Luka Mayang 17

1K 49 3
                                        

"Halo? Gimana, mereka udah tau?"

[Mereka belum nge-cek kamar Mayang tadi malem, langsung tidur. Istriku aja nggak tahu aku sudah pulang.]

[Haha, santai ajalah. Pasti kukabarin.]

Tuuut ....

Usai memencet tombol merah itu, ia memasuki kamar Mayang lagi. Di sana, wanita itu tertidur lelap sebab menangis semalaman. Ada perasaan tidak tega telah mengabaikannya seharian. Namun, jujur saja, ia tak suka orang yang selalu mengeluh. Membandingkan hidupnya dengan orang lain. Baginya, orang adalah orang. Dia adalah dia. Pasti jalan takdirnya berbeda.

Ia menyelipkan beberapa helai rambut itu ke belakang telinga Mayang. Matanya sangat bengkak. Bantalnya basah karena terlalu banyak menangis.

"Dia udah makan?" tanya Bu Azmir sambil bersandar di daun pintu.

"Belum, nanti aja pas bangun, Buk."

"Matanya bengkak kenapa, tuh?"

"Kayaknya habis nangis semalem."

"Oh ... udah pinter bikin anak orang nangis, ya kamu. Belum nikah aja udah sedih gitu gimana nikah nanti?" geram ibunya mengambil ancang-ancang untuk memukul Azmir. Pria itu mengelak, lalu cepat-cepat berlari keluar kamar. Takut dengan amukan ibunya yang seperti singa kelaparan.

Wanita itu duduk di samping Mayang. Ditatapnya calon menantu yang sedang tidur karena lelah itu. Kasihan dengan nasib buruk yang menimpanya. Begitu malang, sangat menyedihkan. Ihda membayangkan jika seandainya ia menggantikan posisi Mayang. Tentu tidak akan kuat.

"Kamu wanita yang sangat sabar dan kuat. Karakter seperti ini, memang cocok untuk anakku," ucap Ihda pelan. Hampir tak terdengar.

Ia keluar dan memanggil Raka, bermaksud untuk menyediakan makanan di atas meja. Supaya ketika bangun, Mayang bisa langsung makan.

"Ini, Buk. Mau ditaruh di mana?" tanya Raka sambil membawa nampan berisi makanan dan susu putih.

"Sudah kamu panasi buburnya?"

"Nggih, Buk."

"Ya, sudah. Taruh di meja samping kasur aja. Ibuk mau ke acara aqiqahan, jaga rumah, ya, Le. Siapa tahu Mbak Mayang butuh sesuatu," ujar Ihda yang dibalas anggukan oleh anaknya.

Raka segera mengantarkan makanan itu dan bergegas keluar. Ia tak ingin mengganggu calon kakak iparnya.

Beberapa saat kemudian, ketika asyik bermain game online, Azmir menepuk pundak adiknya itu.

"Ish, Mas ini lho kebiasaan! Hampir kalah tadi!" geram Raka sambil cemberut.

"Cuma hampir, toh? Nggak sampai kalah, 'kan? Yowes santai aja," ucap Azmir sambil menyalakan televisi. Tak ada respon dari adiknya karena sibuk mengotak-atik layar ponsel.

"Raka ...," panggil Mayang dari dalam kamar. Azmir langsung menoleh dan hendak bangkit. Namun, Raka sudah lebih dulu berjalan menuju kamar Mayang. Mungkin butuh sesuatu.

"Nggih, Mbak? Kenapa?" tanya Raka.

"Ke mana Ibuk?"

"Oh, tadi Ibuk bilang pergi ke acara aqiqahan, bentar lagi pulang kok," jawabnya datar.

"Mas?"

"Itu di luar lagi nonton, mau Raka panggilkan?"

Mayang menggeleng cepat. Ia tahu Azmir masih marah padanya. "Jangan! Biarkan aja jangan diganggu. Kamu aja di sini temani Mbak ngobrol. Mau?" tawar Mayang.

"Mau!"

"Jadi ... sekarang kamu ngapain?"

"Kuliah, Mbak. 'Kan ada Mas yang biayain jadi selagi bisa kuliah, Raka bakal tetep kuliah," jawabnya.

Mayang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang