Luka Mayang 07

1.6K 76 5
                                    

"Nenek! Mayang mau tanya sesuatu," ucap Mayang tiba-tiba. Neneknya yang sedang menampi beras, langsung mendongak. Mayang duduk di samping neneknya, menyiapkan kata demi kata lalu dirangkai menjadi sebuah pertanyaan besar untuknya.

"May yakin nenek tahu semua ini. Sebenarnya apa yang terjadi? Apa yang ada di dalam tubuh May?" Bibir wanita itu bergetar ketika mengeluarkan semua tanda tanya di dalam pikirannya.

"Jin, May. Jin, nggak ada yang lain," jawab nenek. Mayang masih tak merasa puas dengan jawaban itu, memilih untuk bertanya lagi.

"Bohong, pasti ada sesuatu yang nggak May tau. Nek ... May mau memberitahu sesuatu, hal yang besar dan ini memalukan. Tapi tolong percaya sama May," katanya mengiba. Nenek mengangguk ragu, lalu melempar pandang ke sembarang arah; malas.

"May ... hamil," lanjutnya. Nenek langsung menoleh ke arahnya, melempar tatapan tajam dan menakutkan.

Plak!

Satu tamparan keras mendarat di pipi kiri Mayang. Wanita itu meng-aduh, air matanya meleleh seketika. Ia tak menyangka, sosok penyayang selain ibunya kini telah menampar pipinya.

"Nenek ...," lirihnya. Mata neneknya merah, berkaca-kaca. Nampan beras ia letakkan di samping, lalu bangkit dan menarik tangan Mayang pergi entah ke mana.

***

"Siapa ayah dari bayi ini? Kapan kamu melakukan?" tanya nenek.

"Nek, denger penjelasan May dulu. May sama sekali nggak ngerasa pernah melakukan itu. May merasa masih suci. Ba-bapak yang ngelakuin ini, Nek," jawabnya menunduk.

"Bayi ini bukan anak jin. Tapi May benar-benar ngerasa nggak pernah melakukan, sama sekali nggak! May tahu ini dosa, Nek. Tiba-tiba langsung seperti ini," lanjutnya sambil sesenggukan.

Sang nenek tak menjawab, ia memilih tenggelam dalam pikirannya sendiri. Mayang menunggu sepatah dua kata itu keluar dari bibir neneknya. Ia berharap akan diberi kesempatan mencari tahu hal yang sebenarnya, meski butuh banyak pengorbanan.

"Nek, May janji bakal cari apa yang terjadi. Asal nenek percaya sama May gak pernah melakukan hubungan sedarah ini," katanya lagi. Ia benar-benar mengiba. Berharap langit mengasihinya kali ini saja.

"Neeek ... jawab Mayang. Bantu May cari obat. Bisa-bisanya May nggak sadar waktu ditiduri Bapak."

Hening di antara mereka untuk beberapa saat. Mayang sudah menyerah. Entah bagaimana lagi caranya membujuk sang nenek. Ia memilih diam, menatap tangan keriput wanita itu dengan wajah sendu.

***

Jangan sampai ibunya tahu akan hal ini. Ia harus menjaga dan mengubur rahasia besar dari siapa pun lagi, termasuk ibunya. Hatinya menangis, ia terlalu lemah menanggung beban ini sendirian. Dosa apa yang telah ia lakukan di masa lalu hingga Tuhan mencampakkannya sekejam ini? Bagaimana bisa ia tak sadarkan diri ketika si bejat itu meniduri Mayang?

Ini masih menjadi teka-teki. May mengusap air mata dan menekan nama Azmir di kontak teleponnya.

"Mas, bantu aku cari solusi. Otakku benar-benar buntu."

Lelaki yang resmi menjadi calon suaminya itu mendesah kecil. Deru napasnya menjadi pertanda bahwa ia juga ikut kebingungan. Bencana apa yang menimpa Mayang hingga menimbulkan misteri serumit ini?

[Iya, Sayang. Mas bakal bantu kamu, meski keluar uang banyak. Asal kamu sembuh.]

Menenangkan, Mayang lega. Azmir tak marah, malah ikut mendukungnya. Ia tersenyum dalam luka. Bertahan dalam penderitaan.

"Mas ... nggak marah?" tanyanya. Azmir terkekeh.

[Kamu siap-siap. Kita jalan-jalan sebentar. Ketemuan di tempat biasa.]

Mayang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang