Entah apa yang terjadi, kondisi Dahlia semakin parah. Mbah Rondo menolak untuk datang memeriksa. Tubuhnya seakan lumpuh, tak bisa berbicara, dan merespon ucapan orang lain. Mawar yang khawatir terus berusaha mencari orang pintar atau ustadz yang bersedia menolong. Namun, kesialan apa yang tengah menimpa keluarga itu. Puluhan orang pintar tidak bisa mengobati, justru lari tunggang langgang saking takutnya."Haduh, Bu. Kena apa ini ...," ucap Mawar.
"Mas, udah nyari yang lain?"
"Lah, Mbah Seno kemarin aja nggak bisa ngobatin, apalagi dukun-dukun lemah kayak mereka," jawab Kadir. "Udahlah. Urus aja sendiri karena itu ibumu, bukan ibuku," lanjutnya sambil melangkah pergi.
Mawar kian menatap ibunya yang semakin kurus kering. Ia sudah lelah, tak tahu harus memakai cara apa. Ajian, do'a, mantra, ritual, semua telah dilakukan. Namun, sama sekali tidak membuahkan hasil. Justru menambah sakit yang diderita Dahlia. Ketika diperiksa dokter pun, hasilnya normal. Tidak mengidap penyakit apa-apa. Tentu saja, ini penyakit gaib, tak terdeteksi alat medis.
Setiap kali makan, Dahlia selalu memuntahkannya kembali. Hal itu cukup membuat Mawar semakin geram. Ia sendirian mengurus sang ibu, tak ada yang membantunya. Mayang pergi entah ke mana, masih hidup atau tidak. Kadir—suaminya—yang acuh tak acuh lagi. Malas mengurusi hal yang bukan menjadi tanggungannya. Tinggalah ia sendiri. Berbalut sepi dan sedih.
"Ah! Ibu kalau nggak mau makan, jangan dimuntahin terus! Capek aku cuci seprainya!" ucap Mawar begitu marah. Dalam sehari, mungkin bisa empat kali mencuci barang atau seprai yang terkena bekas muntahan ibunya itu. Dahlia hanya menatap nanar, tenggelam dalam kebisuannya.
Akhirnya, ia menelepon anak Bik Rosita yang sudah SMA. Kebetulan, seminggu ke depan ia libur karena kakak kelas akan melaksanakan ujian nasional. Kesempatan untuknya meminta bantuan.
"Halo?"
[Halo, Mbak. Kenapa?]
"Ris, bisa nginep di rumah Mbak semingguan nggak? Nek Dahlia sakit keras. Mbak nggak bisa ngurus sendirian."
[Waduh ... bukannya nggak bisa bantu, Mbak. Rista juga banyak kerjaan di rumah. Soalnya habis kakak kelas UN, Rista lanjut ujian.] Mawar menghela napas, kesal sepertinya.
Bik Rosita tak bisa diharap. Ia punya anak bayi yang masih diurus. Anak sulungnya yang sudah bekerja sedikit membantunya dalam hal ekonomi. Satu bulan sejak kelahiran Alitha, suami Bik Rosita dipanggil Yang Maha Kuasa. Membuat duka mendalam yang teramat sakit. Di usia seperti ini berharap menua sampai mati. Namun, apa kata takdir, tak bisa melawan kuasa-Nya.
"Ya, sudah. Maaf ganggu," ucap Mawar mengakhiri telepon. Ia terlanjur jengkel dan malas.
Ada terbesit ingin meminta tolong pada keluarga Azmir. Namun, Mayang dan Azmir belum resmi menikah. Tentu saja Mawar harus berpikir dua kali untuk meminta bantuan seperti ini. Sudikah mereka menolong? Entahlah, tak ada yang tahu isi hati seseorang.
"Paling juga nggak bakal mau. Minta tolong ke Azmir nyariin Mayang aja sampe sekarang belum ada kabar. Entah masih hidup atau nggak itu anak."
***
Keadaan berbanding terbalik di rumah Azmir. Wanita itu senantiasa bahagia, tertawa riang bersama Raka. Sifat konyol dan selalu ceria seperti mengobati rasa sakit yang dulu diderita. Di sisi lain, Azmir susah payah menahan cemburu. Padahal, ia tidak perlu sekhawatir itu. Mayang adalah calon istrinya, dan Raka adalah adik kandungnya sendiri.
'Berani rebut Mayang, tinggal kepala kamu besok!'
Meskipun terlihat aman sampai sekarang, Azmir tetap memantau keadaan sekitar. Ia juga mengecek ponselnya siapa tahu ada pesan masuk dari Mawar atau Kadir. Mayang tidak diizinkan keluar, apa pun alasannya. Meski jarak antarumah keluarga ini lumayan jauh, tetap saja kewaspadaan sangat dibutuhkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mayang [END]
Misterio / SuspensoTELAH TERBIT || Part Dihapus Acak! Order novelnya agar bisa membaca keseluruhan -Versi mini seri segera ditayangkan!- Plagiator Harap Menjauh! Pelajari undang-undang hak cipta agar Anda tidak dijatuhi hukum. *** Luka .... Bisakah aku menahannya? Sa...