"Adit?"
Seorang lelaki bertubuh tinggi berkacamata, memakai setelan jas abu-abu berdiri di depan Kirana, tersenyum pada gadis itu.
"Utangku lunas kan?"tanyanya.
Kirana mengamati bucket besar bunga edelweiss yang ada di tangannya, menyentuh bunga-bunga kecil itu dengan tatapan hampir tak percaya. Edelweiss, bunga abadi. Dan Adit memberikannya di hari ia graduation, sama seperti janjinya beberapa tahun yang lalu.
"Serius nih? Edelweiss mana?"
"Bromo, tapi tetep aku beli yang budidaya, biar ngga ngerusak alam."
"Aigoo, makasih banyak, Ndul." panggilannya untuk Adit, mood Kirana kembali membaik.
"Yoi, selamat juga ya.. cumlaude?" Adit menepuk-nepuk pelan bahu Kirana.
Kirana mengangguk, "Iya, alhamdulillah.. kamu tinggal setahun lagi ya?"
"Yoi, kamu dateng juga. Harus."
"Yeee, kan ini impasnya dari kamu ngga dateng waktu aku SMK."
"Ingetin teroooss.." cibirnya.
Keluarga Kirana datang menghampiri mereka, Elsa sudah pergi ke teman-temannya yang lain.
"Loh, Adit? Kamu dateng juga?" tanya Hans.
"Iya, Om. Disuruh paksa sama Kirana."
"Ih enggak, Pah.. Bohong dosa loh." Kirana memukul pelan lengan Adit dengan bunga yang ia pegang.
Hans dan Anna tertawa, "Kamu kesini naik apa? Mau bareng kami?"
"Oh nggausah, Tante. Makasih, nanti naik yang lain aja.."
"Sok banget nolak" ledek Kirana.
"Tapi boleh saya culik sebentar ngga, Om? Nanti saya yang anter pulang.."
Kirana menoleh, "Mau ngapain emang?"
"Adadeh"
"Om terserah Kirana aja, gimana? Asal jangan macem-macem."
"Aku si oke oke aja, Pah. Gak tau juga ini, mendadak."
"Yaudah kalo gitu, kami duluan ya? Papah sama yang lain mampir ke kost mu naruh makanan sama ambil barang yang udah kamu siapin dan mau kamu taruh ke rumah terus jam tiga nanti langsung ke studio, terus kami langsung pulang ya, Nak?"
"Iya, Pah. Udah Kirana packing kok pakai kardus."
"Kamu pulangnya kapan berarti?" tanya Anna.
"Kurang tau deh, Mah.."
"Jangan lama-lama.." pesan Anna.
"Ya kan ngurus berkas.."
"Yaudah kalau gitu, kami pamit dulu. Assalamu'alaikum."
"Iya, ati-ati Mah, Pah.. Wa'alaikumsalam" Kirana memeluk orang tua dan adik-adiknya.
"Hati-hati Om, Tante.. Wa'alaikumsalam." ujar Adit.
"Duluan, Kak.." Aan melambaikan tangan, diikuti si bungsu.
"Dadah..." balas Kirana.
Awalnya Hans merasa khawatir melihat Kirana sempat murung karena Arya tidak ada kabar akan datang, namun untuk sekarang ini sepertinya tidak perlu. Ia bersyukur ada Adit- teman Kirana sejak SMP, setidaknya itu bisa menghibur anak gadis kesayangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pedang Pora (TAMAT)
RomanceSetiap orang punya mimpi yang ingin mereka wujudkan. Seseorang yang berani untuk bermimpi maka harus berani berjuang agar mimpinya benar-benar terwujud. Masing-masing memiliki waktunya untuk menggapai hasil setelah melewati berbagai proses yang panj...