Luka Mayang 24

1.4K 68 8
                                    

[Aaaz! Nenek ... nenek!]

Mawar panik, ia menelepon Azmir untuk meminta tolong. Tanpa banyak cakap, Azmir pun memacu sepeda motornya ke rumah Mayang—sendirian. Raka sedang membantu bapak. Ia tak mau membuat mereka berdua panik.

Bapak Azmir datang ketika Tio pulang. Mereka sempat berbincang di luar sehingga bapak Azmir tahu apa yang terjadi mengenai Mayang dan keluarganya. Mendengar penjelasan tersebut, keluarga Azmir semakin mantap untuk segera mempercepat tanggal pernikahan.

Inilah tantangan, inilah cobaan. Mayang tersadar dan ia mendengar percakapan calon mertuanya itu. Di sisi lain ia bahagia karena hari terindah dalam hidupnya akan segera terjadi. Namun, di sisi lain ia tertekan. Kehamilan ini sampai kapan dirahasiakan? Mau tidak mau, suka tidak suka, harus diberitahu secepatnya. Jujur lebih baik daripada sakit di kemudian hari.

Mayang menghela napas dan mengganti pakaian. Ia keluar kamar karena ingin membuatkan teh dan camilan. Ibu Azmir pun mengulum senyum ketika melihat calon menantunya sudah lumayan baik. Berat badan Mayang pun kembali normal.

"Biar May buatkan teh dulu, Pak, Buk," ucap Mayang sopan. Pak Azmir mengangguk sembari menyulut rokoknya. Ia suka Mayang, suka kesopanan dan akhlaknya.

"Ini calon menantu kita?" tanya bapak Azmir. "Luar biasa. Pandai sekali Azmir mencari calon istri, ya. Anak itu diam-diam punya selera tinggi juga," lanjutnya lalu terkekeh. Bu Azmir pun tersenyum manis.

"Mayang ini pintar masak, Pak. Baru seminggu tinggal di sini, badan Raka naik empat kilo. Makan terus," kata Bu Azmir. Raka yang bermain game langsung mendongak.

"Haha, baguslah. Jadi, setiap hari kita makan enak!"

Mayang mendengar, ia paham arah percakapan mereka. Begitu menyayangi dan menyukai. Siapa yang tidak mau mempunyai menantu pintar memasak, sopan santun, dan lembut bicaranya? Sudah begitu, cantik lagi. Harusnya Mayang bahagia mereka memuji. Tandanya pernikahan mereka sudah sangat direstui.

Namun, jika kehamilan ini terbongkar, apakah ibu Azmir masih memegang kata-katanya? Meskipun bukan salah Mayang, tetap saja ia merasa gagal menjaga kesucian. Merasa rendah sebagai seorang perempuan. Kotor, hina dina.

"Bu-bukan! Bukan salahku!" teriak Mayang. Terdengar suara kaca pecah di dapur. Bu Azmir pun segera berlari dan memeriksa. Mayang melamun dan tak sengaja menjatuhkan gelas berisi teh panas. Kakinya melepuh, tapi ia tak mengeluh kesakitan.

"Nak, hei! Kakimu luka! Sini Ibuk obati," ucap ibu Azmir. "Raka! Bereskan ini dulu!"

Mayang masih tenggelam dalam imajinasinya. Ia membayangkan petaka dan bencana jika ibu Azmir tahu tentang rahasia besar ini. Namun, memang lebih baik menjelaskan lebih dulu daripada difitnah yang tidak-tidak. Meski sulit, Mayang akan mencobanya.

Ibu Azmir dan Raka membopong Mayang ke kamar untuk mengobati luka bakar. Setelah itu, Raka pun hendak membereskan sisa pecahan kaca tadi. Takut jika terinjak, bisa melukai.

Di samping Mayang, ibu Azmir pun berbaring karena lelah seharian mengerjakan pekerjaan rumah.

"Maaf, Buk. May nggak bantuin tadi pagi," ucap Mayang.

"Nggak papa, toh, Nak."

"Emm ... Buk, May mau jujur sesuatu." Ibu Azmir menggumam, menunggu perkataan wanita itu selanjutnya.

"Se-sebenarnya ... May hamil, Buk ...."

Deg ...!

Tatapan ibu Azmir berubah tajam. Mengandung? Anak siapa? Sebelum amarah beliau memuncak, Mayang buru-buru menjelaskan.

"Dengar dulu, Buk. Mayang hamil karena diperkosa. Mayang nggak salah," lanjutnya.

"Diperkosa sama siapa?"

Mayang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang