Jangan bilang....". Kalimat menggantung Gabby, dijawab Felix dengan senyum penuh arti.

Seketika itu juga wajah Gabby kembali berseri. "Bolehkah aku mencobanya?". Gabby menatap Felix dengan penuh pengharapan. Matanya sampai berbinar.

Ia pernah mendengar kalau para keluarga kerajaan bisa menggunakan sihir, selain para penyihir. Tapi tentu saja Gabby tidak berani bertanya langsung, apalagi meminta Felix untuk menunjukkannya secara langsung. Felix dan Valerie sudah berteman sejak lama, jadi tidak mungkin bukan kalau Felix tidak pernah sekalipun menunjukkan kekuatan sihirnya pada Valerie.

Akan sangat aneh jika sekarang Gabby terus-menerus meminta Felix untuk memperlihatkan sihirnya.

Kira-kira sihir seperti apa ya yang dimiliki oleh Felix? Gabby sangat penasaran, namun ia selalu berusaha untuk menahan rasa penasaran itu.

"Tidak boleh!". Tolak Felix tegas.

"Kenapa?". Padahal ini kesempatan emas buat Gabby. Ia sangat kecewa dengan penolakan barusan.

"Aku tidak mau membuat tuan duke sampai marah padaku dan tidak mengizinkanku lagi untuk menjadi pasangan dansamu".

"Kenapa ayah sampai harus marah padamu hanya karena lingkaran sihir untuk berpindah tempat?". Alasan yang dibuat Felix sangat tidak masuk akal.

Aku rasa dia hanya pelit saja untuk menunjukkannya padaku! Menyebalkan!

"Hei, aku bukannya pelit, tapi nanti kau bisa kenapa-napa tahu".

Gabby mengedipkan matanya berkali-kali. Apa Felix bisa membaca pikirannya? Bukannya tadi dia hanya berkata dalam hati saja?

"Apa kau sebenarnya seorang penyihir, pangeran Felix? Bagaimana bisa kau membaca pikiranku?". Gabby yakin kalau kekuatan sihir Felix itu bisa membaca pikiran orang lain.

Apa dia tahu rencanaku selama ini? Gabby jadi takut sendiri saat membayangkannya. Wajahnya seketika itu juga menjadi pucat.

"Aku bukan penyihir tahu, kekuatan sihirku tidak sekuat yang kau bayangkan. Dan hentikan ekspresi takutmu itu, Valerie. Aku tidak bisa membaca pikiranmu!".

Lagi-lagi Gabby menatap terkejut dan penuh curiga kearah Felix. "Aku tidak percaya. Sekarang saja, kau sudah dua kali mengatakan apa yang aku pikirkan".

Felix menyentil dahi Valerie sangking gemasnya melihat tingkah Valerie yang suka menyimpulkan seenaknya. "Kita ini sudah berteman sejak kecil tahu. Jadi aku sangat tahu kebiasaanmu dan pola pikirmu. Aku tahu segalanya tentangmu".

"Sakit tahu". Gabby mengusap dahinya sambil cemberut. Ia tidak boleh menyerah sekarang. Ini kesempatan satu-satunya agar ia bisa melihat kekuatan sihir secara langsung dengan kedua matanya. Kesempatan langka ini, tidak boleh hilang begitu saja.

Gabby tidak kehabisan akal. Ia segera merangkul lengan panjang milik Felix dan mulai bersikap manja. Gabby sangat yakin, Felix akan luluh dengan keimutan Valerie. "Ayolah Felix... sekali ini saja... yaaaaa".

"Tetap tidak". Felix masih berusaha untuk menolak permintaan Valerie sekuat tenaga. Wajah memelas Valerie memang sesuatu hal yang sulit untuk ditolak.

"Aku mohon.....". Gabby sampai rela membuat nada bicaranya seimut mungkin, seperti anak kecil yang terus memohon untuk dibelikan sebuah boneka.

"Hah... baiklah...". Felix menghembuskan nafas tanda menyerah. Ia selalu kalah dengan pesona Valerie.

"Benarkah?". Gabby melompat kegirangan saat Felix menganggukkan kepalanya.

"Asyik, terima kasih Felix-ku sayang. Kau memang yang terbaik". Gabby kembali merangkul lengan Felix sangking senangnya. Ia bahkan tidak sadar kalau si pemilik tangan sudah panas dingin akibat sikap sembrononya itu.

"Ja-jangan salahkan aku kalau kau sampai pingsan seperti dulu ya". Felix berusaha menyembunyikan debaran jantungnya dan wajahnya yang memerah. "A-aku tidak mau bertanggung jawab".

Pernah sekali Felix mengajak Valerie kecil pergi ke ibukota menggunakan lingkaran sihir dan berakhir dengan bencana. Valerie kecil yang memiliki tubuh yang lemah, hanya semangatnya saja yang besar, tidak tahan dengan efek samping yang ditimbulkan dari sihir berpindah tempat itu.

Begitu mereka berhasil mendarat di ibukota, Valerie langsung pusing dan akhirnya jatuh pingsan.

Felix yang saat itu juga masih kecil, langsung panik dan tidak tahu harus berbuat apa dalam menghadapi situasi seperti itu. Dia tidak mungkin membawa Valerie pulang ke rumah dengan keadaan sedang pingsan bukan? Bisa-bisa tuan Charles akan menghukumnya meskipun dia seorang pangeran.

Untung saja tuan Herry, pengawal pribadi Felix yang selalu mengikuti Felix secara sembunyi-sembunyi, datang disaat yang tepat. Tuan Herry yang melihat kejadian tragis sekaligus konyol itu segera menghampiri mereka dan memberikan bala bantuan.

Baru kali itu Felix sangat amat senang ketika melihat pengawal pribadinya. Padahal biasanya, Felix selalu bersikap tidak sopan pada tuan Herry. Ia selalu menghilang dari istana tanpa sepengetahuan tuan Herry.

Ternyata ada kejadian seperti itu ya? Gabby dapat membayangkan bagaimana kejadiannya. Tubuh Valerie ini benar-benar lemah.

"Kau tenang saja, aku yang sekarang bukan lagi Valerie yang dulu. Percayalah, tubuhku sekarang sudah segar bugar. Lihat saja ototku ini". Gabby memamerkan otot lengannya dengan bangga.

"Baiklah, aku percaya padamu". Felix tertawa geli melihat tingkah Valerie yang berusaha memamerkan otot lengannya yang entah ada dimana.

Kau memang sudah banyak berubah, Valerie... mungkin hubungan kita juga akan segera berubah... Pikiran sedih itu kembali menyelimuti perasaan Felix.

Let's Play Game: Nikky & The Magic StoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang