Luka Mayang 12

1.2K 58 2
                                    

Bagaimana rasanya ketika hidup tapi raga terasa mati. Bagai ada jiwa lain yang memaksa masuk; ingin menguasai sepenuhnya. Wanita itu pasrah. Pikirannya buntu, tak tahu harus berbuat apa. Instingnya yang begitu tajam berkata, bahwa ada yang disembunyikan keluarganya. Teka-teki ini begitu rumit, ia tak sanggup lagi menahannya.

"Bu, ke mana Mayang? Daritadi belum keluar makan," ucap Mawar sambil celingukan. Biasanya May sudah bangun pagi-pagi buta untuk menyiapkan sarapan.

"Masih di kamar. Anak itu selama hamil jadi males-malesan," kata Dahlia.

"Bu, apa sebaiknya digugurkan aja kandungan Mayang itu? Sumpah demi Tuhan, aku nggak rela anak itu lahir ke dunia." Mawar menghentikan makannya, ia mendadak serius.

"Kalau udah besar kayak gitu bakalan susah diaborsi. Resikonya nyawa jadi taruhan," kata Dahlia.

"Ya, tapi, Bu ... masa di rumah ini ada anak hasil hubungan sedarah? Aku benar-benar nggak rela, jijik rasanya."

"Mending anak itu dilahirkan aja, nanti setelah itu kita kirim ke panti asuhan," ucap Dahlia memberi saran.

"Nggih, Bu."

Mayang mendengar percakapan itu. Sejujurnya, ia juga tak rela anak ini lahir ke dunia. Namun, bagaimanapun jua, anak ini tidak bersalah. Bapak biadab itulah yang memanfaatkan kesempatan untuk menodai putrinya sendiri. Mayang merasa tak tega jika harus melepas bayinya ke pengurus panti asuhan.

Ia berbalik badan dan berlari menuju kamar. Menumpahkan semua emosinya dalam satu teriakan. Ia sudah muak; sudah bosan. Lelah dengan permainan takdir yang selalu menekan batin. Air mata kepasrahan itu menganaksungai. Mengapa ia dihukum sejahat ini?

Lama ia menangis, emosinya naik turun. Beberapa saat kemudian, Dahlia datang menengok. Takut cucunya sakit jika tak makan dari pagi. Ia datang membawa nampan berisi bubur khusus untuk ibu hamil dan segelas susu. Tak lupa roti kesukaan Mayang.

Tok, tok, tok!

"Buka pintunya, Nak. Makan dulu," ucap Dahlia dari luar. Tatapan Mayang kosong, mengarah ke depan. Bagai tuli tak mendengar, ia mengabaikan suara itu.

"Mayang ...," panggilnya sekali lagi. Di luar sana, Mawar juga menunggu Mayang membukakan pintu.

"Coba dorong aja, Bu. May jarang kunci pintu. Siapa tahu dia tidur," kata Mawar. Dahlia memutar kenop pintu dan benar saja, Mayang tidak menguncinya.

Tidak ada.

Mayang menghilang.

Dahlia menaruh nampan di atas nakas. Lalu, ia mencari di mana wanita itu pergi.

"AAA!" Suara teriakan yang cukup keras membuat Dahlia terkejut. Mawar yang berada di ruang tengah pun langsung berlari menuju kamar putrinya. Dahlia mencari sumber suara. Sepertinya di dalam lemari.

"HAHAHA."

Gubrak!

Pintu lemari terbuka, Dahlia yang berdiri di hadapannya langsung terperanjat. May sedang duduk di dalam sana; meringkuk—entah apa yang dilakukannya. Dahlia bangkit dan mendekati, tatapan May kosong, benar-benar seperti orang tak bernyawa. Wajahnya pucat pasi, rambutnya basah karena keringat.

"Nak ... ngapain di situ, keluar," ucap Dahlia sambil berusaha meraih tangan cucunya.

"Untuk apa kau kemari," tanya Mayang begitu dingin, suaranya datar. Masih bertahan dengan tatapan kosong dan menakutkan.

"Nak, ayo keluar. Jangan kayak anak kecil main sembunyian," bujuk Dahlia lagi. Lama Mayang terdiam dalam imajinasinya.

Akhirnya ia keluar, tapi masih dalam keadaan yang menakutkan. Tingkahnya aneh, seperti bukan Mayang. Dahlia sudah menduga ini Maria. Iblis itu datang lagi untuk menagih janji.

Dahlia memegang pergelangan tangan Mayang. Dingin, kaku, seperti mayat hidup. Cukup terkejut dan mulai khawatir, Dahlia membacakan do'a-do'a. Entah apa yang terjadi tapi Mayang enggan berbicara lagi. Tangannya bertumpu di depan seperti memberi penghormatan pada seseorang.

"May ...."

"AKH!"

"MAY!"

Wanita itu mendadak berteriak kesakitan seakan-akan sedang dicekik seseorang. Dahlia yang panik berteriak memanggil Mawar. Ia berusaha melepas tangan May yang mencekik dirinya sendiri. Sulit, cekikan itu begitu kuat. Tubuh ringkih Dahlia tidak ada apa-apanya. Ia justru terpental karena kalah tenaga.

"Haaakh!" lenguhnya begitu panjang. Mata Mayang melirik ke atas, seluruh tubuh wanita malang itu menegang. Tak tega melihat cucunya kesakitan, Dahlia segera bangkit. Bersamaan dengan itu, Mawar pun datang.

Tirai kasar tersibak, lampu berkedap-kedip, hawa mendadak berubah menjadi sangat mencekam. Angin yang entah darimana turut membuat suasana semakin mengerikan. Rambut panjang wanita itu ikut melambai diserbu angin malam. Mawar memegangi tangan May, berusaha melepaskan.

"I-ibu ... lepas, sakit! Akh!"

Ia kesulitan bernapas. Sedetik kemudian, tatapan memelas Mayang berubah sinis. Matanya memerah, senyum aneh terlukis di wajahnya. Mawar yang heran melonggarkan sedikit genggamannya.

"Bukankah sudah kubilang, aku kembali untuk menagih janji 18 tahun yang lalu. Biarkan putrimu mati di tanganku!" ucap Maria—sosok yang kini menguasai raga Mayang.

"Janji apa, hah? A-aku merasa nggak punya janji apa-apa sama kamu! Makhluk nggak jelas!" bentak Mawar tak kalah kerasnya. Senyum Maria memudar, tatapannya berubah tajam. Ia menepis tangan Mawar dan mendorongnya hingga terjatuh.

"Awww," rintih Mawar. Dahlia tak bisa berbuat apa-apa kali ini. Ia takut berhadapan dengan iblis itu. Meskipun kasihan dengan cucunya sendiri.

"Mayang! Sadar, Nak, sadar! Ingat Tuhan, ingat!" ucap Mawar dengan sisa tenaganya. Maria bangkit dan tertawa kencang. Ia merasa sudah berhasil merebut janji itu.

"Tua Bangka, bagaimana kabarmu?"

"Keluar kamu dari tubuh cucuku!"

Maria tertawa lagi, lalu ia berjongkok tepat di hadapan Dahlia. "Coba saja kalau bisa! Kau mau membunuhku, bukan? Maka cucumu juga harus mati!" ancamnya. Maria meraih tangan Dahlia dan menggigitnya hingga berdarah. Wanita tua itu meringis kesakitan. Mawar yang melihat itu langsung menepis tangan Maria.

"KELUAR!"

"Apa? Kau mau kusakiti juga? Aku sudah datang dengan baik-baik di sini, tapi kalian pura-pura tidak tahu. Aku, makhluk haus darah. Aku ingin hidup abadi, Sayang."

Ketika Mawar menunduk melihat ibunya terbaring kesakitan, dengan cepat Maria menggigit leher wanita itu hingga mengeluarkan darah dan membekas.

"AKH, SETAN!"

Tangan Mawar bergetar ketika memegang bekas luka itu. Maria mundur perlahan sambil tertawa kencang. Beberapa saat kemudian, Mayang sadar dan ia terjatuh tepat di atas ranjang.

***

Ketika bangun, sakit luar biasa ia rasakan di kedua tangan. Tangisnya pecah ketika menyadari bahwa kedua tangannya diikat dengan tali. May dikurung dalam kamar, ia tak bisa ke mana-mana lagi.

"Ne-nenek! Kenapa ngikat Mayang kayak gini? Sakit," katanya sambil terisak. Dahlia tak menjawab, hanya mengambil nampan berisi makanan tadi dan keluar.

"Ibu! Ibu, lepasin tangan Mayang! Kenapa May disiksa kayak gini ...," ucapnya ketika Mawar masuk untuk menengok. Lagi ... tak ada jawaban. Ibunya memilih menutup mulut, ini demi kebaikan semuanya—termasuk Mayang.

Wanita itu berteriak kencang. Ia memberontak ingin melepaskan diri. Sia-sia, tenaga habis terbuang.

"Aku ingin mati."

***

Bersambung.

Kira-kira cerita ini ada 30 part. Jadi, teruslah menunggu😘

Mayang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang