Mayang sengaja memakai gaun yang sedikit longgar untuk menutupi lekuk tubuh. Menyembunyikan kehamilan dari semua orang, termasuk keluarga Azmir. Bagaimana jadinya jika mereka tahu bahwa ia tengah mengandung? Ini aib besar, tak bisa membayangkan kehancuran jika kesalahan kecil ia lakukan.
"Bersikap normal aja biar nggak ketahuan. Sebenernya nggak terlalu kelihatan. Perutmu masih kecil. Jaga-jaga aja," kata ibunya. Mayang menyunggingkan senyum terbaiknya, meski ada luka dan perih yang disembunyikan.
"Tapi, Bu gimana dengan luka leherku? Bekasnya masih kelihatan," kata Mayang.
"Pakai kalung ini, ketutup rambutmu juga nanti. Setidaknya nggak terlalu kelihatan," jawab ibunya sambil merapikan rambut Mayang.
Di luar sana, tamu-tamu mulai berdatangan. Acara yang dinantikan ini harusnya berjalan dengan baik, tanpa halangan atau kejadian yang membuat segalanya berantakan. Sebisa mungkin Mayang bersikap biasa-biasa saja di hadapan tamu undangan. Ia menuruni tangga dengan anggun ditemani ibunya.
"Baiklah untuk mempersingkat waktu, kita mulai saja acara pertunangan ini," ucap pembawa acara.
Ketika Mayang disandingkan dengan Azmir, tiba-tiba ia merasa tak nyaman di daerah perut. Mungkin mual karena efek mengandung. Mayang meminta izin sebentar untuk pergi ke toilet. Ibunya yang heran ingin menyusul tapi ditahan sang nenek.
"Aduh, sakitnya," keluh Mayang. Ia tidak memuntahkan apa pun. Dadanya terasa sesak, keringat dingin mengucur deras. Karena hampir 20 menit menunggu, akhirnya Mawar datang memeriksa.
Tok, tok, tok!
"May, buka pintunya. Kamu kenapa? Ayo cepetan udah ditunggu itu," kata Mawar. Mayang menoleh, ia ragu membuka pintu itu. Dengan cepat dia mengusap keringat dan memperbaiki rambut. Berjalan pelan menuju pintu dan membukanya.
"Ngapain? Udah ditunggu buat tukar cincin."
"Tadi May mual, Bu," jawabnya parau. Mawar mendesah pelan dan menarik tangan Mayang.
Suasana yang cukup ramai membuat Mayang terasa sesak. Baginya, orang-orang ini tak semestinya berada di sini. Ia harusnya ditinggalkan sendiri. Diasingkan tanpa teman dan berkawan dengan sepi.
"Cantik banget calon mantuku, apa kabar?" tanya Ihda, ibu Azmir.
"Alhamdulillah baik, Bu. Ibu sendiri bagaimana?"
"Baik juga. Tapi kok mukamu pucet banget? Sakit?" Ihda terlihat khawatir, ia memegang pipi Mayang dan terasa dingin.
"Ah, nggak, kok, Bu. Hawanya agak dingin jadi May menggigil," jawabnya berbohong. Ihda mengangguk dan tersenyum simpul.
"Beruntung banget Azmir dapet calon istri kayak kamu. Manis, cantik, baik, dan lugu," kata Ihda bangga. Bagi kebanyakan wanita, itu merupakan pujian terindah. Kapan lagi dibanggakan calon mertua sendiri? Namun, tidak untuk Mayang. Secara tidak langsung, itu adalah penghinaan. Mayang tidak selugu itu.
"Makasih, Bu," ucapnya datar.
Azmir di sana berjalan pelan menuju Mayang sambil menyembunyikan sesuatu di balik badannya. Mayang tersenyum bahagia. Tepat hari ini, ia akan resmi berkomitmen dengan kekasihnya.
"Imut banget anak bapak, udah makan?" tanya Kadir yang tiba-tiba muncul di depan Mayang. Menghalangi jarak pandang Azmir untuk melihat kekasihnya itu. Mayang sedikit terganggu tapi ia memilih tak mengatakan apa-apa. Diam dan mematung di tempat.
"Kok ditanya diem?"
Mayang mendongakkan kepalanya. "Iya, Pak udah tadi," jawabnya ragu. Kadir mengelus puncak kepala Mayang, lalu menghilangkan jarak di antara mereka. Ia mendekatkan bibir ke telinga Mayang, lalu membisikkan sesuatu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mayang [END]
Bí ẩn / Giật gânTELAH TERBIT || Part Dihapus Acak! Order novelnya agar bisa membaca keseluruhan -Versi mini seri segera ditayangkan!- Plagiator Harap Menjauh! Pelajari undang-undang hak cipta agar Anda tidak dijatuhi hukum. *** Luka .... Bisakah aku menahannya? Sa...