Tiga hari sudah aku bekerja di salah satu mall di kota Bogor. Memang melelahkan tapi juga menyenangkan. Aku sudah mulai terbiasa dengan kegiatan mencari sepatu dan menulis nota. Walaupun aku masih sedikit kikuk untuk melayani konsumen yang datang.Hari ini aku tak melihat batang hidung Momon. Aku sempat sengaja melewati konter tempatnya berjaga tapi sayang ia tak ada di sana. Entahlah kemana dia. Momon sama sekali tidak mengabariku.
" Ra istirahat bareng gue yuk!" ajak Syaira sambil menghampiriku yang sedang menulis laporan di meja nota.
" Boleh dimana?" tanya ku menimpali nya.
" Di mbae aja. Ada ayam goreng ada soto ayam juga?" ajaknya sambil tersenyum.
" oke. Kita istirahat kloter keberapa?" tanyaku lagi.
" Pertama. Nih lima menit lagi. Mangkanya jangan fokus ngerjain laporan mulu," ucapnya memperingatiku.
Aku langsung melihat jam tangan ku. Yap benar saja jam menunjukan pukul 11.25 . Aku lantas membereskan buku laporan penjualanku dan memasukan nya ke dalam laci.
" Oh iya Di , Li gue titip barang ya," ucapku pada kedua timku sebelum istitahat.
" Iya tenang aja kita kan satu tim. Lo ga minta pun udah gue jagain Ra," ujar Didi. Ya dia dan Lili memang istirahat kloter ke dua.
" Ra kayanya udah jam setengah dua belas pas deh. Gue panggil Yugo dulu ya," ucap Syaira seraya bergegas memanggil kekasihnya yg tak lain adalah tim dari divisi kids shoes juga. Bedanya Yugo jarang berjaga di konter seperti aku, Syaira, Lili dan Didi. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya di gudang untuk mengurus keluar masuknya barang.
Aku, Syaira dan Yugo pun bergegas keluar Mall. Kami berjalan menuju warung mbae tepatnya berada di samping Mall Bogor Junction. Terlihat beberapa karyawan sudah memesan makanan di sana. Ya warung mbae memang selalu ramai. Selain makanannya enak tempatnya pun nyaman.
" Mbae soto ayam dua ya," ucap Syaira yang berdiri di depanku.
" Mbae ayam goreng penyet pake nasi ya," ujar ku menyusul Syaira.
" Walah ayam goreng penyet nya habis kayanya. Eh tunggu sebentar ada-ada ni si mas nya kayanya ga jadi padahal sudah tak siapin. Buat mba aja," ujar Mbae sambil menyodorkan ayam goreng penyet beserta sambel dan lalapan nya yang sudah tersaji di piring.
" Ini gapapa mbae? kalo orang yang pesen datang gimana?" tanya ku bingung.
" Ga apa-apa mba lah dia udah dari tadi pesennya tapi ga di ambil-ambil. Tuh orangnya juga tidak ada," jawabnya sambil melirik ke kanan dan kiri.
Aku pun lantas bergegas menyusul Syaira dan Yugo yang sudah lebih dulu duduk di kursi depan etalase mbae. Aku pun dengan segera menyantap makanan ku dengan lahap begitupun sepasang kekasih yang berada di sampingku menyantap soto yang baru di berikan oleh mbae sambil meniup-niupnya. Di saat aku sibuk melahap ayam goreng penyet mbae yang super duper gurih, aku melihat lelaki tanpa nametag menghampiri mbae. Ya dia masih lelaki yang sama seperti kemarin Karyawan yang aku temui di depan ruang staff dan di konter baju-baju pria.
" Mbae ayam goreng yg tadi udah saya pesan mana?" tanya karyawan pria itu. Aku yang langsung tersindir lantas melirik ke arah piringku yang di dalamnya hanya tersisa tulang-tulang ayam dan dua mentimun.
" Lah si mas di tungguin dari tadi. Mbae pikir si mas nya ga jadi makan. Abis makanannya ga di ambil. Sekarang udah mbae kasih orang mas . Paling yang masih ada soto ayam. Mau?" ucap Mbae. Ia terlihat tak enak hati.
" Ya udah ga papa mbae soto aja," ujarnya cemberut. Ya sepertinya karyawan pria itu tidak begitu menyukai soto. Namun karena jam istirahat tingal beberapa menit lagi tak mungkin baginya mencari warung makan yang lain.
" Dir itu ko timun ga di makan? buat gue ya," pinta Syaira. Suara nya begitu lantang sampai Karyawan lelaki yang tadi berbincang dengan mbae pun ikut menoleh ke arah ku. Sontak aku kaget dan merasa tak enak hati. Pasti karyawan lelaki itu tau kalo ayam goreng penyetnya aku yang beli.
" Oh itu ehmm iya ambil aja gue ga doyan timun ko," ucap ku sambil mengeser piringku ke dekat Syaira.
Karyawan tanpa nametag itu menatapku dengan tatapan dingin. Entah karena dia hanya sekedar melihat atau karena sebetulnya dia sebal aku menyabotase makanannya. Aku hanya memalingkan wajah seolah-olah tak tau apa-apa.
Pukul setengah satu siang pun tiba. Aku, Syaira dan Yugo pun bergegas masuk ke konter. Sekarang giliran ku mengantikan Didi dan Lili yang sedari tadi berjaga. Baru juga aku sampai salah seorang customer sudah menghampiriku dan meminta ukuran sepatu nomor dua puluh empat untuk anaknya yang usianya kurang lebih dua tahun. Setelah mengecek stok barang yang ternyata masih ada aku langsung bergegas ke gudang untuk mengambilnya. Aku berjalan sambil mempercepat langkahku. Sesampainya di gudang aku tak butuh waktu lama untuk mencari sepatu yang di inginkan customerku. Yap barang itu ada di rak paling depan barisan pertama. Aku dengan mudah mengambilnya tanpa harus memanjat rak ke atas. Aku pun bergegas kembali ke konterku. Namun saat melewati konter baju-baju pria tiba-tiba ada seseorang yang menarik lengan ku.
" Ehhhh aduhhh!" teriakku kaget. Aku dengan cepat menghentikan langkahku secara refleks.
" Dira!" saut perempuan yang menarik tanganku.
" Fitri?" ucap ku heran melihat teman sekolahku.
" Lo kerja disini? sejak kapan?" tanya nya dengan wajah sumringah.
" Baru Fit. Lo ngapain disini?" tanya ku balik.
" Gue kerja tapi cuma freelance udah gitu mobile pula. Pindah-pindah ke beberapa toko. Besok Gue juga udah pindah lagi," Ujarnya menatapku.
" Oh gitu pantesan gue baru liat lo Fit," ucap ku.
" Fit tolong pasang barcode harga ini di kemeja yang tadi baru datang," ucap seseorang yang tadi makanannya aku sabotase waktu istirahat. Dia menoleh ke arahku dengan tatapan yang sama. Yap DINGIN.
" Iya-iya. Dir gue kesitu dulu ya," ucap Fitri lalu meleos meninggalkanku. Aku pun langsung bergegas ke konterku menghampiri customer yang sudah menunggu ku sedari tadi.
Sesampainya di konterku customer itu langsung meminta ku memakaikan sepatu yang kubawa kepada anaknya. Sambil memakaikan sepatu pikiranku agak terganggu dengan tatapan si karyawan tanpa nametag tadi. Sepertinya dia tidak rela ayam gorengnya aku makan. Sampai-sampai menatapku seperti tadi saat sedang berbincang dengan teman sekolahku.
*******
Pukul tiga sore pun tiba waktu nya karyawan yang di sift pagi untuk pulang bergantian berjaga di konter masing-masing dengan karyawan di sift siang. Ya pegawai depstore memang kebanyakan bekerja di sift karena jam operasional toko lebih lama dibanding orang-orang yang bekerja kantoran. Terlebih kami pun tidak bisa libur di week end. Jelas saja karena toko akan ramai dua kali lipat di banding hari biasanya kalau sudah masuk waktu weekend. Aku pun bergegas turun ke lantai bawah menggunakan tangga karyawan. Kali ini kaki ku bisa di ajak kompromi walaupun memakai sepatu hak tinggi. Ya aku sudah mulai terbiasa. Aku dengan cepat mengambil tas ku di loker karyawan lalu menghampiri mesin finger untuk absen sebelum pulang.
" Dira!" saut perempuan yang suaranya sangat halaf di telingaku.
" Eh Fit ada apa?" tanya ku menyauti seruan Fitri.
" Dir nomor handpone masih yang lama kan?" tanyanya sambil memakai sweater.
" Iya masih yang dulu Fit," jawabku singkat.
" Oh bener kalo gitu. Tadi ada yang minta nomor lo jadi gue kasih. Paling nanti dia sms lo. Katanya mau kenalan," ujar nya sambil tertawa.
Mendengar hal itu mataku langsung melotot. Bisa-bisanya Fitri dengan mudah memberi nomor ku dengan cuma-cuma kepada orang yang sama sekali tidak ku kenal. Aku bahkan tidak pernah memberi nomor ponselku kepada lelaki siapapun. Ya aku memang orang yang sangat pemalu dan tertutup terlebih dengan ke introvert an yang aku miliki.
" Dir ko bengong? ga papakan? lo masih single kan? kalo gitu gue duluan ya Dir. Bye!" ujarnya setelah melakukan finger dan berlalu.
Aku yang masih berdiri mematung di depan mesin finger merasa sangat syok. Apa yang harus ku lakukan. Apa aku harus mengganti nomor ponselku sebelum pria itu menghubungiku? apa sebaiknya aku matikan saja ponselku? Entahlah. Tingkah sembrono Fitri membuatku tidak nyaman.
******
KAMU SEDANG MEMBACA
Do you think Of me ? [ Lengkap ] ✔
Teen FictionKisah ini bermula ketika seorang gadis bernama Dira yang mencoba untuk menjalin relationship dengan pria bernama Raga. Hubungan yang sedari awal di sepakati untuk berjalan secara backstreet. Sampai suatu hari muncul perasaan terabaikan dan ingin di...