Luka Mayang 25

912 48 0
                                    

Seisi rumah ketakutan, termasuk Raka yang memang aslinya penakut. Sejak kejadian bertemu hantu petani kemarin, ia jadi takut ke toilet sendirian. Alih-alih membangunkan kakaknya untuk menemani, ia memilih menahan buang air sampai pagi.

"Astagfirullah, susah sekali sakaratul mautnya."

"Nek, saya mau tanya. Ilmu hitam apa yang nenek anut selama ini?" Tidak menjawab, lidah nenek itu mendadak kaku. Pak Tio semakin kebingungan. Biasanya ilmu hitam pasti dibantu dan melakukan perjanjian dengan jin. Jika Pak Tio tak tahu jenis perjanjian apa, bagaimana bisa ia mengusir jin di tubuh nenek?

"Masa tidak ada yang tahu satu pun tentang perjanjiannya?" tanya Pak Tio. Mawar menggeleng. Ia sungguh tak tahu apa-apa.

"Susah kalau begini."

Nenek menjerit kesakitan, Pak Tio tak henti-hentinya membacakan do'a. Berharap Allah mengampuni dosa kesyirikan dan mempermudah sakaratul mautnya. Raka yang melihat bergidik ngeri sendiri. Ternyata sesakit itu azab bersekutu dengan setan.

"Siapa pun yang pernah disakiti oleh beliau, berbesar hatilah. Maafkan dia ...," ucap Pak Tio. Azmir berdecak tak terima. Bagaimana semudah itu dimaafkan?

"Az, maafkanlah nenek, Nak. Apa kamu tega melihat dia kesakitan seperti itu? Biarkanlah ia menemui ajalnya, jangan siksa dia," kata Mawar memohon. Azmir terdiam, ingin rasanya membalikkan semua kata-kata calon mertuanya. Tega?

Azmir menghela napas, kasihan juga melihat wanita tua itu menahan pedihnya azab. "Ya, sudah. Saya maafkan semua kesalahan nenek. Semoga Allah mempermudah sakaratul mautnya," ucap Azmir akhirnya, membuat Mawar bernapas lega.

Namun, nenek tetap kesulitan menghadapi kematian. Pak Tio heran sambil terus mencari-cari penyebabnya. Tidak ada cara lain selain mengusir jin itu. Atau dibakar, bisa saja.

"Apa ada anggota keluarga yang tidak ada di sini?" tanya Pak Tio. Azmir dan Raka beradu tatap. Ya, Mayang. Wanita itu ada di rumah Azmir bersama ibunya.

"Ada, Pak. Tunangan saya, cucunya nenek," jawab Azmir.

"Panggil dia ke sini cepat!"

"Iya, Nak telepon ibukmu sekarang."

Azmir pun menelepon ibunya dan meminta agar beliau datang bersama Mayang. Beberapa menit menunggu, akhirnya Mayang datang. Wanita itu memakai dress panjang berwarna marun dan selendang.

Betapa terkejutnya ia melihat kondisi neneknya yang tengah meregang nyawa. Ia langsung berlari menghampiri. Menangis tak tega. Bagaimanapun sikap sang nenek kepadanya, tetap saja Mayang menyayangi.

"Ya Allah, Nek!"

Ia menangis, Azmir merangkulnya dari belakang. "Mundur dulu, nenekmu mau dibantu."

"Nak Mayang?" panggil Pak Tio. Mayang menoleh dan menghentikan tangisnya sejenak.

"Dalem."

"Apa kamu sudi memaafkan semua kesalahan nenek supaya sakaratul mautnya dipermudah?" tanya Pak Tio. Sebenarnya Mayang tak menyimpan dendam. Ia hanya sakit hati karena diperlakukan layaknya budak. Namun, bukan Mayang namanya jika tak berbelas kasih dan berbesar hati. Ia memaafkan, begitu tulus dan murni.

Mayang mengangguk, Pak Tio pun mengulum senyum. "Alhamdulilah. Bantu bapak berdo'a agar Allah senantiasa mengampuni hamba-Nya!"

Mayang menengadahkan kedua tangan. Ia meminta dengan tulus, ampuni dosa-dosa neneknya. Ia akan melupakan semua rasa sakit itu. Sebentar lagi, neneknya akan pergi untuk selamanya. Ia menghampiri lagi ketika nenek berhenti menjerit. Beliau menoleh ke arah Mayang, seakan ingin mengatakan sesuatu pada cucunya itu.

Mayang [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang