"Lho ... Mayang kenapa?" Mawar terkejut mendapati anaknya terbaring lemah. Ia tak sanggup melihat darah yang menetes dari mulut wanita malang itu.
"Ng-nggak tahu, Bu tadi tiba-tiba aja langsung kesakitan gini pas di mobil. Jadi, saya bawa keluar, muntah darah sama jarum," ucap Azmir. Mawar menyelimuti tubuh anaknya, lalu memeriksa suhu tubuh. Normal. Tidak ada tanda-tanda terkena penyakit atau bagaimana.
Ia memegang gelang yang dipakai Mayang ketika itu. Ekspresinya mendadak berubah. Seakan tahu penyebab mengapa anaknya menjadi seperti ini.
"Dapat darimana gelang ini? Perasaan nggak ada sebelumnya," tanya Mawar.
"Saya yang dapat, Bu. Dikasih kakek tua waktu mampir beli kopi. Karena May suka, jadi saya kasih aja," jawab Azmir.
"Gelangnya aneh," ucap Mawar sambil terus menatapi gelang itu.
"Oh, iya, Bu. Tadi Mbah ngasih bunga melati lagi ke May. Tapi nggak tau diapakan. Mungkin disuruh makan lagi," ujar Azmir sembari menunjukkan bunga melati itu. Nenek yang sedari tadi hanya diam, menghampiri Azmir dan mengambil satu kelopak melati.
"Ini bukan melati biasa. Udah dibacakan mantra. Suruh May mandi pakai bunga ini aja nanti," kata nenek memberi saran. Azmir menyanggupi dan izin pamit keluar.
***
Setelah sadar, May merasakan sakit luar biasa di dadanya. Diselingi tangisan, ia memikirkan garis takdir yang akan dibencinya seumur hidup. "Mengapa harus aku?"
"Aku masuk, ya?" ujar seseorang di luar sana. Tanpa menunggu jawaban dari Mayang, sosok itu membuka pintu dan masuk.
"Udah baikan? Yuk, makan dulu," ajak Azmir sambil membantu Mayang bangun.
Mayang masih terisak, entah rasa sakit apa yang mendominasi hatinya saat ini. Batuk darah itu cukup mengejutkan, ditambah keluarnya tiga buah jarum berukuran sedang. Pertanda apakah ini? Adakah sesuatu yang lagi-lagi akan menjadi misteri?
"Mas ... aku capek. Sampai kapan kayak gini terus? Mending aku mati aja," kata Mayang. Azmir langsung menunjukkan ekspresi geram.
"Ya, terus? Kamu ninggalin aku gitu? Kita mau nikah bentar lagi. Nggak usah ngomong macem-macem." Ia bangkit dan berbalik badan. Berusaha menahan gejolak emosi. Ia tak suka orang yang mudah putus asa dan memilih mati. Baginya itu adalah jalan keluar yang sesat dan bodoh.
Mayang semakin menangis. Keinginannya untuk pergi semakin menjadi-jadi. Semua orang bagai mengutuknya saat ini. Juga, janin yang ada di dalam kandungannya, haruskah dipertahankan? Ia bahkan merasa jijik jika harus merawat bayi ini nanti.
Ia ingin membenci tapi takut hal buruk berbalik menimpa dirinya.
Azmir berbalik dan menghampiri. Ditariknya tubuh yang semakin kurus itu. Memeluknya dalam dekapan dan hangatnya kasih sayang. Ia tak marah; sungguh. Hanya tak suka jika orang yang ia cintai berbicara tentang mati.
"Maaf, aku harus tegas kali ini ke kamu. Aku nggak suka kamu ngomong kayak gitu. Pantangan, kita mau nikah bentar lagi. Hari yang kamu nantikan selama beberapa tahun. Kita akan bahagia, Sayang, tapi belum saatnya," kata Azmir membujuk Mayang. Berharap wanita itu tidak membatin karena kata-katanya tadi.
"Udah jangan nangis. Makan dulu, ya?"
***
"Nenek ...," panggil Mayang. Ia mengetuk pintu kamar dengan pelan.
"Nggak dikunci."
Mayang kini berdiri di hadapan neneknya yang sedang menjahit pakaian. Ia menatap penuh iba, berharap kali ini menemukan titik terang. Namun, melihat sifat neneknya yang cenderung keras kepala dan suka memendam, sepertinya butuh usaha yang lebih keras lagi. Ia yakin bahwa neneknya tahu akan hal ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mayang [END]
Misteri / ThrillerTELAH TERBIT || Part Dihapus Acak! Order novelnya agar bisa membaca keseluruhan -Versi mini seri segera ditayangkan!- Plagiator Harap Menjauh! Pelajari undang-undang hak cipta agar Anda tidak dijatuhi hukum. *** Luka .... Bisakah aku menahannya? Sa...